inflasi dan dampaknya terhadap tenaga kerja

Inflasi: Definisi Dan Pengaruh Terhadap Ketenagakerjaan

Inflasi adalah kenaikan tingkat harga barang dan jasa yang dibeli. Hal ini diukur sebagai tingkat perubahan harga tersebut.

Biasanya harga naik dari waktu ke waktu, tetap harga juga bisa turun (deflasi).

Dikutip dari CNBC Indonesia, Bank Indonesia (BI) memproyeksikan laju ekspektasi inflasi di tahun ini mencapai 6,5% (year on year/yoy).

Melonjaknya inflasi ini disebabkan karena adanya kenaikan harga BBM bersubsidi.

Sementara dikutip dari Kompas.com, menurut Kepala Departemen Komunikasi BI, Erwin Haryono, hasil survei menunjukkan komoditas BBM menyumbangkan inflasi pada September 2022 terbesar yakni sekitar 0,91% secara bulanan (month to month/mtm).

Bahkan, Bank Dunia (World Bank) memperkirakan ekonomi global berpotensi mengalami resesi pada 2023 sebagai respons terhadap lonjakan inflasi.

Presiden Grup Bank Dunia, David Malpass mengatakan, bank sentral di seluruh dunia telah menaikkan suku bunga di tahun ini dengan tingkat sinkronisitas yang belum pernah dilakukan selama lima dekade terakhir.

Menurut Bank Dunia, kenaikan suku bunga ini akan membuat tingkat inflasi inti global mencapai 5% di tahun 2023 atau naik dua kali lipat dari rata-rata 5 tahun sebelum pandemi.

Sebenarnya apa itu inflasi?

Apa Itu Inflasi?

Inflasi adalah kenaikan harga-harga. Inflasi juga bisa diartikan sebagai penurunan daya beli dari waktu ke waktu.

Tingkat penurunan daya beli dapat dicerminkan dalam kenaikan harga rata-rata sekumpulan barang dan jasa yang dipilih selama periode waktu tertentu.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), inflasi adalah kemerosotan uang kertas karena banyak dan cepatnya uang tersebut beredar di masyarakat dan menyebabkan naiknya harga barang.

Namun, menurut The Economic Times, inflasi adalah sebuah presentasi perubahan nilai Wholesale Price Index (WPI) secara year on year. Hal ini secara efektif mengukur perubahan harga barang dan jasa dalam setahun.

Meskipun mudah untuk mengukur perubahan harga setiap produk dari waktu ke waktu, kebutuhan manusia lebih dari sekedar satu atau dua produk.

Individu membutuhkan produk yang besar dan beragam serta sejumlah layanan untuk menjalani kehidupan yang nyaman.

Ini termasuk komoditas seperti biji-bijian makanan, logam, bahan bakar, utilitas seperti listrik dan transportasi, dan layanan seperti perawatan kesehatan, hiburan, dan tenaga kerja.

Inflasi bertujuan untuk mengukur dampak keseluruhan dari perubahan harga untuk serangkaian produk dan jasa yang beragam.

Hal ini memungkinkan untuk representasi nilai tunggal dari kenaikan tingkat harga barang dan jasa dalam suatu perekonomian selama periode waktu tertentu.

Jika harga naik, berarti satu unit uang membeli lebih sedikit barang dan jasa.

Hilangnya daya beli ini berdampak pada biaya hidup masyarakat yang pada akhirnya berujung pada perlambatan pertumbuhan ekonomi.

Pandangan yang sama di antara para ekonom adalah inflasi yang berkelanjutan terjadi ketika pertumbuhan pasokan uang suatu negara melebihi pertumbuhan ekonomi.

Dikutip dari buku Inflasi milik Suseno dan Siti Astiyah, ada beberapa jenis inflasi berdasarkan tingkatannya, yaitu :

  • Inflasi ringan: berada di bawah 10% dalam setahun
  • Inflasi sedang: antara 10% – 30% dalam setahun
  • Inflasi berat: antara 30% – 100% dalam setahun
  • Inflasi tak terkendali: di atas 100% dalam setahun

Penyebab Inflasi

Peningkatan jumlah uang beredar adalah akar dari inflasi, meskipun hal ini dapat terjadi melalui mekanisme yang berbeda dalam perekonomian.

