Keterlibatan Karyawan HRPods

Strategi Menjaga Interaksi Dan Keterlibatan Karyawan

Angesty Putri, M. Psi, Psikolog, CPC, menguraikan tentang bagaimana perusahaan mendorong interaksi dan keterlibatan karyawan.

Ini bertujuan untuk memberikan dukungan kesehatan mental di tengah model kerja hybrid. Termasuk membantu karyawan yang tengah mengalami masalah psikologi.

Psikolog lulusan Universitas Indonesia juga menjelaskan langkah perusahaan menghadapi perundungan di tempat kerja, Rabu (22/09/2021), melalui telekonferensi.

Interaksi Dan Keterlibatan Karyawan

Para ahli menyarankan bahwa interaksi harus dijaga. Kuncinya itu adalah interaksi dan keterlibatan karyawan terutama daily strategi.

Maksudnya, usahakan ada interaksi antar anggota tim. Ada yang modelnya, membagi tugas dan pekerjaan masing-masing dan tidak perlu bertemu karena hybrid.

Pemimpin boleh saja menjaga efektivitas kerja, tetapi interaksinya tetap perlu dijaga. Jangan sampai hilang sama sekali. Caranya, membagi tugas tetapi harus ada daily check-in seperti bertemu melalui video call.

Interaksi yang melibatkan komunikasi dapat menjaga keterlibatan karyawan. Jadi, mereka tetap merasa menjadi bagian tim atau merasa, “Bosku tetap menanyakan kabarku” atau “Teman-temanku masih nyemangatin aku.”

Pemimpin bisa mencontohkan ke anggota timnya untuk bertanya kabar atau mengajak makan bersama meski pesan makanannya masing-masing, tetapi itu upaya dari menjaga interaksi.

3 Langkah Membantu Karyawan Bermasalah

Menjaga interaksi dan keterlibatan karyawan juga dapat diaplikasikan untuk membantu karyawan yang sedang mengalami masalah psikologi. Adapun langkahnya:

Pertama, observasi. Pemimpin atau HR dapat mengobservasi karyawan selama seminggu hingga dua minggu terakhir sambil menjaga interaksi dengan mereka.

Kedua, bertanya. Ketika ada perubahan perilaku dari karyawan, pemimpin mempunyai wewenang untuk bertanya.

Ada pemimpin yang buru-buru bertanya, “Ada apa? Cerita dong?” Nah, terkadang orang dengan masalah kesehatan mental tidak bisa langsung bercerita ke orang lain.

Sebelum cerita, dia harus merasa aman dan percaya dengan orang lain. Jadi, pemimpin atau HR memerlukan pendekatan bertahap.

Ketiga, pendengar yang baik. Selain melakukan pendekatan, pemimpin dapat menjadi pendengar yang baik. Dia bisa menyampaikan saran atau solusi, tetapi sifatnya mencari tahu apa yang terjadi.

Kalau masalah karyawan di luar kewenangan atau termasuk gejala psikologis yang ekstrim, seperti berbicara kacau, menggunakan narkoba, persoalan di rumah cukup berat, memiliki trauma, pemimpin perlu merujuknya ke profesional. Kecuali di divisi HR ada psikolog yang bisa meng-handle masalah tersebut.

Kasus COVID-19 sedang tinggi adalah salah satu kondisi berat bagi karyawan. Mereka menyaksikan temannya meninggal atau ada rekan satu tim yang bekerja sama bertahun-tahun sakit, lalu meninggal dua hari kemudian.

Kondisi itu shocking banget buat sebagian besar karyawan. Satu kantor menjadi sedih dan gloomy. Namun, mereka sadar bahwa mereka membutuhkan bantuan. Kalau HR belum punya sistem, mereka akan merujuk untuk konseling ke psikolog.

Karyawan Butuh Bantuan, Tetapi Terima Perundungan

Jika terjadi bullying atau perundungan pada karyawan yang membutuhkan bantuan, maka yang penting adalah menyamakan pemahaman terlebih dahulu.

Menyamakan pemahaman dari atas sampai bawah, bahwa mental health ini penting.

Sebagai HR, kalau kita memarahi pemimpin, “Jangan di-bully karyawan yang cerita masalahnya,” tetapi dia tidak mengerti dan mengatakan, “Dia bermental tempe, harusnya dia bisa kerja dengan keras karena industri kita keras,’ itu menjadi pekerjaan rumah kita.

Bagaimana cara meminta pemimpin membantu anggota timnya kalau belum mempunyai pemahaman sama?

Pemahaman satu suara itu penting banget. Kalau belum satu suara akan susah mengaplikasikannya, karena akan ada dua kubu pro dan kontra.

Di antara karyawan ada yang bilang boleh cerita tentang kondisi mental, ada yang bilang tidak boleh. Hal itu membuat karyawan merasa tidak secure, padahal mereka membutuhkan rasa itu.

Biasanya, pemahaman berangkat dari top management dahulu, lalu mereka membuat regulasi.

Regulasi tersebut menyatakan bahwa perusahaan aware dengan mental health issue. Perpanjangan tangan untuk meneruskan pesan yang sama ke karyawan adalah tim HR.

Berikutnya, HR membangun kesadaran bahwa semua orang memerlukan bantuan jika memiliki masalah psikologis. Kemudian HR mengedukasi manajer atau supervisor dan mengarahkan mereka untuk tidak mem-bully karyawan.

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *