Sah-sah saja jika seseorang bergabung ke partai politik atau memiliki pandangan politik berbeda dari rekan kerja. Pasalnya, setiap warga negara berhak menggunakan hak politik.
Bagaimana jika terdapat karyawan yang membicarakan politik di tengah lingkungan kerja? Tak masalah jika pembicaraan itu bagian dari diskusi makan siang.
Tim HR dan manajer perlu memperhatikan ketika ada yang tidak nyaman dengan diskusi tersebut. Terlebih jika terjadi perdebatan sengit yang berpengaruh terhadap komunikasi tim.
Perbedaan Pandangan Politik Di Lingkungan Kerja
Perbedaan pandangan politik di lingkungan kerja adalah peristiwa nyata. Kondisi tersebut ada di sekitar kita, termasuk di lingkungan kerja.
Perdebatan semakin panas pada tahun politik, seperti pemilihan umum (pemilu), pemilihan presiden (pilpres), dan pemilihan kepala daerah (pilkada).
Biasanya, perbedaan akan selesai setelah pemilu usai. Namun terkadang hal itu memengaruhi hubungan keluarga maupun relasi antar karyawan.
Contohnya yang terjadi pada Nurullita, mantan karyawan PT. PPLA.
Ia melaporkan status kepegawaiannya ke Kementerian Ketenagakerjaan pada Maret 2019. Perusahaan telah melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) dengan Nurullita, karena perbedaan pandangan politik.
Bisakah perusahaan mem-PHK karyawan karena perbedaan pandangan politik?
Idealnya, organisasi berbadan hukum bebas dari keterlibatan politik. Organisasi atau perusahaan juga tidak akan ikut campur dalam pandangan politik karyawannya.
Dalam Undang-undang Cipta Kerja bagian Ketenagakerjaan, perusahaan tidak bisa mem-PHK karyawannya dengan alasan perbedaan pandangan politik. Pasal 153 ayat (1) huruf (i) tertulis:
Pengusaha dilarang melakukan pemutusan hubungan kerja kepada pekerja/buruh dengan alasan berbeda paham, agama, aliran politik, suku, warna kulit, golongan, jenis kelamin, kondisi fisik, atau status perkawinan.
Di beberapa perusahaan, manajemen memiliki peraturan mengenai keterlibatan politik karyawan. Bukan menghalangi karyawan menggunakan hak politiknya, tetapi mengimbau (terkadang ada yang melarang) mereka membawa atribut partai hingga membicarakan politik pada jam kerja.
Perbincangan politik memicu konflik di tempat kerja
Berdasarkan survei Society for Human Resource Management, diskusi politik sering memicu konflik di tempat kerja. Sebanyak 42% pekerja Amerika mengalami perselisihan politik di kantor dan 44% pekerja telah menyaksikan bahwa perselisihan terjadi dengan rekan kerja.
Selain itu, lebih dari sepertiga pekerja Amerika mengatakan tempat kerja mereka tidak inklusif dari perbedaan pandangan politik. Satu dari 10 orang pernah mengalami perlakuan berbeda karena perbedaan tersebut.
“Di tempat kerja saya tidak ada larangan karyawan berpolitik. Karyawan boleh bergabung di partai politik yang berafiliasi dengan perusahaan. Kalau di luar partai itu harus waspada,” cerita karyawan yang bekerja di perusahaan swasta di Jakarta, Kamis (11/11/2021).
Larangan Berpolitik Bagi PNS
Pemerintah mengeluarkan peraturan bahwa Pegawai Negeri Sipil (PNS) harus menjaga netralitas dalam Pemilu, Pilpres, serta Pilkada. Hal tersebut tercantum dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil.
Adapun larangan berpolitik bagi PNS antara lain, menjadi peserta kampanye dengan mengerahkan PNS lain dan mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan terhadap pasangan calon yang menjadi peserta Pemilu.
Presiden Joko Widodo mengatakan PNS yang terbukti melanggar peraturan menerima hukuman disiplin berat. Hukuman disiplin berat terdiri dari, penurunan jabatan setingkat lebih rendah selama 12 bulan, pembebasan dari jabatannya menjadi jabatan pelaksana selama 12 bulan, hingga pemberhentian dengan hormat.
Karyawan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Group juga dilarang terlibat politik. Menteri BUMN Erick Thohir melarang seluruh pejabat mulai dari direksi, dewan komisaris/dewan pengawas, hingga karyawan BUMN terlibat dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020.
Selain itu, Erick meminta pejabat dan karyawan BUMN untuk tidak menyewakan tempat kepada calon kepala daerah yang maju dalam Pilkada 2020. Mereka juga diminta untuk menghindari, menghentikan, dan/atau mengganti kegiatan-kegiatan yang berpotensi disalahgunakan dalam kegiatan politik praktis.
Leave a Reply