Jumlah uang beredar suatu negara dapat ditingkatkan oleh otoritas moneter dengan:

  • Mencetak dan memberikan lebih banyak uang kepada masyarakat
  • Secara hukum mendevaluasi (mengurangi nilai) mata uang alat pembayaran yang sah
  • Meminjamkan uang baru sebagai kredit rekening cadangan melalui sistem perbankan dengan membeli obligasi pemerintah dari bank di pasar sekunder (metode paling umum)

Ada berbagai faktor yang dapat mendorong harga atau inflasi dalam suatu perekonomian. Biasanya, hasil inflasi dari peningkatan biaya produksi atau peningkatan permintaan untuk produk dan jasa.

Demand-Pull Inflation

Demand-Pull Inflation dapat disebabkan oleh permintaan konsumen yang kuat untuk suatu produk atau layanan.

Ketika ada lonjakan permintaan untuk berbagai macam barang di suatu perekonomian, harganya cenderung akan meningkat.

Meskipun hal ini tidak sering menjadi perhatian untuk ketidakseimbangan pasokan dan permintaan jangka pendek. Permintaan yang berkelanjutan dapat bergema dalam perekonomian dan meningkatkan biaya untuk barang-barang lain.

Hasilnya adalah Demand-Pull Inflation.

Kepercayaan konsumen cenderung tinggi ketika angka pengangguran rendah, dan upah meningkat, mengarah pada pengeluaran lebih banyak.

Ekspansi ekonomi memiliki dampak langsung pada tingkat pengeluaran konsumen dalam suatu perekonomian, yang dapat menyebabkan permintaan yang tinggi akan produk dan jasa.

Ketika permintaan untuk barang atau jasa tertentu meningkat, pasokan yang tersedia berkurang.

Ketika barang yang tersedia lebih sedikit, konsumen bersedia membayar lebih untuk mendapatkan barang tersebut, seperti yang digariskan dalam prinsip ekonomi penawaran dan permintaan.

Hasilnya adalah harga yang lebih tinggi karena Demand-Pull Inflation.

Perusahaan juga berperan dalam inflasi, terutama jika mereka memproduksi produk populer.

Sebuah perusahaan dapat menaikkan harga hanya karena konsumen bersedia membayar jumlah yang meningkat.

Korporasi juga menaikkan harga secara bebas ketika barang yang dijual adalah sesuatu yang dibutuhkan konsumen untuk kehidupan sehari-hari, seperti minyak dan gas.

Namun, permintaan dari konsumenlah yang memberi perusahaan pengaruh untuk menaikkan harga.

Cost-Push Effect

Cost-Push Effect adalah hasil dari kenaikan harga yang bekerja melalui input proses produksi.

Ketika penambahan pasokan uang dan kredit disalurkan ke pasar komoditas atau aset lainnya, biaya untuk semua jenis barang setengah jadi naik. Hal ini terutama terlihat ketika ada guncangan ekonomi negatif terhadap pasokan komoditas utama.

Perkembangan ini menyebabkan biaya yang lebih tinggi untuk produk atau layanan jadi dan mengarah ke kenaikan harga konsumen.

Misalnya, ketika jumlah uang beredar meningkat, itu menciptakan ledakan spekulatif dalam harga minyak.

Artinya, biaya energi dapat naik dan berkontribusi pada kenaikan harga konsumen, yang tercermin dalam berbagai ukuran inflasi.

Built-In Inflation

Built-in inflation terkait dengan ekspektasi adaptif atau gagasan bahwa orang mengharapkan tingkat inflasi saat ini akan terus berlanjut di masa depan.

Ketika harga barang dan jasa naik, orang mungkin mengharapkan kenaikan terus-menerus di masa depan dengan tingkat yang sama.

Dengan demikian, para pekerja dapat menuntut lebih banyak biaya atau upah untuk mempertahankan standar hidup mereka.

