Tak sedikit pihak mengkhawatirkan romansa di tempat kerja. Jika karyawan terlibat hubungan personal dengan rekan kerja, apakah hal itu berpengaruh negataif terhadap kinerja tim atau sebaliknya.
Kalau seorang manajer memiliki kisah romansa dengan salah satu anggota timnya, apakah akan ada perlakuan pilih kasih atau mereka tetap bekerja profesional.
Jika romansa di tempat kerja menjadi perhatian karyawan dan manajer, sebaiknya tim HR menyusun kebijakannya untuk melindungi bisnis sekaligus hak karyawan.
Studi Kasus Dari McDonald’s
McDonald’s mengumumkan bahwa perusahaan memecat Steve Easterbrook sebagai CEO pada November 2019.
Pemecatan terjadi karena Easterbrook melanggar kebijakan perusahaan dengan menjalin consensual relationship dengan seorang karyawan. Perilaku itu membuat Easterbrook melakukan penilaian buruk dalam organisasi.
Pada Agustus 2020, McDonald’s menuntut Easterbrook karena menyembunyikan bukti, berbohong, dan menipu berkaitan dengan hubungan pribadinya.
Diketahui bahwa ia terlibat romansa dengan tiga karyawan perusahaan waralaba. Bahkan perusahaan menuduhnya telah menghibahkan saham senilai ratusan ribu dolar kepada salah satu karyawan yang dikencaninya. Ini adalah upaya Easterbrook agar sang karyawan merahasiakan hubungan mereka.
McDonald’s memiliki non-fraternization policy (no-dating policy) atau kebijakan larangan berkencan dengan bawahan langsung atau tidak langsung. Kebijakan ini berlaku pada CEO.
Kim Elsesser menuliskan kisah Easterbrook dengan menggambarkan beberapa konsekuensi yang tidak diinginkan dari larangan romansa di tempat kerja.
Teori reaktansi mengatakan, jika Anda mengambil kebebasan dasar orang lain (seperti romansa), ia akan termotivasi untuk membangunnya kembali.
Penelitian terhadap pasangan muda menunjukkan bahwa semakin orang tua tidak menyetujui hubungan percintaan mereka, mereka semakin bertekad untuk mengejarnya.
Melarang romansa di tempat kerja pun bisa memiliki hasil yang sama. Pelarangan ini membuat hubungan tersebut semakin menarik.
Menyusun Kebijakan Romansa Di Tempat Kerja
Dalam Undang-undang Cipta Kerja Pasal Bagian Ketenagakerjaan, pasal 153, menyebutkan:
Pengusaha dilarang melakukan pemutusan hubungan kerja kepada pekerja/buruh dengan alasan:
(d) menikah;
(f) perkawinan dengan pekerja/buruh lainnya di dalam satu perusahaan;
Berdasarkan UU di atas, tak ada larangan jika ada karyawan berpacaran. Bahkan ketika karyawan menikahi rekan kerjanya, perusahaan tidak boleh memecat mereka.
“Kita tidak akan melarang karyawan pacaran, tetapi kinerjanya harus sesuai objective, mencapai KPI atau OKR. Ketika kita sudah memperingatkan mereka seperti itu, tetapi performanya turun, kita bisa melakukan langkah selanjutnya. Misal memindahkan salah satu dari mereka ke departemen lain,” ujar Radjito, HR di perusahaan logistik, Sabtu (09/10/2021).
Apakah perusahaan Anda telah memiliki kebijakan yang berhubungan dengan romansa?
Jika belum, ini saat yang tepat bagi tim HR dan manajemen membuat kebijakan tersebut. Langkah penyusunan kebijakan di bawah dapat menjadi referensi untuk Anda dan tim.
1. Jelas dan spesifik
“Kebijakan harus jelas di awal,” informasi dari Mayaasari, HR Manager di perusahaan keuangan nonbank, Senin (25/10/2021).
Perusahaan dapat membuat kebijakan jelas dan spesifik mengenai romansa di tempat kerja. Hal ini tak hanya sebagai langkah preventif menghadapi penurunan produktivitas kerja, juga mencegah tindakan pilih kasih, penyalahgunaan jabatan, pelecehan seksual, dan lainnya.
Contoh kebijakannya:
- Karyawan harus jujur jika mereka berpacaran dengan rekan kerja
- Larangan berpacaran dengan rekan satu tim
- Larangan menjalin romansa dengan bawahan
Jelaskan kepada karyawan tentang tujuan kebijakan tersebut. Tujuannya adalah mengawasi kinerja perusahaan dan memastikan karyawan tidak dirugikan atas hubungan romansanya atau mencegah hal-hal tak diinginkan.
2. Program edukasi karyawan
Masukkan program edukasi consensual relationship ke dalam kebijakan. Program berisi tentang informasi perilaku karyawan sesuai budaya perusahaan, menanggapi ketertarikan lawan jenis, hingga mengidentifikasi dan menanggapi kasus pelecehan.
3. Love contract
Jika ada kebijakan karyawan wajib mengungkapkan jalinan romansa mereka, HR perlu menyusun love contract. Ini adalah kontrak yang harus ditandatangani oleh dua karyawan yang terlibat romansa.
Kontrak menjelaskan bahwa hubungan mereka berdasarkan suka-sama-suka, hubungan tak akan memengaruhi kinerja, dan mematuhi semua kebijakan perusahaan.
4. Aturan PDA
Dalam kebijakan, HR dan manajemen harus mengatur mengenai public displays of affection (PDA) atau bermesraan lingkungan di kantor, seperti berpegangan tangan, memeluk, dan mencium pasangan. Aturan ini untuk menciptakan rasa nyaman kepada semua karyawan.
5. Rotasi pekerjaan
“Rotasi pekerjaan diperlukan kalau posisi mereka rawan. Misalnya posisi karyawan cewek divisi finance, posisi karyawan cowok divisi marketing. Itu pasti ada conflict of interest di masing-masing divisi. Jadi meskipun mereka pacaran, perusahaan punya hak untuk merotasi si finance ke divisi lain. Kenapa? Karena posisi finance cukup rawan,” Maya menjelaskan tentang kebutuhan rotasi pekerjaan.
Konflik kepentingan terjadi ketika kepentingan pribadi bercampur dengan tugas dan tanggung jawab resmi yang dimiliki oleh seseorang. Bentuknya berupa penyalahgunaan kekuasaan, kolusi, dan pengambilan keputusan yang tidak adil.
Penutup
Pengacara tenaga kerja Ruby Dinsmore dari Slater and Gordon, mengatakan perusahaan melarang hubungan romansa atau mengharuskan karyawan mengungkapkan status hubungannya dengan rekan kerja telah menjadi hal biasa.
Beberapa orang melihat hal tersebut sebagai pelanggaran privasi. Namun, perusahaan juga memiliki kepentingan untuk melindungi bisnis.
Leave a Reply