Sejak kemunculan ChatGPT pada November 2022, banyak pihak yang mengembangkan generatif artificial intelligence (AI). Teknologi ini tak hanya digunakan oleh industri kreatif, tetapi hampir semua industri, fungsi, maupun posisi memanfaatkan kehadiran genAI, termasuk human resources (HR).
Bagi HR, genAI adalah “rekan kerja” untuk menyelesaikan tugas dengan cepat. Bahkan tak sedikit tools HR mengadaptasi AI agar operasional lebih efektif. Memang, bukan hal baru bagi HR mengalami transformasi teknologi, tetapi kondisi ini mendorong kita untuk berfokus menumbuhkan pola pikir inovatif, tahan banting, dan resilient.
Di samping itu, HR juga menghadapi dinamika tenaga kerja beserta ketidakpastian ekonomi dan pergeseran demografi. Dinamika tersebut memunculkan model kerja “baru” (hibrida atau jarak jauh), kehadiran karyawan antargenerasi, hingga kondisi ekonomi yang kurang ramah bagi pekerja. Untuk membantu fungsi SDM beradaptasi dengan perubahan, AIHR memberikan pandangan tentang tren HR 2025 sehingga tim HR dapat berkontribusi terhadap tujuan perusahaan.
11 Tren HR 2025
1) Adaptasi AI
Kini, banyak karyawan menggunakan AI untuk membantu pekerjaan, meski ada yang khawatir peran mereka tergantikan oleh teknologi. Faktanya adalah perkembangan AI masih di tahap awal, sehingga ketika generasi AI berikutnya dirilis, versi sebelumnya akan menjadi usang.
Tak mengherankan jika tren HR 2025 masih seputar adaptasi AI. Tim HR dapat merespons perubahan itu dengan meningkatkan keterampilan kerja karyawan, mendesain ulang pekerjaan, dan memastikan semua proses perubahan perusahaan terhadap AI berjalan lancar.
2) Integrasi AI dan HR
AI mampu mengubah lanskap industri, perusahaan, dan fungsi atau peran karyawan. Sebut saja perubahan cara dan proses kerja dengan cepat, tetapi belum banyak profesional HR yang mengintegrasikan AI ke dalam alur kerja mereka.
Sebesar 76% profesional HR percaya bahwa perusahaan mereka berisiko tertinggal jika tidak mengintegrasikan teknologi AI dalam 12 hingga 18 bulan ke depan. Apa penyebab hal itu? Di antaranya adalah keterampilan digital yang tidak memadai, ketidakpastian tentang alat yang cocok, sumber daya terbatas untuk mengaudit atau mengoreksi algoritma AI, dan kurang kejelasan tentang potensi manfaat AI di HR. Pada tahun mendatang, keputusan tim HR untuk mengintegrasikan AI terhadap fungsi kerja akan memengaruhi kinerja mereka.
3) Perencanaan tenaga kerja berdasarkan keterampilan
Seiring kemunculan teknologi baru, keterampilan yang dibutuhkan di tempat kerja berubah dengan cepat, sehingga menyebabkan ketidaksesuaian antara keterampilan karyawan terhadap persyaratan dari perusahaan. Ironisnya, perusahaan gagal mengatasi kesenjangan keterampilan secara proaktif.
Berdasarkan laporan Future of Job 2023, pengusaha meyakini 44% keterampilan pekerja akan terganggu pada 2030 dan enam dari 10 karyawan akan memerlukan pelatihan tambahan sebelum 2027. Untuk menjembatani skill gap, perusahaan harus benar-benar memikirkan kembali pendekatan terhadap manajemen tenaga kerja jika tak ingin ada gangguan operasional besar-besaran, yakni:
- Pemimpin harus mengidentifikasi keterampilan penting yang dibutuhkan saat ini dan di masa mendatang
- Mengantisipasi cara memanfaatkan keterampilan seiring dengan perkembangan pekerjaan
- Mengembangkan strategi yang lebih efektif untuk menarik, memelihara, dan mempertahankan bakat dengan keahlian yang tepat
Baca juga: 7 Alasan Perusahaan Menggunakan Recruitment Agency
4) Pemberdayaan blue-collar dan new-collar
Mengapa keberadaan blue-collar dan new-collar dianggap sebagai tren HR 2025? Karena terdapat permintaan tenaga kerja terampil, baik di bidang perdagangan tradisional maupun hi-tech terus meningkat. Kondisi ini dipicu oleh:
- Permintaan tinggi untuk keterampilan yang memerlukan tenaga fisik, seperti memasang dan memperbaiki peralatan lift hingga pembangkit listrik
- Loker perusahaan manufaktur meningkat 46% sedangkan perusahaan teknologi terbatas
- Biaya kuliah dan utang pinjaman mahasiswa meningkat, sehingga semakin banyak anak muda memilih bekerja mengandalkan keterampilan tangannya
Peningkatan pekerja dari dua kelompok ini mendorong tim HR untuk mengembangkan strategi pemberdayaan dan dukungan tenaga kerja new-collar dan blue-collar melalui rekrutmen, onboarding, management workforce, dan penggunaan teknologi yang tepat guna meningkatkan produktivitas dan kepuasan kerja mereka. Tim juga perlu mempertimbangkan desain kerja, seperti fleksibilitas, tanggung jawab pekerjaan, serta peralatan fisik dan teknologi untuk melaksanakan tugas.
5) Rangkul tenaga kerja senior
Saat ini, tak sedikit perusahaan yang memiliki empat hingga tiga angkatan kerja. Tak jarang, keragaman mereka menimbulkan friksi atau keuntungan bagi tim. Bagi perusahaan yang menyadari perubahan ini, Anda berpeluang meningkatkan produktivitas, yakni:
- Memanfaatkan keterampilan pekerja senior
- Memperkuat keberagaman generasi
- Memfasilitasi transfer pengetahuan
- Meningkatkan dinamika tim
- Menunjukkan kepada pelanggan yang menua bahwa perusahaan menghargai gaya hidup mereka
6) Optimalkan kesetaraan gender
Sebanyak 95% perempuan percaya bahwa meminta pekerjaan yang fleksibel akan berdampak negatif pada peluang mereka untuk dipromosikan dan mereka hanya menduduki 28,2% posisi manajemen secara global. Pengusaha juga tidak cukup memperhatikan tantangan kesehatan pekerja perempuan, padahal dunia usaha mempunyai kekuatan untuk berkontribusi dalam perubahan kesetaraan gender berkelanjutan.
Misalnya, Starbucks mencapai kesetaraan upah bagi mitranya di AS pada 2018 dan terus berupaya melakukannya di seluruh dunia, sehingga menjadi contoh bagi perusahaan lain. Terlepas dari upaya perusahaan, kemajuan dalam kesetaraan perempuan tidak dapat dianggap remeh. Upaya ini mendorong kemajuan internal dan pencapaian masyarakat yang lebih luas.
Artikel selanjutnya: Hak Perempuan Di Tempat Kerja Ini Perlu HR Ketahui
7) Kecemasan berorganisasi
Pada 2025, hubungan antara pemberi kerja dan karyawan diperkirakan akan kembali mencemaskan, tetapi kondisi tersebut lebih menguntungkan perusahaan. Ini karena tekanan ekonomi dan ketidakpastian pasar kerja memberikan perusahaan lebih banyak kendali.
Memang, upaya tersebut dapat menstabilkan bisnis, tetapi berisiko menyebabkan karyawan kehilangan keterlibatan dalam jangka panjang, terlebih jika perusahaan gagal mengatasi kecemasan yang meningkat dan mempertahankan hubungan yang bermakna dengan karyawan. Jadi, tim HR dapat membantu bisnis agar fokus menciptakan tempat kerja yang adaptif dan tangkas, sembari mengembangkan strategi guna mengantisipasi tantangan dan peluang di masa depan.
8) Strategi dan eksekusi HR
Strategic HR sering kali dipandang sebagai puncak pekerjaan, pelaksanaan kebijakan, dan inisiatif HR yang dianggap sama pentingnya bagi keberhasilan perusahaan. Namun, sebagus apa pun strategi HR tetapi tidak terwujud, hal itu akan menjadi kesia-siaan.
Jadi, tim HR harus mewujudkan ide-ide strategis menjadi sesuatu hasil yang dapat ditindaklanjuti, seperti memberikan arahan dan tujuan jangka panjang kepada perusahaan. Tim juga perlu memastikan keberhasilan inisiatif melalui kebijakan, proses, dan praktik sehari-harian yang selaras dengan semua karyawan.
9) Fungsi HR dalam operasional
93% CHRO secara rutin menghadiri rapat dewan direksi dan 43% melaporkan peningkatan interaksi mereka dengan dewan direksi. Namun, masih terdapat kesenjangan antara potensi strategis HR dan kontribusinya terhadap hasil bisnis. Untuk menutup kesenjangan ini, fungsi HR harus:
- Tertanam ke dalam proses operasional dan pengambilan keputusan tim sehari-hari
- Memastikan solusi dan kebijakan HR terintegrasi dengan proses bisnis
- Berkolaborasi dengan manajer lini dan pemimpin lainnya guna meningkatkan efektivitas perusahaan, keterlibatan karyawan, dan penyelarasan bisnis yang strategis
Bacaan berikutnya: 8 Tip Melakukan HR Audit Untuk Optimalkan Produktivitas
10) Karyawan tahan banting
Masalah kesehatan mental memengaruhi sekitar 15% orang usia kerja di seluruh dunia. Karyawan milenial dan gen z sangat rentan terkena stres, cemas, dan kelelahan di tempat kerja yang konstan. Untuk menciptakan tempat kerja yang antirapuh atau tahan banting, perusahaan harus mengenali hubungan antara kesejahteraan dan produktivitas, sehingga karyawan dapat berkembang, lebih kuat, dan adaptif di dunia kerja yang berubah cepat. Caranya antara lain:
- Menangani faktor sosial dan struktural yang memengaruhi kesehatan mental
- Menyediakan sumber daya yang dibutuhkan oleh karyawan guna membangun ketahanan
- Menghilangkan hambatan agar karyawan terlibat penuh dalam pekerjaannya
11) Employee engagement 2.0
Tanpa melupakan karyawan, inilah tren HR 2025 yang terakhir, employee engagement. Sejak Gallup mengukur keterlibatan karyawan pada 2000, hasil dulu hingga sekarang belum berubah, meskipun kebijakan dan praktik HR telah berjalan selama beberapa dekade. Tingkat keterlibatan global tetap pada angka 23%, yang menunjukkan bahwa pendekatan ini gagal.
Jika HR ingin memengaruhi keterlibatan dan mendorong produktivitas, Anda perlu memahami pendorongnya, yakni memberikan upah yang adil, tempat kerja yang aman, manajer terampil, karyawan dapat mengutarakan pendapat, pertumbuhan karier jelas, hingga karyawan merasakan kepuasan dan aktualisasi diri. Setelah itu, Anda dan tim menginformasikan pendekatan terhadap keterlibatan dengan teknik yang efektif dan evidence-based.
Leave a Reply