Upah mereka yang meningkat menghasilkan biaya barang dan jasa yang lebih tinggi, dan spiral harga-upah ini berlanjut ketika satu faktor mendorong yang lain dan sebaliknya.

Pengaruh Inflasi Terhadap Penyerapan Ketenagakerjaan

pengaruh inflasi terhadap ketenagakerjaan

Secara historis, hubungan inflasi dan pengangguran memiliki kondisi yang bertolak belakang.

Ini berarti ketika inflasi naik, maka pengangguran turun. Pengangguran yang lebih tinggi, berarti dapat menurunkan inflasi.

Ketika lebih banyak orang bekerja, mereka memiliki kekuatan untuk berbelanja, yang mengarah pada peningkatan permintaan.

Dan harga-harga (inflasi) akan segera menyusul naik. Hal yang sebaliknya terjadi saat pengangguran meningkat.

Dikutip dari Bisnis.com, menurut Janet Yellen, Menteri Keuangan Amerika Serikat, ia berharap inflasi yang tinggi bisa menekan pasar tenaga kerja.

Ia juga menambahkan, dalam jangka panjang, dunia tidak akan dapat memiliki pasar tenaga kerja yang kuat tanpa inflasi yang terkendali.

Sayangnya, kondisi tersebut tampaknya tidak berlaku di Indonesia

Menurut analisis, kondisi lapangan kerja yang lebih sedikit daripada jumlah tenaga kerja sudah menjadi masalah menahun di sektor ketenagakerjaan.

Saat inflasi akibat kenaikan harga (khususnya energi) naik, pengusaha kerap mengambil pilihan untuk memangkas berbagai biaya demi efisiensi, termasuk pekerjanya.

Apabila Indonesia memasuki periode inflasi, maka pebisnis mungkin akan dihadapkan kepada pilihan untuk mengurangi pekerjanya, yang pastinya sebuah keterpaksaan tersendiri. Angka pengangguran pun diprediksi bertambah.

Baca juga: Pemutusan Hubungan Kerja (PHK): 6 Mekanisme Pelaksanaan

Peran HR Menghadapi Inflasi

Menurut data terakhir, Indeks Harga Konsumen (Consumer Price Index) naik 9,1% dari tahun lalu, dengan beberapa kenaikan harga terbesar pada makanan, sewa, dan bensin.

Selain itu, pengusaha melihat peningkatan yang signifikan dalam biaya perawatan kesehatan dan beberapa perusahaan menghadapi pengetatan anggaran dan PHK, meskipun angka pengangguran saat ini masih jadi yang terendah dalam sejarah.

Stres finansial dapat memengaruhi kesehatan mental, produktivitas, dan retensi karyawan, yang dapat berkontribusi pada lingkungan yang tidak diinginkan secara keseluruhan.

Terlepas dari indikator negatif ini, para HR memiliki peluang untuk terlibat dan mendukung karyawan mereka, mendorong mereka untuk hadir dan produktif, dan merasa lebih baik tentang keadaan mereka.

Berikut adalah tiga cara utama HR dapat mengatasi masalah ini dan meningkatkan kesejahteraan finansial di antara tenaga kerja mereka selama masa ketidakpastian ekonomi, dan meningkatkan kesejahteraan secara keseluruhan dalam prosesnya.

1. Menyediakan Financial Literacy

Karyawan yang khawatir akan uang memiliki kemungkinan 2,2 kali lebih besar untuk mencari pekerjaan baru.

Hal ini diperparah oleh fakta bahwa dalam beberapa tahun terakhir, karyawan mulai memprioritaskan manfaat nonmoneter seperti pekerjaan yang tidak terlalu membuat stres, dukungan kesejahteraan yang lebih besar, keseimbangan kehidupan kerja yang lebih baik, cuti orang tua, dan kemampuan untuk bekerja dari jarak jauh atau fleksibel.

Para pemimpin dapat mencegah tingkat pergantian yang tinggi dengan membantu karyawan memahami dan mengatasi kekhawatiran dan tantangan keuangan mereka.

Menerapkan program dan alat yang membantu karyawan meningkatkan literasi keuangan dapat sangat membantu dalam mengurangi jumlah waktu yang mereka habiskan untuk mengkhawatirkan situasi keuangan mereka atau mencari pilihan pekerjaan lain.

