Tak hanya influenza yang menalar, tetapi seseorang yang resign menimbulkan efek riak kepada rekan kerja setimnya. Ya, karyawan resign maupun mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) akan mendorong rekan kerja mengikuti langkah yang sama dengan dirinya.
Dalam penelitian turnover contagion, Visier–perusahaan analisis sumber daya manusia–menemukan bahwa ketika karyawan mengundurkan diri–PHK atau kontrak diberhentikan–kemungkinan membuat rekan kerja setim akan berhenti sebesar 7,7% lebih tinggi dibandingkan jika karyawan tersebut tetap bertahan.
Data Visier yang berisi 17 juta catatan karyawan anonim di seluruh dunia–pengumpulan data tercatat pada Februari 2019 dan Juni 2022–mengungkapkan peningkatan karyawan resign dimulai pada hari pertama seorang karyawan berhenti bekerja atau di-PHK. Jumlah akan terus meningkat dari hari ke-45 hingga ke-105 setelah karyawan lain mundur, tetapi puncaknya terjadi sekitar hari ke-75.
Ketika Rekan Kerja Resign, Apakah Hal Itu Bisa Menular?
Tentu, terdapat beragam alasan seseorang memilih untuk berhenti dari pekerjaannya. Sebut saja, mendapatkan tawaran yang lebih baik, career break, urusan keluarga, atau mengikuti tugas pasangan ke kota atau negara lain.
Namun, seorang yang resign akan berdampak terhadap rekan kerja. Kondisi ini bukan hanya karena kehilangan teman setim, tetapi menimbulkan gangguan dan frustrasi di antara anggota tim yang tersisa. Bukan tak mungkin, ini dapat menurunkan semangat kerja tim sehingga berpengaruh terhadap produktivitas perusahaan.
Idealnya, pengunduran diri seorang kolega menjadi katalis bagi perusahaan untuk mengevaluasi kepuasan kerja, keterlibatan, dan komitmen karyawan terhadap organisasi.
Andrea Derler, Principal of Research and Value Visier, menekankan kepada karyawan untuk menilai diri secara menyeluruh sebelum mengambil keputusan yang terburu-buru. Anda juga perlu mempertimbangkan faktor eksternal dan internal. Faktor eksternal, seperti pengunduran diri rekan kerja dan motivasi pribadi ketika mempertimbangkan perubahan pekerjaan. Sedangkan, faktor internal adalah memprioritaskan kesejahteraan dan mengambil keputusan berdasarkan kebutuhan dan aspirasi diri.
Artikel terkait: 4 Cara Hadapi Karyawan Resign Jelang Lebaran
Resign Sebelum “Waktunya” Berdampak Terhadap Karier
“Tahukah Anda bagaimana rasanya keluar dari perusahaan? Jika Anda tinggal di wilayah pusat kota, mungkin ada perusahaan lain yang bisa Anda datangi. Jika tidak, mungkin Anda benar-benar akan memindahkan keluarga Anda,” ujar Caitlin Porter, Assistant Professor of Management The University of Memphis, Amerika Serikat.
Bagi mereka yang resign untuk beralih ke peran baru pun tidak selalu memiliki kondisi yang mudah. Porter melanjutkan penjelasannya, mereka memerlukan setidaknya enam bulan hingga satu tahun untuk mempercepat dan membangun hubungan yang seseorang perlukan agar efektif dalam peran baru tersebut.
Bahkan tak sedikit ahli yang mengatakan jika karyawan resign sebelum “waktunya” kemungkinan akan menghambat karier mereka. Jika pekerjaan baru menawarkan gaji, fleksibilitas, atau keuntungan lebih baik, sering berpindah-pindah tempat kerja dapat membuat seseorang lebih sulit untuk menapaki jalur karier.
Artikel berikutnya: 6 Langkah Maksimalkan Program Reskilling
Di sisi lain, tim HR perlu memperhatikan tanda-tanda karyawan resign, seperti penurunan produktivitas, dan peningkatan frekuensi izin atau cuti mendadak.
HR bersama manajemen harus mempertimbangkan langkah proaktif untuk mengatasi penularan karyawan resign, seperti one-on-one meeting secara rutin, program mobilitas internal, dan pemberian pelatihan reskilling atau upskilling untuk meningkatkan produktivitas karyawan.
Dengan melibatkan karyawan secara aktif, perusahaan akan memahami kebutuhan mereka dan menumbuhkan strategi retensi tepat sasaran.
Leave a Reply