Awal Oktober lalu, dua warga negara Indonesia mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK) terhadap UU Nomor 12 Tahun 1980 tentang Hak Keuangan/Administrasi Pimpinan dan Anggota Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara serta Bekas Pimpinan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara dan Bekas Anggota Lembaga Tinggi Negara.
Dalam gugatan tersebut, pemohon meminta MK menghapuskan anggota DPR–sebagai anggota Lembaga Tinggi Negara–yang menerima uang pensiun setelah purnatugas. Jadi, meskipun seseorang menjabat satu periode atau lima tahun di kursi legislatif, ia akan mendapatkan uang pensiun tersebut. Anggota DPR juga berhak mendapat tunjangan hari tua (THT) sebesar Rp15 juta yang dibayarkan sekali.
Pemohon membandingkan sistem pensiun untuk anggota DPR dengan karyawan swasta. Untuk karyawan swasta, mereka harus menabung melalui BPJS Ketenagakerjaan, dana pensiun lembaga keuangan (DPLK), atau program pensiun lain yang memiliki syarat cukup rumit. Itu adalah persoalan uang pensiun pejabat negara. Bagaimana mekanisme uang pensiun bagi karyawan swasta?
Apa Itu Uang pensiun?
Berdasarkan KBBI, pensiun adalah tidak bekerja lagi karena masa tugasnya sudah selesai.
Uang pensiun merupakan uang tunjangan yang diterima setiap bulan oleh karyawan sesudah ia berhenti bekerja atau oleh istri (suami) dan anak-anaknya yang belum dewasa, jika yang bersangkutan meninggal dunia.
Bagi karyawan swasta, uang pensiun telah mereka kumpulkan melalui program BPJS Ketenagakerjaan. Biasanya, uang ini terkumpul sejak mereka bekerja hingga pensiun. Bagi mereka yang mengikuti program tersebut, BPJS Ketenagakerjaan memiliki manfaat:
- JHT (jaminan hari tua)
- JP (jaminan pensiun)
- JKK (jaminan kecelakaan kerja)
- JKP (jaminan kehilangan pekerjaan)
- JKM (jaminan kematian)
Iuran BPJS Ketenagakerjaan akan ditanggung oleh karyawan dan perusahaan. Untuk iuran JHT, karyawan membayar sebesar 2% dan perusahaan menanggung 3,7% dari gaji, sedangkan JP akan ditanggung oleh karyawan 1% dan perusahaan 2% dari gaji.
Artikel terkait: BPJS Ketenagakerjaan: Syarat dan Cara Pendaftarannya
Cara Mengetahui Uang Pensiun bagi Karyawan Swasta
Ketahui dasar hukum pensiun
Pada dasarnya, mengetahui uang pensiun karyawan swasta seperti menghitung uang pesangon pemutusan hubungan kerja (PHK). Menurut PP Nomor 35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Hubungan Kerja Pemutusan Hubungan Kerja, kondisi karyawan memasuki usia pensiun tergolong PHK.
Dalam pasal 56 tertulis bahwa pengusaha dapat melakukan PHK terhadap karyawan yang memasuki usia pensiun, maka mereka berhak atas:
- Uang pesangon sebesar 1,75x gaji berdasarkan masa kerja
- Uang penghargaan masa kerja (UPMK) sebesar satu kali berdasarkan masa kerja
- Uang penggantian hak, seperti cuti tahunan yang belum digunakan, uang transportasi, uang makan, atau tunjangan komunikasi
Cek uang pesangon dan UPMK
Uang pesangon
Uang pesangon diberikan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Masa kerja kurang dari 1 (satu) tahun, 1 (satu) bulan upah
b. Masa kerja 1 (satu) tahun atau lebih tetapi kurang dari 2 (dua) tahun, 2 (dua) bulan upah
c. Masa kerja 2 (dua) tahun atau lebih tetapi kurang dari 3 (tiga) tahun, 3 (tiga) bulan upah
d. Masa kerja 3 (tiga) tahun atau lebih tetapi kurang dari 4 (empat) tahun, 4 (empat) bulan upah
e. Masa kerja 4 (empat) tahun atau lebih tetapi kurang dari 5 (lima) tahun, 5 (lima) bulan upah
f. Masa kerja 5 (lima) tahun atau lebih, tetapi kurang dari 6 (enam) tahun, 6 (enam) bulan upah
g. Masa kerja 6 (enam) tahun atau lebih tetapi kurang dari 7 (tujuh) tahun, 7 (tujuh) bulan upah
h. Masa kerja 7 (tujuh) tahun atau lebih tetapi kurang dari 8 (delapan) tahun, 8 (delapan) bulan upah
i. Masa kerja 8 (delapan) tahun atau lebih, 9 (sembilan) bulan upah
UPMK
UPMK diberikan dengan ketentuansebagai berikut:
a. Masa kerja 3 (tiga) tahun atau lebih tetapi kurang dari 6 (enam) tahun, 2 (dua) bulan upah
b. Masa kerja 6 (enam) tahun atau lebih tetapi kurang dari 9 (sembilan) tahun, 3 (tiga) bulan upah
c. Masa kerja 9 (sembilan) tahun atau lebih tetapi kurang dari 12 (dua belas) tahun, 4 (empat) bulan upah
d. Masa kerja 12 (dua belas) tahun atau lebih tetapi kurang dari 15 (lima belas) tahun, 5 (lima) bulan upah
e. Masa kerja 15 (lima belas) tahun atau lebih tetapi kurang dari 18 (delapan belas) tahun, 6 (enam) bulan upah
f. Masa kerja 18 (delapan belas) tahun atau lebih tetapi kurang dari 21 (dua puluh satu) tahun, 7 (tujuh) bulan upah
g. Masa kerja 21 (dua puluh satu) tahun atau lebih tetapi kurang dari 24 (dua puluh empat) tahun, 8 (delapan) bulan upah
h. masa kerja 24 (dua puluh empat) tahun atau lebih, 10 (sepuluh) bulan upah
Baca juga: Masyarakat Beralih ke Sektor Informal: Penyebab dan Dampak terhadap Ekonomi
Pencairan iuran BPJS Ketenagakerjaan
Bagi peserta BPJS Ketenagakerjaan, Anda dapat mencairkan JHT dan JP tetapi keduanya memiliki syarat berbeda.
JHT
- Pencairan dilakukan ketika seseorang mengalami PHK atau mengundurkan diri dari perusahaan dan setelah masa tunggu satu bulan (belum mendapatkan pekerjaan baru)
- Dicairkan ketika peserta berusia 56 tahun, cacat total tetap, meninggal dunia, atau pindah ke luar negeri secara permanen
JP
- Pencairan dilakukan ketika peserta mencapai usia pensiun atau 59 tahun pada 2025 dengan masa iuran minimum 15 tahun atau 180 bulan
- Dicairkan saat ahli waris mengajukan klaim jika peserta meninggal dunia
Bacaan berikutnya: Ketahui Cara Menghitung Gaji Prorata
Untuk mengetahui saldo JHT atau menghitung JP, Anda dapat mengeceknya melalui aplikasi JMO Mobile.
Memang, pencairan uang pensiun bagi karyawan karyawan cukup rumit karena dilakukan beberapa tahap meski Anda telah bekerja selama puluhan tahun. Walaupun demikian, Anda telah berkontribusi dalam menggerakkan ekonomi negara, bukan sekadar duduk pada jabatan strategis tetapi tidak memiliki andil untuk mengubah kebijakan yang berorientasi terhadap kemakmuran warga negara.

Leave a Reply