Contohnya, platform yang menyatukan poin data keuangan utama, dapat membantu karyawan membuat rencana untuk melunasi pinjaman atau membangun dana darurat, mengajari mereka cara menganggarkan atau membayar utang, atau menawarkan opsi pengeluaran yang fleksibel.

Jika karyawan tahu pemimpin mereka mendukung mereka dalam hal kesejahteraan finansial, mereka mungkin lebih puas dan terlibat dalam peran mereka saat ini dan cenderung tidak mencari di tempat lain.

2. Memberikan Benefit Nonfinansial

Sebagian besar HR menyadari dampak kelelahan terhadap kesehatan mental karyawan.

Data menunjukkan bahwa 42% orang dewasa AS juga merasa bahwa uang memiliki efek negatif pada kesehatan mental mereka; membuat mereka merasa stres, cemas, dan kewalahan.

Tantangan-tantangan ini dapat mempersulit karyawan untuk merasa termotivasi, puas, atau hadir di tempat kerja yang pada akhirnya menyebabkan tingkat produktivitas, kehadiran, dan keterlibatan yang lebih rendah.

Mereka yang sudah tertekan secara finansial cenderung menjadi lebih cemas jika negara mengalami resesi lagi. Paling tidak, HR perlu memperhatikan kesehatan mental karyawan mereka.

Perusahaan juga dapat mengatasi masalah ini sambil meningkatkan kesejahteraan karyawan secara keseluruhan dengan memberi mereka kebebasan untuk berbicara tentang masalah mereka.

HR dapat mendengarkan keluhan yang mungkin mereka hadapi karena masalah keuangan dan menghubungkan mereka dengan sumber tenaga profesional, peer support, atau pelatih berkualitas yang dapat membantu mereka melewatinya.

Di luar itu, para pemimpin juga dapat memanfaatkan aspek budaya perusahaan untuk mendorong sense of ownership.

3. Cegah Kemunculan Quiet Quitting

Setiap tekanan finansial yang dirasakan karyawan tidak akan hilang secara ajaib selama hari kerja, dan dapat mempengaruhi produktivitas karyawan.

Sebuah studi menemukan bahwa 78% karyawan menghadapi tekanan keuangan terganggu di tempat kerja.

Kurangnya produktivitas dapat menyebabkan mereka merasa putus asa dan kewalahan oleh beban kerja mereka atau menghambat pengembangan profesional mereka. Akhirnya, manajemen mulai bisa melihat munculnya quiet quitting.

Quiet quitting sendiri bukan hal yang sepenuhnya buruk. Namun ada beberapa bisnis yang mau tidak mau menuntut pekerja untuk mengeluarkan tenaga ekstra.

Mendengarkan karyawan dan melibatkan peran manajer bisa menjadi langkah preventif (sekali lagi, jika perusahaan mengharapkan effort lebih dari karyawan). Pendekatan yang lebih personalisasi bisa membuat pemimpin memahami pekerjanya lebih baik lagi.

Anda mungkin tertarik: Employee Wellbeing Berdampak Besar Dalam Kebahagiaan Karyawan

Penutup

Inflasi yang kini sedang melanda dunia memang memengaruhi kenaikan harga produk dan jasa. Namun, selain itu, inflasi juga ternyata memengaruhi penyerapan tenaga kerja.

Sebagai seorang HR, penting bagi Anda untuk mengetahui tentang inflasi dan pengaruhnya terhadap tenaga kerja.

Penting bagi sebuah perusahaan untuk memikirkan pendekatan terhadap karyawan dan membuat perubahan yang diperlukan agar dapat membantu pegawai dalam menghadapi tantangan keuangan.

Karyawan perlu diberikan kompensasi yang adil untuk pekerjaan mereka. Hal ini akan memberikan keuntungan bagi perusahaan Anda.

Semua perusahaan tentu tidak ingin pegawai mereka terganggu dan khawatir soal keuangan karena gaji mereka tidak sesuai dengan inflasi.


Posted

in

by

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *