Perusahaan perlu memahami kebutuhan pencari kerja di tengah pasar tenaga kerja yang kompetitif.
Pasalnya, pandemi COVID-19 hingga quiet quitting membuat karyawan mengevaluasi kembali karier profesional mereka.
Di antara mereka, ada yang beralih pekerjaan, berpindah industri, pensiun dini, atau memulai bisnis sendiri. Bahkan mereka tidak ragu untuk berhenti bekerja dan mulai mengatur kehidupan pribadinya.
Kondisi tersebut membuat perusahaan cukup sulit merekrut pencari kerja yang berpengalaman dan terampil.
Di internal, perusahaan menghadapi peningkatan turnover karyawan. Untuk meretensi karyawan terbaik, perusahaan mengandalkan penambahan kompensasi dan benefit.
Namun, usaha itu akan sia-sia jika perusahaan tidak mampu memahami pencari kerja sekaligus karyawan saat ini. Karena hasil akhir pemahaman bukan untuk mereka, melainkan mendukung tujuan perusahaan.
Memahami Pencari Kerja Di Lima Kelompok
Penelitian McKinsey pada awal 2022 melihat bahwa terdapat ketidaksesuaian mendasar antara permintaan perusahaan terhadap kandidat dengan jumlah pekerja yang tersedia.
Di sisi lain, konsultan manajemen tersebut mengidentifikasi pekerja di enam negara memiliki prioritas beragam terhadap tempat kerja mereka.
Penelitian memperlihatkan terdapat lima persona karyawan yang harus dipahami oleh perusahaan. Tim HR dapat memahami persona ini untuk memperlancar perekrutan pencari kerja ideal.
#1 The traditionalist
The traditionalist merupakan orang-orang yang berorientasi pada karir, peduli dengan work-life balance, sekaligus bersedia melakukan pertukaran demi pekerjaan mereka.
Mereka termotivasi untuk bekerja full time di perusahaan besar dengan paket kompensasi dan benefit yang kompetitif, jabatan bagus, status di perusahaan, dan kemajuan karir.
Kaum tradisionalis lebih menghindari risiko, cenderung bertahan dengan perusahaan, serta pantang resign tanpa memiliki pekerjaan pengganti. Jika mereka telah meninggalkan perusahaan Anda, kemungkinan besar mereka bersedia kembali dengan gaji yang lebih tinggi.
Dari kacamata perusahaan, mereka lebih menyukai kelompok tradisionalis karena mudah menemukannya melalui strategi rekrutmen secara umum. Termasuk memberikan program retensi karyawan.
Sayangnya, kehadiran kelompok ini tidak dalam jumlah cukup tinggi.
Belum lagi, perusahaan pesaing yang menawarkan promosi dan gaji lebih tinggi kepada pencari kerja. Meski hal itu berkontribusi terhadap inflasi upah.
#2 The do-it-yourselfer
Kelompok ini besar orang yang menghargai fleksibilitas tempat kerja, pekerjaan yang bermakna, dan kompensasi sebagai motivasi utama. Bahkan kelompok ini berpotensi untuk menjadi the traditionalist.
The do-it-yourselfer adalah mereka yang berusia 25 hingga 45 tahun yang menjalankan usaha sendiri, pekerja penuh waktu dalam peran nontradisional, gig worker, hingga paruh waktu.
Mereka sangat menginginkan fleksibilitas. Keputusan itu adalah dampak pandemi COVID-19, seperti stres, manajer toksik, dan perasaan tidak dihargai oleh atasan, sehingga menginginkan untuk otonomi di tempat kerja. Tujuannya agar mereka bebas mengatur jam kerja serta jenis pekerjaan.
Perusahaan kemungkinan akan kesulitan merekrut pencari kerja bertipe ini. Karena Anda harus menunjukkan bahwa penawaran perusahaan lebih baik dibanding sistem kerja ciptaan mereka.
Jika kandidat pilihan Anda mengadaptasi gaya the do-it-yourself, maka pikirkan untuk memberikan kebebasan kerja dan paket kompensasi di luar yang ia miliki.
CEO Airbnb Brian Chesky, misalnya. Ia mengumumkan bahwa karyawan perusahaan dapat work from anywhere (WFA) dan menghapus gagasan gaji berbasis lokasi. Beberapa hari setelah itu, halaman rekrutmen Airbnb menerima lebih dari satu juta pengunjung.
#3 The caregiver
The caregiver ialah mereka yang memutuskan untuk berdiam diri di rumah. Namun, di antara mereka ada pencari kerja yang aktif dan pasif.
Karakteristik mereka berusia 18 dan 44 tahun, lebih banyak perempuan daripada laki-laki, serta sebagian besar sudah memiliki anak. Mereka akan termotivasi untuk kembali bekerja dengan kompensasi memadai, seperti fleksibilitas kerja, dukungan kesehatan, hingga pengembangan karier.
Pencari kerja tipe the caregiver siap berkontribusi untuk perusahaan. Dengan syarat, perusahaan memiliki kebijakan yang mendukung mereka untuk mengasuh anak, orang tua, atau diri sendiri.
Bila Anda mengetahui ada kandidat tepat seperti ini, tak ada salahnya untuk menawarkan opsi bekerja paruh waktu, jam kerja fleksibel, memberikan parental leave, dan lainnya.
Google, Cisco Systems, dan Patagonia telah menawarkan tunjangan karyawan seperti penitipan anak di tempat, terapi fisik, dan subsidi layanan kebersihan rumah.
#4 The idealist
The idealist berisikan pelajar atau pekerja paruh waktu, berusia 18 hingga 24 tahun, dan terbebani tanggungan–utang atau nonutang–.
Sama seperti the caregiver, kelompok ini menekankan fleksibilitas kerja, pengembangan karier, dan pekerjaan yang bermakna. Mereka juga menginginkan rekan kerja yang dapat diandalkan dan suportif.
The idealist berpotensi menciptakan lingkungan kerja yang beragam dan inklusif, karena mereka lebih mudah menghargai keragaman.
Perusahaan yang tertarik merekrut pencari kerja the idealist, tawarkanlah kemudahan. Sebut saja fleksibilitas kerja, mengakomodasi biaya pendidikan, dan memiliki program pengembangan karier.
Perusahaan juga perlu berinvestasi terhadap interaksi karyawan yang akan membangun budaya kerja berkualitas.
#5 The relaxer
Berbeda dengan the idealist, the relaxer justru tidak begitu mengutamakan karier.
Kelompok ini diisi oleh beragam kalangan. Mulai dari pensiunan, bukan pencari kerja, dan pencari kerja yang kemungkinan akan kembali ke pekerjaan tradisional pada kondisi yang tepat.
Seperti pekerja yang pensiun dini saat pandemi, mereka telah menyelesaikan karier tradisional dan tidak membutuhkan lebih banyak uang untuk hidup nyaman. Pandemi yang berangsur membaik ikut mendorong mereka perlahan-lahan kembali bekerja.
Karena sebagian besar dari mereka merasakan efek inflasi dan kebutuhan hidup semakin tinggi. Sisanya, mereka tertarik dengan penawaran gaji yang lebih tinggi.
4 Fokus Perusahaan Terhadap Karyawan
Pandemi COVID-19 menjadi tantangan bagi perusahaan. Tak hanya soal bisnis, tetapi juga merekrut sekaligus mempertahankan karyawan.
Karyawan dan pencari kerja pun menghadapi tantangannya selama pandemi. Cara pandang mereka tentang pekerjaan serta perusahaan telah berubah.
Di sisi lain, tuntutan pasar tenaga kerja berubah yang belum pernah terjadi sebelumnya. Untuk merespons kondisi kondisi di atas, perusahaan harus fokus pada kepada karyawan. Baik karyawan baru maupun lama.
Fokus EVP tradisional
Perusahaan dapat berfokus untuk mempertajam employee value proposition (EVP) tradisional. Sebut saja jalur karier karyawan, kompensasi dan benefits, atasan yang baik, serta reputasi perusahaan positif.
Bangun EVP nontradisional
Selain itu, perusahaan dapat membangun EVP nontradisional.
Hal ini mengingat pasar tenaga kerja akan selalu baru, sehingga perusahaan perlu membuat hal-hal yang relevan. Misalnya, fleksibilitas kerja, program kesehatan mental, dan nilai proposisi yang lebih kreatif serta personal.
Memperluas talent pool
Perusahaan dapat memperluas pendekatan talent pool. Karena beberapa karyawan nontradisional tidak aktif mencari kerja, tetapi ia akan menerima jika ada tawaran yang tepat.
Memberikan makna
Untuk menggaet pencari kerja berkualitas atau mempertahankan karyawan berprestasi tak hanya memberikan gaji dan tunjangan tinggi.
Namun, berikan karyawan poin-poin konkret yang lebih bermakna agar mereka sulit meninggalkan perusahaan.
Tim HR dapat menunjukkan bahwa mereka berkontribusi tak hanya dalam bagi perusahaan tetapi skala nasional, bentuk tim solid, serta bangun relasi karyawan yang kuat.
Penutup
Pandemi COVID-19 telah mengubah konstelasi tenaga kerja. Tentu, perubahan demografi ikut berkontribusi di dalamnya.
Salah satu hal yang paling terasa adalah kehadiran kelompok pencari kerja dengan karakteristik masing-masing. Kondisi itu menunjukkan bahwa tidak ada solusi tunggal untuk merekrut pencari kerja andal. Begitu pula dengan cara mempertahankan karyawan produktif.
Perusahaan justru harus mengambil pendekatan multifaset dalam proses rekrutmen. Jika diperlukan, berdiskusi dengan professional di bidang rekrutmen juga bisa jadi pilihan baik.
Leave a Reply