Dalam pengelolaan karyawan, tak sedikit yang berstatus sebagai seorang ibu atau ibu bekerja. Ada yang bekerja sambil memantau anak dari jarak jauh, ada yang mendapat dukungan dari keluarga dalam menjaga anak, dan ada pula yang harus kembali bekerja setelah cuti melahirkan tetapi tidak memiliki dukungan memadai.
Bila kondisi tersebut tidak direspons dengan baik oleh perusahaan, maka karyawan terbaik Si Ibu Bekerja akan mencari peluang di tempat lain. Pada akhirnya, hal itu berdampak pada kinerja tim terganggu yang memengaruhi produktivitas perusahaan.
Alasan Karyawan Resign Setelah Cuti Melahirkan
Berdasarkan laporan Maven Clinic, penyedia tunjangan kesuburan, 43% perempuan tidak kembali bekerja setelah cuti hamil. Sebesar 53% mereka yang kembali bekerja menginginkan lebih banyak dukungan dari perusahaan dalam hal menyeimbangkan pekerjaan dan tanggung jawab mengasuh anak.
Kondisi itu menjadi alarm bagi pengambil keputusan di perusahaan bahwa mereka harus memiliki program transisi agar karyawan yang telah melalui cuti melahirkan siap kembali bekerja. Langkah tersebut berupa pemberian tunjangan sekaligus kebijakan yang komprehensif kepada ibu bekerja.
Berdasarkan UU Ketenagakerjaan pasal 82, pekerja atau buruh perempuan berhak memperoleh istirahat selama tiga bulan, sebelum dan sesudah melahirkan. Jadi, perusahaan wajib memberikan istirahat tiga bulan atau biasa disebut cuti melahirkan kepada karyawan perempuan yang akan melahirkan.
Memberikan cuti hamil saja pun tak cukup, karena perusahaan perlu mempertimbangkan kebutuhan ibu bekerja yang harus kembali beraktivitas di kantor. Namun, hanya sedikit tempat kerja yang secara proaktif menangani masa transisi tersebut. Perusahaan membiarkan karyawan perempuan tidak mendapatkan dukungan selama salah satu periode paling rentan dalam hidup mereka.
“Para ibu yang kembali bekerja sering kali diharapkan untuk tetap beraktivitas dengan kapasitas penuh sambil menghadapi kurang tidur, perubahan identitas, dan, dalam banyak kasus, tantangan kesehatan mental pascapersalinan,” ujar Karishma Patel Buford, Chief People Officer di platform kesehatan mental Spring Health.
Baca juga: 7 Bentuk Dukungan Perusahaan Bagi Ibu Bekerja
Jangan Mengabaikan Kesehatan Mental Pada Perempuan Pascapersalinan
Menurut penelitian National Library of Medicine, satu dari lima perempuan mengalami gangguan suasana hati atau kecemasan pascapersalinan, yang meliputi peningkatan rasa bersalah, sedih, dan lelah. Ironisnya, 75% dari kelompok demografi tersebut tidak mendapatkan perawatan.
Penyebabnya adalah disebabkan oleh stigma serta kekurangan perawatan untuk profesional kesehatan mental di area tersebut. Bila perusahaan tidak memperhatikan kondisi pascapersalinan ibu bekerja, maka hal itu membahayakan upaya retensi karyawan dan mengancam kesehatan mental bagi karyawan perempuan.
Apa yang harus dilakukan oleh perusahaan?
Ada banyak cara yang dapat dilakukan oleh perusahaan untuk meningkatkan kesehatan mental ibu bekerja pascapersalinan. Terlebih dukungan kesehatan mental memerlukan pendekatan secara menyeluruh.
Selain dukungan terapeutik, penambahan pemberian cuti berbayar juga dapat memberikan hasil positif jangka panjang.
Maven menemukan bahwa peningkatan cuti berbayar bagi ibu bekerja dapat meningkatkan tingkat menyusui, meningkatkan kesehatan bayi, dan mengurangi gejala depresi pascapersalinan. Bagi perusahaan, tunjangan cuti orang tua (parental leave) telah berperan besar meningkatkan talent acquisition mereka.
“Mengabaikan transisi ini dapat menyebabkan kelelahan jangka panjang, tingkat atrisi, dan disengagement yang lebih tinggi. Ketika organisasi tidak mendukung fase ini, mereka berisiko tidak hanya kehilangan tenaga kerja terbaik, tetapi juga mengirimkan sinyal yang lebih luas bahwa pengasuhan dan kepemimpinan tidak sejalan,” tambah Buford.
Dukungan kesehatan mental bukanlah barang mewah, melainkan infrastruktur bagi orang tua yang bekerja. Perusahaan dapat memberikan akses ke layanan kesehatan mental pascapersalinan yang dirancang khusus serta menormalkan dan memprioritaskan layanan tersebut.
Dengan langkah itu, perusahaan berkontribusi dalam mengurangi gejala kecemasan dan depresi pada karyawan perempuan pascapersalinan. Selanjutnya akan terjadi peningkatan kesejahteraan karyawan secara berkelanjutan.
Artikel berikut: Alasan dan Contoh Perusahaan yang Dukung Kinerja Ibu Bekerja
Peran Tim HR dalam Mempermudah Transisi Ibu Bekerja
Tim HR harus memimpin transisi ini dengan empati dan struktur. Artinya, tim HR bersama dengan manajemen perlu memiliki strategi, seperti:
- Melatih manajer seputar transisi pascapersalinan
- Menanamkan standar dan aturan fleksibilitas kerja
- Menawarkan model kerja hibrida atau jarak jauh
- Memberikan waktu kembali bekerja di kantor secara bertahap
- Memastikan aturan dirancang cermat dan disepakati bersama
- Mengumpulkan umpan balik dari karyawan
- Mengukur retensi karyawan setelah cuti melahirkan
Untuk menjalankan strategi tersebut, tim HR juga perlu mengumpulkan karyawan dan perusahaan guna berdiskusi secara jujur, transparan, dan konkret untuk memenuhi kebutuhan karyawan sebagai orang tua yang baru memiliki buang hati.
Ketika tidak ada dukungan dari perusahaan, Anda akan kehilangan karyawan berpengalaman dan berkinerja tinggi di tahap kehidupan krusial mereka. Mendukung ibu bekerja berarti menciptakan perusahaan yang memiliki orang-orang tanpa harus berpura-pura tidak mengalami transisi kehidupan yang besar. Ini adalah budaya perusahaan yang layak dihargai oleh semua orang.

Leave a Reply