Hendra Syah/Dok. Pribadi/HRPods

6 Kemampuan Harus Dikuasai Oleh Talent Acquisition Specialist

Talent acquisition specialist tak hanya terampil dalam menjalankan proses rekrutmen.

Ia juga berkontribusi dalam membuat keputusan rekrutmen, baik melalui employer branding serta inisiatif strategi perekrutan perusahaan.

Jika perusahaan ingin memenuhi tujuan bisnisnya, maka mereka perlu berinvestasi pada talent acquisition.

Investasi tersebut akan menghasilkan penemuan karyawan terbaik, sesuai peran, dan pada waktu tepat. Dengan demikian, perusahaan dapat tumbuh, berinovasi, dan mampu bersaing di pasar.

Hendra Syah membahas tentang fungsi talent acquisition melalui telekonferensi pada Rabu (18/05/2022). Ia pernah menjadi talent acquisition specialist di Ruangguru dan kini sebagai talent acquisition manager di FitHub.

Budaya Perusahaan Memengaruhi Proses Rekrutmen

Menurut saya talent acquisition atau recruiter itu lebih disesuaikan dengan perusahaan. Ada yang mendefinisikan berbeda.

Kalau talent acquisition berperan dalam end-to-end recruitment, mulai dari memahami kenapa perusahaan membutuhkan peran baru, mendesain job description yang fit-in dengan bisnis, lalu melakukan proses rekrutmen seperti interview, scheduling, sampai offering. Kalau recruiter hanya bertugas menjalankan rekrutmen saja.

Di pengalaman kerja saya di perusahaan sebelumnya, yang lebih konvensional, seorang recruiter tugasnya end-to-end recruitment seperti fungsi akuisisi bakat.

Pada dasarnya, peran talent acquisition itu tergantung budaya perusahaan, user, dan bisnis. Oleh karena itu, dia harus menguasai beberapa kemampuan.

Talent Acquisition Wajib Menguasai Hal Ini

Manajemen Karier

#1 Paham konteks bisnis

Kemampuan paling dasar talent acquisition specialist adalah memahami konteks bisnis atau mengetahui business acumen.

Ketika dia paham konteks bisnisnya, maka dia tahu orang-orang seperti apa yang dibutuhkan oleh perusahaan dan siapa yang akan mengisi peran tersebut.

Di perusahaan konvensional, dia akan mencari kandidatnya dulu. Dia tidak perlu bertanya dasarnya, “membutuhkan peran atau karyawan baru.” User request, lalu dia mencarikan kandidat.

Misalnya, di perusahaan finance atau banking, proses rekrutmen harus tunduk terhadap OJK (Otoritas Jasa Keuangan), termasuk peran dan strukturnya. Kalau perusahaan tidak mengikuti OJK, mereka bakal terkena masalah.

Kalau di perusahaan teknologi, talent acquisition cenderung memahami bisnisnya, lalu mengetahui tentang peran dan tugas kandidat untuk mendukung perusahaan.

Terkadang, ada user yang etidak bisa menjelaskan peran yang dibutuhkan. Dia hanya mengetahui bisnis secara general. Di situasi itu dibutuhkan seorang akuisisi bakat untuk membantu kebutuhan user.

Bahkan ada kondisi di mana user melihat seseorang, setelah itu minta bantuan talent acquisition untuk membuat peran atau posisi dalam perusahaan.

Misalnya, ada orang yang punya follower banyak banget, dia jago banget komunikasinya, asik banget kalau ngobrol, lalu user dan talent acquisition membicarakan posisi yang cocok buat dia.

Jadi rekrutmen di perusahaan teknologi cukup reaksioner. Peran dan strukturnya masih cukup bebas untuk dibuat dan enggak terlalu kaku.

#2 Komunikasi intensif

Menjadi talent acquisition itu harus mampu berkomunikasi intensif dengan stakeholder.

Dalam konteks business partner, kita harus memahami kebutuhan dan keluhan user. Dari hal itu, kita dapat menawarkan improvement atau inisiatif. Lagi-lagi, kalau kita harus memahami bisnis das berempati dengan mereka.

Di sisi lain, dia juga harus aktif berkomunikasi dengan kandidat.

Ketika approach, dia harus meyakinkan kandidat untuk mengikuti proses rekrutmen di perusahaan kita. Kalau tidak seperti itu, kemungkinan kandidat tidak dapat feel-nya.

#3 Kelola ekspektasi

Selain itu, kita sebagai talent acquisition bisa one step ahead. Jadi, ketika permintaan karyawan baru muncul, kita tidak kaget.

Nah, yang jadi masalah itu kalau kita sedang mengerjakan suatu tugas, tiba-tiba ada permintaan baru. Jadi, talent acquisition harus mampu mengelola ekspektasi.

Misalnya, menganalisis bisnis perusahaan yang berkaitan dengan tren, kapan big season rekrutmen, apa yang harus diantisipasi, dan bagaimana workflow bisnis. Semua itu bisa memudahkan kita dalam pencarian kandidat untuk kebutuhan user.

#4 Paham fitur job portal

Sourcing kandidat bisa dari mana saja. Ruangguru punya employee referral, internal recruitment, talent pool, dan menggunakan job portal.

Namun, kita harus paham fitur-fitur job portal, karena masing-masing portal punya kelebihan dan kelemahannya.

Kebetulan saya sempat pegang beberapa posisi untuk departemen tertentu. Namun, beberapa posisi yang kita butuhkan tidak dijangkau oleh LinkedIn.

Misalnya, posisi sales di luar Jakarta. LinkedIn tidak memenuhi kebutuhan kita yang seperti itu.

Kalau posisi yang dibutuhkan buat Jakarta dan sekitarnya dan kota besar, kita masih bisa menggunakan LinkedIn. Kalau untuk penempatan spesifik, lebih baik cari portal lain.

Jobs.id itu bagus meski banyak orang underestimate. Keunggulan mereka itu adalah provide posisi dengan penempatan sampai ke kota kecil, seperti Bojonegoro, Kotamobagu, atau Flores.

Saya bisa bicara begini karena pernah menggunakan beberapa job portal. Bahkan saya ketemu dengan kandidat potensial sampai offering dan closing.

Ketika kita tahu fitur job portal, kita bisa memaksimalkan buat mencari kandidat. Keputusan menggunakan jasa job portal ini kewenangan perusahaan, jadi ada yang mau investasi ke sana, ada yang tidak.

#5 Terbiasa dengan tantangan

Kita itu harus siap dengan pressure. Banyak kondisi di mana kita dapat permintaan “hiring roro jonggrang.” Jadi harus siap memberikan kandidat yang tepat dan dalam waktu singkat.

Kalau talent acquisition atau recruiter kaget, lalu dia stress, healing dulu, baru kembali kerja, itu malah menyusahkan tim.

Kalau terbiasa dengan tantangan, termasuk tekanan, dia akan menjalani pekerjaan meski terbentur. Itu membentuk mentalnya untuk me-manage stres.

Tidak bisa dipungkiri, stres kerja itu tetap ada. Kalau dia mampu menangani itu semua, pekerjaan dan proses rekrutmen pun tetap berjalan lancar.

#6 Harus fleksibel

Kita harus fleksibel dalam bekerja dan FOMO (fear of missing out). Apalagi kita sering menjumpai banyak orang, banyak permintaan, dan dikelilingi tren, baik yang berhubungan pekerjaan atau tidak.


Posted

in

by

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *