Furniture syndrome bukan mengenai gejala yang ditimbulkan oleh desain kursi yang tidak ergonomis. Ini menggambarkan orang-orang yang bekerja di depan layar, duduk berjam-jam, dan minim bergerak selama jam kerja. Posisi mereka sama seperti kondisi kursi yang diam, sehingga bisa memengaruhi postur tubuh seseorang.
Bahkan penelitian beberapa tahun terakhir menunjukkan bahwa duduk berjam-jam dapat menyebabkan nyeri punggung dan leher, penyakit jantung, penurunan fokus, dan risiko kematian dini yang lebih tinggi dibandingkan mereka yang aktif bergerak.
Furniture Syndrome Menjadi Masalah di Kantor, Apa Alasannya?
Sebuah studi yang diterbitkan oleh JAMA Network Open pada 2024 menemukan bahwa orang yang duduk hampir sepanjang jam kerja berisiko menderita penyakit kardiovaskular dan metabolis yang jauh lebih tinggi, bahkan jika mereka berolahraga di kemudian hari.
World Health Organisation (WHO) juga memperingatkan kepada masyarakat bahwa kondisi fisik tidak aktif berkontribusi terhadap lebih dari lima juta kematian yang sebenarnya dapat dicegah di seluruh dunia setiap tahunnya.
Di berbagai tempat kerja di seluruh dunia, rutinitas kerja telah menyisakan sedikit ruang untuk aktivitas fisik, meskipun teknologi berhasil menyederhanakan cara kita kerja. Mengapa furniture syndrome terjadi? Beberapa alasannya adalah:
1. Desain pekerjaan
Sebagian besar pekerjaan yang berada di kantor menggunakan komputer atau laptop, sehingga karyawan harus duduk berlama-lama mengerjakan tugas di depan layar laptop. Sebut saja, menyelesaikan laporan, menghadiri rapat virtual, dan membalas email yang semua itu dilakukan dengan di kursi. Budaya kerja yang menghargai jam kerja panjang di meja memperkuat kebiasaan ini, dampaknya hanya menyisakan sedikit waktu untuk bergerak.
2. Model kerja hibrida dan jarak jauh
Model kerja hibrida dan jarak jauh sejak pandemi menawarkan fleksibilitas, tetapi mengurangi pergerakan harian dan tidak perlu bepergian ke mana-mana. Saat pandemi, hal ini bisa mengurangi penularan COVID-19, tetapi sekarang ini karyawan enggan meninggalkan kursi. Studi menunjukkan, pekerja jarak jauh dan hibrida dapat duduk hingga dua jam lebih lama per hari daripada sebelumnya.
3. Desain tempat kerja
Desain tempat kerja yang buruk dapat menyebabkan masalah postur tubuh. Misalnya, kursi dan meja yang tidak ergonomis, layar rendah menyebabkan nyeri leher, dan ruang sempit mengakibatkan nyeri bahu kronis. Bahkan saat perusahaan menyediakan meja berdiri, banyak karyawan tidak menggunakannya dengan benar atau cenderung duduk dan berdiri bergantian yang tidak disarankan.
4. Kesalahpahaman tentang olahraga
Banyak karyawan berpikir bahwa berolahraga sebelum atau sesudah bekerja dapat “menghapuskan” waktu duduk. Namun, penelitian menunjukkan duduk tanpa gangguan dalam waktu lama tetap membahayakan tubuh, terlepas dari rutinitas olahraganya. Bergerak di siang hari adalah yang terpenting.
Baca juga: Kesehatan Dan Keselamatan Kerja: Manfaat & Praktik
Dampak dan 4 Solusi Bagi “Penderita” Furniture Syndrome
Duduk terlalu lama berpengaruh terhadap kesehatan fisik, seperti leher dan bahu nyeri, timbul rasa lelah, serta konsentrasi terganggu sehingga menyebabkan penurunan produktivitas. Survei Deloitte pada 2025 menemukan sebesar 62% karyawan mengalami penurunan fokus setelah duduk lebih dari dua jam tanpa istirahat.
Dampak dari furniture syndrome adalah karyawan mengalami gangguan otot dan tulang atau muskuloskeletal. Apakah Anda menderita nyeri otot? Apakah Anda harus melakukan perawatan karena leher dan tulang belakang sakit?
Kemungkinan besar mereka akan mengajukan cuti untuk berobat atau beristirahat. Kondisi tersebut akan meningkatkan ketidakhadiran dan biaya perawatan kesehatan yang harus ditanggung oleh perusahaan.
Pada kondisi ini, tak hanya karyawan yang dirugikan, juga perusahaan. Untuk mengurangi dampak furniture syndrome sekaligus meningkatkan produktivitas kerja, pemimpin dan tim HR perlu menyusun solusinya, yaitu:
1. Desain ulang ruang kerja
Manajemen dan tim HR perlu mendesain ulang ruang kerja yang mendorong karyawan untuk mendukung mobilitas atau bergerak. Misalnya, menempatkan printer, tempat sampah, atau tempat kopi lebih jauh dapat mendorong pergerakan. Anda juga bisa menyiapkan area berdiri agar karyawan berkumpul dan rehat sejenak dari rutinitas, sehingga mengurangi tensi pekerjaan. Untuk model kerja hibrida, tawarkan tip untuk menyiapkan meja kerja yang mendukung postur dan kenyamanan.
2. Dorong karyawan untuk beristirahat sejenak
Tim HR perlu mendorong karyawan untuk beristirahat sejenak, seperti berdiri dan peregangan sebentar atau berjalan ke dispenser untuk mengisi air. Jika perusahaan memungkinkan karyawan tidur siang, biarkan mereka menikmati istirahatnya sekitar 45–60 menit. Tim juga dapat mengadakan rapat singkat sambil berdiri atau memasang alarm agar karyawan konsisten menjaga perilaku tersebut.
3. Berikan contoh
Dalam mengurangi dampak furniture syndrome, pemimpin semua level perlu memberikan contoh kepada anggota timnya untuk bergerak aktif, seperti berdiri saat berdiskusi, menggunakan tangga daripada lift, istirahat di luar ruangan, atau menjadwalkan waktu reset singkat di antara rapat. Ketika mereka mencontohkan perilaku ini, karyawan akan merasa nyaman melakukan hal yang sama.
4. Perubahan perilaku
Memberikan peralatan pendukung kerja yang ergonomis saja tidak akan menyelesaikan masalah. Tim HR perlu mengombinasikannya dengan pelatihan yang dapat meningkatkan perubahan perilaku. Misalnya, pelatihan tentang postur, gerakan, dan rehat sejenak. Tim juga bisa mengadakan kegiatan employee engagement, seperti lomba badminton atau olahraga mingguan.
Artikel selanjutnya: 5 Contoh Kepemimpinan Buruk Menghancurkan Employee Engagement
Apa yang Dapat Dilakukan oleh Karyawan?
Selain perubahan dari sisi manajemen, tim HR juga dapat mendorong karyawan untuk mengubah kebiasaannya sehari-hari, yakni:
- Berdiri saat menelepon
- Atur pengingat untuk berdiri setiap 30-45 menit
- Regangkan bahu dan kaki secara teratur sepanjang hari
- Jalan-jalan sebentar setelah makan siang
- Menggunakan tangga sebagai pengganti lift jika memungkinkan
- Jalan ke meja teman untuk berdiskusi daripada melakukan percakapan melalui aplikasi pesan
Furniture syndrome bukan sekadar masalah fisik, juga efek dari pembentukan budaya kerja. Perusahaan perlu menyediakan solusi yang mendukung kinerja berkelanjutan dan kesejahteraan jangka panjang.

Leave a Reply