Lingkungan kerja positif HRPods

Kiat Ciptakan Lingkungan Kerja Positif Nan Produktif

Menciptakan lingkungan kerja positif membutuhkan waktu yang tidak sebentar dan memerlukan upaya berkesinambungan. Tak hanya berupaya menghargai latar belakang karyawan, juga menyelesaikan konflik antara mereka. 

Jika tidak ada upaya dalam penyelesaian konflik karyawan, maka produktivitas akan terganggu sehingga menghalangi tujuan perusahaan. Oleh karena itu, perusahaan perlu mempunyai resolusi konflik dalam strategi menumbuhkan lingkungan kerja positif. 

Memang, human capital (HC) atau human resources (HR) bertugas untuk menyelesaikan konflik. Pasalnya, salah satu fungsi HR adalah industrial relations yang memediasi perselisihan, memfasilitasi komunikasi, serta mengembangkan solusi. Namun, ini bukan hanya tugas HR, melainkan juga manajer di level manapun.

Konflik Di tempat Kerja Turunkan Produktivitas

Berdasarkan laporan HBR, konflik di tempat kerja yang tidak terselesaikan mengakibatkan penurunan produktivitas sebesar 52% dan 44% penurunan kualitas kerja. Efek dari hal itu lebih besar lagi, yakni meningkatkan ketidakhadiran serta menurunkan moral dan kepuasan kerja. 

Hal senada diungkapkan oleh CEO Better & Co Alinne Rosida Djumhana, bahwa terdapat tiga macam jenis konflik yang sangat berpengaruh terhadap produktivitas karyawan, konflik di tempat kerja, rumah tangga, dan dengan orang terdekat. 

“Kalau karyawan ada konflik dengan pasangannya, tetapi dia terlihat oke-oke saja, kinerja bagus, achieve target, tapi sering sakit-sakitan. Kemungkinan besar, dia terkena psikosomatis dan pada akhirnya produktivitas turun,” ujar Alinne kepada HRPods, Jumat (17/06), Jakarta. 

Selain penurunan produktivitas, konflik pribadi karyawan, antar karyawan, maupun karyawan dengan atasannya, memicu dampak lain yang merugikan diri sendiri sekaligus orang lain, yaitu:

  1. Tidak nyaman saat bekerja
  2. Tidak dapat berpikir jernih, terlebih untuk membuat keputusan
  3. Fisik dan psikis terganggu, seperti sering terkena GERD, mudah marah, atau reaktif terhadap suatu masalah

Upaya HR Ciptakan Lingkungan Kerja Positif

HR di perusahaan 01 HRPods
Ilustrasi

Menciptakan lingkungan kerja positif bukan hanya tugas HR. Tugas ini ditujukan pula kepada pemimpin tertinggi dan manajemen. Mereka bersama-sama dengan HR menumbuhkembangkan strategi yang mendukung hal-hal positif di lingkungan kerja. 

1) Definisikan terlebih dahulu

Langkah pertama yang wajib dilakukan oleh tim HR dkk. adalah mendefinisikan lingkungan kerja positif. Definisi ini dapat berasal dari tim HR dkk., lalu disebarluaskan ke karyawan, atau semua karyawan bisa berpartisipasi untuk mendefinisikannya. Selanjutnya, tim HR mengolahnya sebagai data dan menindaklanjuti untuk dijadikan budaya lingkungan kerja positif. 

Poin terpenting adalah membuat definisi yang mudah dimengerti dan dilakukan, sehingga semua karyawan memahami jargon dengan cara yang sama, serta diukur oleh tim HR.

Ketika merumuskan budaya kerja, perusahaan cenderung membuat jargon agar mudah diterima oleh karyawan dan/atau terlihat keren. Hal ini tidak masalah, tetapi akan menjadi masalah jika tidak ada implementasi dari jargon tersebut. 

2) Employee centric

Dalam menjalankan fungsi, tim HR perlu berorientasi employee centric, yakni mengutamakan kebutuhan dan kesejahteraan karyawan. HR dapat bertanya tentang kebutuhan karyawan serta kendala dan solusi yang mereka harapkan ketika bekerja melalui survei, regular feedback, atau focus group discussion (FGD). 

Dari percakapan atau hasil survei, tim HR mengetahui suara karyawan. Misalnya, mereka bersedia dinas keluar kota tetapi perusahaan menyediakan hotel yang memadai atau mereka siap bekerja lembur tetapi ada peningkatan fasilitas kesehatan.

3) Dukung bisnis

Setiap perusahaan pasti menginginkan peningkatan dalam berbisnis. Mereka membutuhkan kenaikan profit untuk mempertahankan perusahaan. Oleh karena itu, semua karyawan harus berpusat kepada tujuan bisnis perusahaan. Tugas HR adalah menjembatani antara kebutuhan karyawan dan mendukung perusahaan. HR harus memahami business acumen dan arahan dari manajemen. 

“Itulah fungsi HR sebagai strategic partner. Jadi, mereka harus being creative karena mesti menyambungkan objektif perusahaan dan kebutuhan karyawan.”

4) Dorong people leader

Menciptakan positive workplace culture tak lepas dari keterampilan people leader atau management. Untuk menumbuhkan hal positif di perusahaan, tim HR bersama manajemen perlu mengembangkan keterampilan tersebut agar pemimpin di semua level dapat berkomunikasi secara efektif kepada anggota timnya sekaligus memiliki keterampilan lain seperti coaching dan conflict management

People leader itu bicara tentang capability. Kalau karyawan capable, produktivitasnya akan tinggi, begitu juga sebaliknya,” tambah perempuan yang sempat menjadi senior consultant di Korn Ferry ini. 

Sifat konflik pemimpin, lanjut alumni Institut Teknologi Bandung, sama saja, hanya saja skalanya berbeda. Sebut saja, konflik pemimpin yang memiliki lima anggota sama seperti yang mempunyai 1.500 karyawan. Karena pada dasarnya, ada tiga hal yang harus dikelola oleh perusahaan, yaitu people, process, and technology

Adapun penjelasannya adalah perusahaan memiliki cara untuk mengelola karyawan (people) agar produktif dan terlibat, menjalankan proses (process) bisnis agar berjalan efektif dan memberikan hasil terbaik, serta menggunakan teknologi (technology) yang sesuai bisnis guna mendukung operasi perusahaan.

Ketika pemimpin mempunyai keterampilan people leader, mereka mampu menjalankan tugas dan mengelola anggota tim dengan baik. 

5) Monitor dan ukur proses

Semua strategi maupun inisiatif tidak lengkap, jika tak ada pengukuran. Ini ialah upaya mengukur keberhasilan dari proses menjalankan strategi. Sebelumnya, tim HR dkk., harus memiliki definisi positive workplace, capaian akhir, sekaligus parameter yang diselaraskan dengan nilai-nilai perusahaan. 

“Definisikan dengan jelas tujuan positive workplace, seperti employee happy, employee loyalty, employee productive, turnover rate, atau adakah tujuan lain.”

Langkah ini akan lebih baik lagi jika diintegrasikan ke dalam performance management. Dengan catatan, perusahaan mempunyai sistem yang jelas. Bahkan jika memungkinkan, tim HR memonitor secara berkala, bukan setiap enam bulan sekali. Bila ditemukan hal-hal yang tidak sesuai parameter positive workplace, HR dapat mengintervensi untuk memperbaikinya, kemudian memonitor dan mengukur kembali prosesnya.

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *