We estimate it could deliver around $100 trillion in value to business and society over the next decade. There are barriers to its realization – e.g. unfit regulatory frameworks, infrastructure gaps, a lack of public trust in new technologies – but, if stakeholders are incentivized correctly, the majority of that value should accrue to society. — Digital Transformation Initiative
(Weforum.org)
Familiar dengan sebutan digital transformation? Apa yang ada di benak Anda saat mendengarnya?
Apakah sebuah proses transformasi dari manual ke digital? Apakah berarti harus serba mengotomatisasi operasional perusahaan, menginstal software hingga robot?
Dalam artikel wawancara eksklusif ini, kita akan bersama-sama memahami apa itu digital transformation lebih baik lagi, bersama narasumber kita Bertrand Simon Huppe, yang merupakan salah satu Executive Director di PT Sakura System Solutions (SPISy).
Definisi Digital Transformation, Bukan Sekadar Implementasi Robot
Ada banyak experts yang menjabarkan definisi digital transformation. Saya akan jabarkan sesuai pengetahuan dan pengalaman saya.
Menurut saya, digital transformation adalah penggunaan suatu teknologi digital yang tepat, benar, terintegrasi yang akan menstimulasi proses bisnis dan berujung pada perubahan proses bisnis di suatu perusahaan.
Bahkan ini bisa menstimulasi perubahan dari organisasi itu sendiri secara mendasar dan menyeluruh.
Nah, itu masih standar, ya? Kita bahas poin pentingnya.
Apa tujuannya?
Tujuan terpenting dari pelaksanaan digital transformation itu sendiri adalah untuk memberikan customer experience terbaik bagi pelanggan digital. Yang paling penting adalah customer centric-nya.
Apa yang dimaksud dengan pelanggan digital? Mereka adalah pelanggan yang menggunakan channel digital untuk mengonsumsi produk/jasa dari sebuah perusahaan.
Itu yang paling penting. Menurut saya karena ada yang namanya customer centric ini. Customer centric ini pelanggan yang seperti apa? Yaitu digital customer.
Mengapa spesifik kita bicara digital customer? Karena di masa depan, semua orang akan menggunakan segala sesuatu secara digital. Bahkan sekarang sudah seperti itu, semua sudah digital, baik customer perorangan atau korporasi.
Karena pelanggan kita akan beralih ke pelanggan digital, maka kita sebagai penyedia produk/jasa harus mendahului mereka agar bisa memberikan pengalaman terbaik untuk mereka.
Jadi, bukan sekadar mengimplementasi teknologi digital ke proses bisnis sehingga menstimulasi sebuah perubahan. Tidak berhenti sampai di situ. Harus ada dampak positif kepada pelanggan.
Secara awareness, digital transformation ini sudah diketahui oleh banyak pemimpin perusahaan. Hanya saja, nyangkut di salah paham konsep tadi, masih kurang tepat sasaran.
Jadi, bukan sedikit-sedikit tentang AI, tentang robot. Semua teknologi itu bagian dari digital transformation.
DX tidak sampai di situ. Harus dilihat dulu apakah ujungnya berkaitan dengan customer centric atau tidak? Meningkatkan customer satisfaction kah? Orientasinya harus berpusat di pelanggan.
Keuntungan Perusahaan Melakukan Digital Transformation
Jika bicara keuntungan perusahaan melakukan digital transformation, pasti mengarahnya ke profit. Keuntungan. Ini bisa mengarah ke eksternal dan internal.
Keuntungan yang mengarah ke eksternal contohnya adalah customer experience yang membaik. Pelanggan akan lebih melihat dan memilih produk kita. Otomatis perusahaan tidak akan tersingkir dari kompetisi pasar.
Di sisi lain, perubahan model bisnis sesuai dengan digital transformation juga menimbulkan efisiensi pada proses bisnis yang berorientasi pada customer. Dampaknya akan lari ke efisiensi serta produktivitas yang tinggi. Inilah keuntungan internal melakukan digital transformation.
Selain profit pada bisnis yang sekarang, digital transformation juga membuka pintu bagi perusahaan melakukan business expansion.
Contohnya seperti Amazon yang awalnya hanya menjual buku. Sekarang bentuknya menjadi tempat jual-beli online yang menyediakan banyak barang kebutuhan dan bisa diakses seluruh dunia.
Keuntungan Utama Perusahaan Melakukan Digital Transformation
- Profit bisnis yang sekarang
- Customer experience
- Proses kerja semakin efisien dan meningkatkan produktivitas perusahaan
- Business expansion
Tantangan Mengimplementasi Digital Transformation
Ada dua tantangan utama dalam mengimplementasi digital transformation, dan itu bukan budget, change management, dan sebagainya.
- Tidak ada keterdesakan
- Kesalahpahaman
Kita bahas yang pertama; tidak ada keterdesakan.
Ada atau tidaknya keterdesakan akan sangat memengaruhi pelaku bisnis untuk memulai sebuah perubahan.
Pandemi kemarin banyak mengajarkan kita hal itu.
Saat kondisi mendesak kita untuk bekerja dari rumah, nyatanya kita bisa managed. Bahkan untuk bidang IT sekalipun, yang dulunya harus bertemu klien atau berada di lapangan sebelum membuat sistem, mereka akhirnya menyesuaikan cara kerjanya menjadi remote.
Ternyata banyak proses yang bisa dibuat efisien, atau kita bisa jadi tahu mana yang diperlukan, mana yang tidak diperlukan.
Jika tidak ada keterdesakan seperti pandemi kemarin, kita tidak akan berpikir sampai situ.
Namun, yang terjadi sekarang adalah keterdesakan itu tidak dirasakan. Kenapa? Karena kita masih baik-baik saja sekarang. Tidak melakukan transformasi pun baik-baik saja.
Nah, dari sini masuk ke tantangan selanjutnya; kesalahpahaman.
Miskonsepsi
Sebenarnya, hal-hal yang harus diubah itu penting dan ada di depan mata, tapi tidak terlihat. Makanya, tidak ada rasa terdesak.
Menurut saya, jika top management sudah melihat atau merasakan ada urgensi di sini, mereka bisa memberikan visi baru dan arahan yang kuat untuk melakukan digital transformation.
Apakah perlu menunggu faktor eksternal terjadi (seperti pandemi) agar pelaku bisnis bisa melihat keterdesakan itu? Bisa jadi.
Namun harus diingat, konteks digital transformation adalah untuk pelanggan digital. Orientasinya adalah customer centric.
Bisa juga beberapa industri belum memikirkan tahap di mana pelanggan mereka suatu hari pasti akan menjadi pelanggan digital. Padahal, bisa dikatakan bahwa hampir seluruh lapisan pelanggan sudah menjadi pelanggan digital.
Itulah mengapa, seharusnya urgensi sudah bisa dirasakan dari sana. Teknologi digital itu perkembangannya luar biasa. Kalau kita lama dalam mengambil sikap, bisa-bisa tertinggal.
Sayangnya, pemahaman tentang digital transformation masih berputar pada sebatas memasang AI atau RPA (Robotic Process Automation) ke dalam perusahaan. Atau pemasangan digital tools lain seperti ERP, HRIS, Zoom, Chatbot, dan sejenisnya.
Jika begitu kondisinya, wajar saja setiap pemimpin tidak merasakan kebutuhan apalagi keterdesakan untuk melakukan digital transformation.
Sekali lagi, tujuan utama digital transformation adalah untuk customer.
Tidak adanya keterdesakan bukan berarti hal-hal yang harus diubah itu tidak ada. Namun, akibat salah paham terhadap tujuan utama digital transformation, yaitu digital customer, banyak pelaku bisnis tidak menyadari urgensi terhadap perubahan digital.
Tantangan Berikutnya: Bagaimana Agar Pemimpin Bisa Melihat Urgensinya?
Perlu dibuat keterdesakan.
Artinya, dibuat agar setiap manajemen tahu bahwa ada kepentingan seperti ini. Contohnya, bisa dengan menyelenggarakan survei dengan topik: 3 – 5 tahun ke depan jika perusahaan tidak melakukan perubahan, maka apa yang terjadi?
Bahkan tidak masalah jika inisiatif atau ide untuk transformasi itu datangnya dari orang lain, bukan dari si pemimpin. Namun, tentu saja dengan cara yang tepat.
Sebelumnya, kita harus tahu dulu bahwa pemimpin memiliki dua pemikiran di kepalanya:
- Kalau saya melakukan A, saya akan mendapatkan hasil B, yaitu sesuatu yang baik untuk perusahaan saya.
- Kalau saya tidak melakukan C, saya tidak akan mendapatkan apa yang saya inginkan.
Dengan inti seperti itu, sulit untuk membawa sebuah proposal digital transformation yang sudah matang. Sebagai gantinya, di awal kita bisa jelaskan ini:
Perusahaan tidak akan bisa berkompetisi dalam sekian tahun jika dari sekarang tidak memulai ini. Karena (misal) 3-4 tahun ke depan, kondisi teknologi diprediksikan berkembang sampai sini, dan kompetitor kita sudah mencapai titik ABCD.
Namun, jika kita melakukan ini dari sekarang, jangankan 3 tahun, dalam kurun 2 tahun saja kita sudah bisa menguasai market!
Penjelasan tersebut akan lebih baik lagi jika sambil melampirkan data pendukung. Contohnya seperti survei customer atau laporan dari perusahaan penyelenggara riset.
Dengan data dan penjelasan itu, pemimpin harus bisa menangkap ketakutan akan dampak bisnis, baru keterdesakan bisa muncul.
Digital transformation juga harus berpacu dengan waktu karena perkembangan teknologi sangat cepat dan tidak terasa.
Leave a Reply