Selain Eropa dan Amerika Serikat, transparansi gaji juga terdengar di negara Asia Tenggara. Namun, yang menggaungkan hal tersebut adalah angkatan kerja terkini.
Perusahaan konsultan manajemen Aon melaporkan hasil survei tahun ini, diketahui bahwa transparansi gaji di Asia belum semasif di negara Eropa. Meskipun sekitar 80% organisasi yang disurvei di Asia menganggap transparansi gaji penting.
Memahami Transparansi Gaji
Transparansi gaji merupakan praktik berbagi informasi secara terbuka tentang kompensasi karyawan dalam suatu organisasi. Ini dapat dilakukan dalam berbagai bentuk, mulai dari menyediakan panduan umum tentang praktik kompensasi hingga mengungkapkan informasi gaji untuk setiap posisi di perusahaan.
Di Indonesia, terdapat Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 1 Tahun 2017, di mana pengusaha harus menyusun struktur skala upah (SSU) berdasarkan golongan, jabatan, masa kerja, pendidikan, dan kompetensi pekerja.
Dengan peraturan tersebut, perusahaan wajib membuat SSU yang diperbarui secara berkala dan tim HR bertanggung jawab untuk menginformasikannya kepada karyawan dan kandidat saat memberikan offering letter.
Namun, tak sedikit perusahaan yang melarang karyawan untuk membicarakan gaji kepada rekan kerja. Bahkan hal itu tertuang dalam peraturan perusahaan dan/atau perjanjian kerja bersama. Alhasil, transparansi gaji hanya berlaku pada perusahaan yang memiliki SSU.
Kondisi tersebut paradoks, karena ketika seseorang melamar pekerjaan di perusahaan lain, ia akan diminta oleh tim HR menyerahkan payslip. Alasan perusahaan meminta slip gaji kandidat untuk memverifikasi atau membuktikan kejujuran. Jika perusahaan memiliki SSU, mereka tak perlu membuktikan apa pun.
Baca juga: Fungsi dan Tahap Penyusunan Struktur Skala Upah
Pendorong Transparansi Gaji Di Asia
Aon telah menyurvei 350 profesional sumber daya manusia di seluruh Asia. Hasilnya, sebagian besar pasar tenaga kerja Asia tidak memiliki pedoman kesetaraan dan transparansi gaji yang spesifik.
Apa yang menyebabkan kondisi ini?
Pertama, banyak perusahaan Asia tidak menganjurkan karyawan untuk membagikan informasi gaji dengan rekan kerja. Menurut Peter Zhang, Head of Talent Solutions APAC Aon, kondisi itu disebabkan oleh norma budaya dan keterbatasan dalam kematangan praktik dan proses kompensasi
Kedua, ekonomi dan pasar tenaga kerja Asia lebih dinamis dan tidak stabil, sehingga pengusaha cenderung membayar imbalan kepada kelompok tertentu untuk mendapatkan keunggulan kompetitif.
Ketiga, kurang komunikasi dari manajemen. Manajemen memiliki kekurangan dalam kematangan dan keterampilan untuk menangani percakapan kompensasi yang sensitif.
Informasi Gaji Di Eropa & AS
Di California dan New York, mereka memiliki undang-undang yang mengharuskan perusahaan untuk membagikan kisaran gaji pada iklan lowongan kerja, dibandingkan sebagian besar perusahaan di Asia (84%) membatasi transparansi gaji. Mereka hanya memberikan informasi kepada pemangku kepentingan internal.
Semantara itu, parlemen dan dewan Uni Eropa sepakat dalam transparansi gaji dan upah yang setara. Ini mencakup:
1. Kepatuhan hukum
Pelaporan gaji berdasarkan jenis kelamin dalam beberapa formulir merupakan persyaratan hukum di sejumlah negara di Eropa dan di seluruh dunia. Transparansi gaji juga menjadi persyaratan yang semakin meningkat.
2. Pengalaman karyawan
Budaya transparansi yang dilakukan dengan benar mendorong kinerja karyawan lebih baik.
3. Kesetaraan gaji
Ketika transparansi gaji digabungkan dengan analisis yang kuat dapat mendukung pembayaran yang lebih adil dan ekuitas karier.
Artikel selanjutnya: Hindari Kesalahan Ini Saat Menyusun Struktur Skala Upah
Pendorong Transparansi Gaji Di Asia
Masih berdasarkan laporan, 72% pendorong utama praktik transparansi gaji di Asia adalah regulasi dan kepatuhan. Namun, gen z dan milenial di Asia mempelopori perubahan secara daring.
Karishma Jashani, misalnya. Perempuan yang tinggal di Singapura ini kerap membahas karier dan penghasilannya saat bekerja di bidang penjualan teknologi melalui TikTok. Ia mengatakan bahwa tujuannya adalah untuk memberdayakan orang-orang yang melihat videonya.
Prestine Davekhaw juga memiliki misi serupa. Pada 2022, pendiri MalaysianPAYGAP di Instagram dan TikTok mewawancarai orang-orang di jalan tentang penghasilan mereka. Video tersebut sempat viral di Malaysia.
Perbedaan sikap antargenerasi
Melalui wawancara langsung, Davekhaw menemukan perbedaan antargenerasi dalam hal pengetahuan dan sikap terhadap karier dan keuangan. Ia mengatakan anak muda jauh lebih terbuka soal informasi gaji, tetapi generasi yang lebih tua lebih berhati-hati.
Dipengaruhi oleh budaya
Membicarakan gaji juga dipengaruhi oleh budaya. Saat bertanya kepada orang Melayu, mereka sangat terbuka untuk membicarakannya. Sedangkan, orang Tionghoa cukup tertutup membahas soal gaji, karena mereka diajarkan sejak masih muda untuk tidak “menunjukkan emas Anda” ke semua orang.
Perbedaan latar belakang
Di samping itu, perbedaan latar belakang keluarga, kelas sosial, dan tempat pendidikan juga berpengaruh terhadap pembahasan gaji. Davekhaw melihat bahwa orang yang lulus dari universitas ternama mengetahui cara bernegosiasi dibandingkan mereka yang diajarkan untuk bersyukur dan mempertahankan status quo.
Bagi Zhang, menerapkan transparansi gaji memerlukan persiapan matang. Mulai dari menetapkan proses yang jelas, memprioritaskan kesetaraan gaji, hingga melatih karyawan dan manajer tentang cara menangani diskusi kompensasi.
Jika perusahaan tidak memiliki panduan menganai gaji (atau SSU, jika di Indonesia) dan praktik transparansi, maka mereka berisiko menghadapi tuntutan hukum dan memiliki reputasi negatif, terlebih jika karyawan membahas gaji di depan umum.
Leave a Reply