Hendra Syah/Dok. Pribadi/HRPods

Hendra Syah: 6 Tantangan Talent Acquisition

Talent acquisition specialist berkontribusi terhadap kemajuan perusahaan. Pasalnya, peran tersebut membantu perusahaan untuk mengidentifikasi dan menganalisis kebutuhan tenaga kerja.

Saat perusahaan ingin mempertahankan atau meningkatkan bisnis, mereka perlu mendapatkan serta mempertahankan karyawan terbaik. Untuk mendukung tujuan itu, mereka wajib mengikutsertakan talent acquisition.

Di sisi lain, kehadiran media sosial dan kebebasan berbicara mempermudah pencarian tenaga kerja. Meskipun hal tersebut menjadi tantangan tersendiri bagi perusahaan, terutama talent acquisition.

Hendra Syah berbagi pengalaman bagaimana tantangan pelaku akuisisi bakat melalui telekonferensi, Rabu (18/05/2022), di Jakarta.

Ia pernah bekerja sebagai talent acquisition specialist di Ruangguru. Sekarang, ia bekerja di industri kebugaran dengan fungsi sama.

6 Tantangan Talent Acquisition: Hadapi Reviu Negatif

Dalam proses rekrutmen, kita fulfill seseorang sesuai dengan posisi dan waktu yang ditentukan. Sekarang ada tantangan yang lain, yaitu netizen.

Kata-kata netizen itu tidak bisa direvisi. Kalau mereka merasa mengalami bad experience dengan perusahaan, dia menulis di media sosial, dan bilang, ”Talent acquisition di perusahaan Anda meng-ghosting kandidat” atau “Recruiter tidak respect ke kandidat”, lalu dia tag C-level.

Semua orang bisa membaca postingan itu di media sosial dan menjadi bahan perbincangan. Saya pikir, ini lebih mengerikan dibanding target seorang talent acquisition.

Di sisi lain, kita sebagai perusahaan harus sangat ramah kepada publik. Orang yang kita interview sangat berpotensi untuk mem-blow up proses rekrutmen ke publik.

Kasus interview di perusahaan transportasi daring, contohnya. Secara personal, proses tersebut kacau dan dampaknya bisa ke mana-mana.

Telebih, jika perusahaan tersebut dianggap menarik, sehingga netizen gampang “menggoreng” bad experience ke media sosial.

Tentu, tantangan talent acquisition tidak cuma netizen. Ada tantangan lain.

Onboarding Checklist HRPods

#1 Memiliki SOP

Khusus untuk mengantisipasi pengalaman buruk dalam rekrutmen, perusahaan wajib memiliki SOP.

Hal itu bisa meminimalisir reviu negatif. Isi SOP pun harus jelas, seperti orang-orang yang harus diproses itu qualified.

Perusahaan juga harus menerapkan etika rekrutmen dan memperlakukan kandidat selayaknya kita ingin diperlakukan oleh orang lain.

Kandidat membutuhkan pekerjaan, jadi jangan biarkan mereka menunggu hal tidak pasti. Jadi, berikan kejelasan bahwa perusahaan menolak aplikasi mereka.

Mungkin untuk saat ini, keterampilan mereka tidak sesuai kebutuhan perusahaan. Di lain waktu, kita open posisi lain dan mungkin keterampilan sesuai dengan mereka.

#2 Memperlakukan seperti rekan kerja

Kita bisa memposisikan kandidat itu sama seperti rekan kerja. Ini menjadi cara yang bukan hanya lip service, tetapi kita me-manage talent juga.

Sekarang kita reject, besok kita bisa approach dia. Buat saya, talent acquisition tidak perlu sok galak atau sok interogasi waktu interview.

Anggap saja kita mencari orang yang bisa kerja dan enak diajak makan siang bareng. Saya memposisikan dari yang paling sederhana.

#3 Terbuka dengan feedback

Feedback dari publik itu sangat bagus buat perusahaan. Kritikan akan selalu ada.

Kalau perusahaan ada kesalahan dalam proses, saya pikir itu manusiawi. Namun, bagaimana meresponnya, itu hal paling penting. Perusahaan harus merespons secara dewasa.

Kalau defensif dan merasa paling benar, ternyata memang kejadiannya seperti itu. Hal itu berdampak negatif buat perusahaan.

Ada beberapa case yang mengkritik sistem kerja internship dan besaran gaji di tempat kerja kita. Namun, kita merespons dengan satu program yang lebih bagus, tanpa bermaksud untuk menutupi.

Kita juga mengakui bahwa program ini bukan program final. Kita masih berproses, yang sekarang bagus, belum tentu bagus di tahun depan.

Terkadang, kita sakit baca feedback, karena kalimatnya cukup tajam, tetapi kita belajar dari hal seperti itu. Saya pikir, feedback itu bagus dan perusahaan harus terbuka dengan hal tersebut.

#4 ATS tak terintegrasi HRIS

Kalau bicara optimasi, ada ATS yang terintegrasi dengan HRIS dan ada yang tidak bisa. Kalau tidak terintegrasi, itu ada dua sistem yang menjadi beban.

Misalnya, kita sudah offering dan terisi di ATS, tetapi di HRIS tidak bisa membacanya, lalu kita harus input ke HRIS. Kalau, ATS dan HRIS terintegrasi akan lebih enak lagi untuk proses rekrutmen.

#5 Talent war

Tantangan di tech company itu talent war. Bahkan seseorang yang dapat apresiasi di LinkedIn menjadi trigger buat para recruiter untuk meng-approach dia.

Terkadang, di internal ada karyawan tidak mengikuti meeting, lalu kita curiga. Apakah dia interview di tempat lain, dia ingin resign, atau lainnya. Kalau mikirin hal itu, kita bakal capek.

Saya pikir, yang lebih baik adalah melihat kembali apakah perusahaan sudah bisa me-maintain engagement karyawan, sampai sejauh mana engagement-nya, dan apa yang bisa membuat mereka happy.

Analoginya kalau kita udah kenyang di rumah, kenapa harus jajan lagi?

#6 Keterampilan interview

Saat interview, kita akan ketemu kandidat yang bagus, tetapi dia belum bisa deliver sesuai harapan perusahaan.

Kadang, ada kandidat yang fake it till make it. Orang seperti itu yang penting ngomong dulu, urusan bisa atau tidak, itu urusan belakangan. Eh, ternyata dia diterima. Kalau dia tidak sesuai dengan harapan, ya, berhenti setelah masa probation.

Kalau kondisi seperti itu, berarti itu salah kita. Kenapa kita tidak bisa mendalami atau menggali informasi lebih dalam dari dia.

Kita harus punya keterampilan interview untuk merekomendasikan kandidat ini bisa lolos atau tidak. Pasti, pengalaman juga berpengaruh.

Ketika kita tahu business acumen, kita tahu bisnisnya seperti apa dan bagaimana. Jadi ketika kandidat ngomong ini itu, kita tahu dia tidak sejago yang dia bicarakan.


Posted

in

by

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *