Gen Alpha dan tim HR HRPods

HR Harus Bersiap Hadapi Karyawan Gen Alpha, Ini 3 Kiatnya

Sebagian dari tim HR (mungkin) masih pusing menghadapi cara kerja dan pola pikir karyawan Gen Z. Menurut survei Glassdoor, karyawan Gen Z tidak ragu untuk berpindah dari satu perusahaan ke perusahaan lain karena hal itu bermanfaat bagi perkembangan karier mereka.

Mereka enggan bergantung pada tempat kerja sekarang. Alasannya, kondisi ketenagakerjaan dan sifat pekerjaan berubah signifikan jika dibandingkan 10 tahun yang lalu. Itu tentang cara kerja Gen Z.

Bagaimana dengan generasi selanjutnya? Tim HR harus mempersiapkan diri untuk menghadapi angkatan kerja terkini, Gen Alpha. Mereka sebentar lagi memasuki dunia profesional–paling tidak, mereka menjalani masa magang terlebih dahulu. 

Siapa Itu Gen Alpha? 

Generasi Alpha merupakan orang-orang lahir antara 2010 hingga 2025. Pada umumnya, generasi ini memiliki orang tua yang berasal dari generasi Milenial, maka mereka juga bisa disebut Mini Milenial. 

Jadi, tak mengherankan jika kebiasaan mereka seperti orang tua Milenial, seperti menggunakan media sosial untuk berbagi informasi, terbiasa dengan layanan pengaliran musik dan video, hingga terpapar efek dari artificial intelligence (AI). Mulai dari voice assistant seperti Siri atau Alexa dan AI generatif ChatGPT atau Gemini. 

Dengan kata lain, Gen Alpha terlahir daring sejak dini. Periset menyebut generasi ini dengan Gen C atau Generation COVID. Pasalnya, mereka adalah generasi pertama yang tumbuh ketika dunia tersentuh oleh pandemi COVID-19. Dengan demikian, pandemi mempercepat tren teknologi pada Gen Alpha. Sebut saja, mengalami sekolah jarak jauh, berkomunikasi dengan alat digital, dan lebih banyak menghabiskan waktu di rumah bersama orang tua selama pandemi. 

Berdasarkan World Economic Forum, karyawan Milenial, Gen Z, dan Gen Alpha akan menguasai 80% pasar tenaga kerja pada 2034. Mereka diperkirakan akan memasuki dunia kerja pada 2028. 

“Organisasi, profesional, dan HR harus benar-benar peka, karena ini bukan tentang mengenal generasi lalu menyimpannya selama lima atau 10 tahun. Kita harus terus-menerus meninjau kembali percakapan ini dan mencoba memahami nuansa setiap generasi,” ujar Ryan Jenkins, pakar generasi dan penulis The Generation Z Guide dan The Millennial Manual.

Masa-masa pembentukan generasi, lanjut Jenkins, memberikan petunjuk penting bagi praktisi HR agar Anda dan tim dapat mempersiapkan diri menghadapi tenaga kerja di masa depan.

Baca juga: Produktivitas Kerja Bagi Gen Z: Masa Depan Perusahaan

Apa yang akan Terjadi Dengan Gen Alpha?

Perilaku Gen Alpha bukan hal baru

HR Brew menuliskan bahwa riset generasi bukanlah hal baru dalam lingkup profesional. Sean Lyons, profesor kepemimpinan dan manajemen sekaligus dekan asosiasi penelitian dan studi pascasarjana di University of Guelph di Kanada, telah mempelajari generasi di tempat kerja sejak 1990-an. 

Pemimpin dapat berteori tentang apa yang dapat diharapkan oleh HR dari Gen Alpha di tempat kerja. Dengan catatan, mereka mempertimbangkan pengaruh yang membentuk tahun-tahun formatif mereka.

Bagi Lyons, orang-orang tidak benar-benar berbeda. Mereka hanya bereaksi terhadap masa yang berbeda dan tahap tertentu dalam hidup mereka. Hanya saja mereka menjalani hidup di panggung yang sangat berbeda dibandingkan 20 tahun yang lalu. Jadi sikap mereka berbeda, karena mereka bereaksi terhadap sesuatu yang baru. 

Apa yang akan terjadi dengan Gen Alpha? 

Lyons menjelaskan bahwa teknologi dapat menghambat keterampilan komunikasi dan perilaku seseorang. Jadi, tidak mengherankan, ada generasi orang tua yang menerapkan aturan ketat terhadap teknologi. Hal itu dilakukan supaya kita memiliki generasi yang benar-benar mendapatkan manfaat dari berbagai perkembangan keterampilan interpersonal yang mereka dapatkan di masa penting tersebut. 

Sekadar ilustrasi, Milenial tumbuh dewasa di era internet dan ponsel pintar. Gen Z tumbuh besar bersama media sosial dan platform komunikasi jarak jauh. Gen Alpha tumbuh bersama AI generatif. Teknologi tersebut membentuk keterampilan interpersonal dan sosiologi mereka. 

Selain tentang keterampilan komunikasi, Gen Alpha membentuk pandangannya terhadap dunia serta iklim politik dan ekonomi. Memang, Gen Z telah mengalami transisi dari masa dewasa ke dunia kerja. Namun, ini adalah masa suram bagi Gen Alpha. Mereka memiliki jejak rekam yang beresonansi dalam perjalanan hidup, sehingga mereka menjadi skeptis dan sinis. 

Artikel lainnya: 5 Masalah Ketenagakerjaan di Indonesia dan Solusi Kolaboratif

3 Kiat Melakukan Perencanaan Tenaga Kerja Masa Depan

Saat menghadapi angkatan kerja terkini, Jenkins menyarankan para pemimpin untuk berfokus pada alasan di balik bagaimana pekerjaan diselesaikan, bukan pada cara penyelesaiannya. 

1. Berpegang pada alasan

Jadi, Anda harus berpegang teguh pada misi organisasi atau alasannya, sekaligus terbuka terhadap pendekatannya. Artinya, kalimat seperti, “Pola kerja seperti ini selalu kita lakukan” sudah tidak relevan bagi mereka. Perusahaan harus memikirkan cara-cara untuk memanfaatkan kekuatan unik generasi tersebut tanpa mengorbankan alasannya dan mengapa organisasi atau tim ini ada.

2. Hindari stereotipe 

Pemimpin harus tetap berpikiran terbuka tentang Gen Alpha. Anda juga harus menghindari stereotipe terhadap mereka, seperti Gen Apha malas, merasa si paling berhak, dan etos kerja mereka buruk. Pemimpin dan karyawan senior harus mempertimbangkan gaya komunikasi Gen Apha yang konyol, seperti 6-7 atau skibidi toilet. Dengan memahami cara mereka berkomunikasi, hal itu akan memengaruhi hubungan mereka dengan generasi yang lebih tua di tempat kerja. 

3. Pahami preferensi kerja 

Gen Alpha akan memiliki preferensi kerja campuran, karena mereka dipengaruhi oleh Gen Z dan Milenial. Karyawan Gen Z adalah penduduk asli digital, sedangkan Gen Alpha akan menjadi penduduk asli AI. Gen Z memprioritaskan fleksibilitas dan keseimbangan kehidupan kerja, sementara itu Gen Alpha memandang hal ini sebagai taruhannya. Kondisi ini perlu dipahami oleh pemimpin dan tim HR untuk menawarkan model kerja jarak jauh dan mendorong kolaborasi lintas divisi agar mereka berkontribusi terhadap perusahaan sekaligus masyarakat. 

Lyons mengatakan Gen Alpha memiliki prospek baik di dunia kerja, karena mereka akan memiliki pemimpin Gen Z yang dapat membuat tempat kerja lebih baik. Mereka menghadapi dunia yang rumit dan tidak memiliki kesempatan seperti yang dimiliki oleh Milenial, sehingga mereka mengalami tantangan kesehatan mental, seperti kecemasan dan depresi. 

Jadi, Anda juga perlu memiliki empati atau menempatkan diri di posisi mereka guna mengembangkan tenaga kerja masa depan.


by

Tags:

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *