Tren HR 2026 HRPods

5 Tren HR 2026: Strategi Optimalkan Tenaga Kerja

Tren HR 2026 masih dipengaruhi oleh teknologi, ekspektasi karyawan, dan ketidakpastian politik. Hal itu memengaruhi cara kerja dan cara perusahaan beroperasi. Bagi tim dan rekan HR, ini adalah momen penting untuk menjalankan transformasi yang strategis, bukan sekadar peran administratif. 

Untuk pengelolaan sumber daya manusia (SDM) tahun depan yang tetap mendukung bisnis perusahaan dan perkembangan keterampilan karyawan, Anda dan tim perlu mengetahui tren HR 2026 berikut ini berdasarkan Korn Ferry. 

5 Tren HR 2026 yang Mendefinisikan Ulang Tempat Kerja

1) RTO membentuk ulang EVP

Tak sedikit perusahaan di seluruh dunia yang memberikan mandat return to office (RTO, kembali ke kantor) kepada karyawannya. Ini artinya, semakin banyak perusahaan yang mengurangi model kerja jarak jauh dan hibrida, sehingga memaksa karyawan bekerja di kantor

Namun, kebanyakan karyawan tidak ingin kembali bekerja full time di kantor. Survei Workforce 2025 yang dilakukan oleh Korn Ferry terhadap lebih dari 15.000 pekerja global menemukan bahwa meskipun 59% karyawan bekerja full time di kantor, hanya 19% yang merasa senang. Seperempatnya mengatakan, mereka akan merasa paling bahagia jika bekerja sepenuhnya secara jarak jauh. 

Kesenjangan ini membentuk kembali employee value proposition (EVP) dan menciptakan tantangan di seluruh bagian tim perekrut atau talent acquisition:  

  • Tim kesulitan mendapatkan kandidat terbaik jika perusahaan tidak dapat menawarkan fleksibilitas di tempat kerja, ini berlaku terutama di bidang yang kompetitif, di mana model kerja hibrida atau jarak jauh merupakan hal yang sangat diingin oleh kandidat  
  • Retensi karyawan merupakan tantangan karena kebijakan RTO yang kaku berisiko tidak menarik kandidat terbaik yang tidak dapat ditanggung oleh perusahaan 
  • Karyawan merasa kesal atau tidak terlibat jika dipaksa kembali ke kantor penuh waktu, karena mereka merasa perusahaan tidak percaya kepada kemampuan mereka untuk bekerja jarak jauh, sehingga mereka tidak terlibat dan merusak produktivitas serta budaya kerja

Roger Philby dari Korn Ferry mengatakan hal yang penting bukan di mana karyawan bekerja, tetapi seperti apa pekerjaan itu. Yang perlu ditanyakan oleh perusahaan adalah bagaimana kita perlu mendesain ulang pekerjaan. 

Peluang

Perusahaan yang siap menghadapi masa depan akan merekrut berdasarkan keterampilan–bukan peran–dan menawarkan mobilitas berbasis kisi dibanding jenjang karier linear. Kerangka kerja baru ini terbilang fleksibel, karena karyawan dapat ditempatkan di berbagai tugas berdasarkan nilai atau kompetensi yang mereka bawa, sehingga mereka terlibat pada waktu dan tempat yang tepat dalam pekerjaan yang perlu mereka lakukan. 

Tim yang gesit dan tersebar di seluruh perusahaan–ada pula yang tersebar di seluruh dunia–membuat pembahasan RTO menjadi tidak relevan.

2) AI dan pembentukan kepemimpinan 

Survei Korn Ferry lain menemukan bahwa pertumbuhan dan ekspansi pasar merupakan prioritas bagi pemimpin HR global di 2026. Namun, sebesar 60% responden menyatakan bahwa ketidakpastian ekonomi akan berdampak besar pada bisnis mereka. Artinya, mereka di bawah tekanan untuk berbuat lebih banyak sambil memangkas biaya, meningkatkan efisiensi, dan mendongkrak produktivitas.

Untuk menghadapi tekanan ini, banyak perusahaan merampingkan struktur dengan menghilangkan middle manager dan mengganti pekerjaan tingkat pemula dengan AI. Survei CEO and Board di Korn Ferry menunjukkan bahwa 82% BOD dan CEO mengatakan akan mengurangi hingga 20% tenaga kerja mereka dalam tiga tahun ke depan karena AI. Konsekuensinya adalah:

Jalur kepemimpinan kosong

Menghilangkan peran tersebut diam-diam menghancurkan posisi kepemimpinan masa depan perusahaan. Tanpa posisi pemimpin, perusahaan berisiko menciptakan struktur yang hampa terlebih ketika dengan pemimpin senior di puncak, sementara mesin dan kontraktor di bawah yang sangat sedikit di antaranya. 

Kelangsungan budaya melemah 

Middle manager sering bertindak sebagai pembawa budaya, mewariskan nilai-nilai dan praktik. Tanpa mereka, perusahaan kehilangan kelangsungan dan kesulitan mewujudkan strategi menjadi tindakan.  

Leadership burnout 

Pemimpin senior menderita burnout saat tuntutan perusahaan meningkat kepada mereka. Misalnya, menghabiskan lebih banyak waktu untuk pemecahan masalah sehari-hari alih-alih strategi jangka panjang. Sekilas cara memangkas middle manager adalah hal cepat, tetapi rapuh dan tidak keberlanjutan di internal perusahaan. Tantangan bagi pemimpin HR adalah menghadirkan efisiensi tanpa menguras tenaga kepemimpinan di masa mendatang. 

Peluang:

Perusahaan perlu berfokus pada pembangunan jalur kepemimpinan yang berkelanjutan. Hal ini dimulai dengan mengklarifikasi tipe pemimpin yang dibutuhkan oleh perusahaan dan operasional serta merancang jenjang karier yang mencerminkan kebutuhan tersebut. BOD masa depan dapat berasal dari mana pun dalam perusahaan, maka bangun jenjang karier horizontal. 

Jika AI mengambil alih pekerjaan tingkat pemula, fresh graduate dapat memasuki dunia kerja dalam peran penghubung antara permasalahan bisnis, budaya, dan pekerjaan AI. Jadi, perusahaan dapat merekrut dan meningkatkan keterampilan AI yang dipadukan dengan kecerdasan emosional dari manusia. 

Baca juga: 7 Tren Tempat Kerja Ini akan Berpengaruh Pada 2026

3) Ambisi AI HR melebihi kemampuan 

Kemajuan AI terbaru melampaui otomatisasi dengan kemampuan agentic—alat yang dapat mengambil inisiatif secara otonom—dan memungkinkan hiper otomatisasi untuk mengalihkan tugas rutin HR. 

Namun, hanya 5% pemimpin HR yang merasa siap sepenuhnya untuk menerapkan AI secara efektif dan 40% mengalami hambatan besar dalam mengintegrasikan AI ke dalam talent management perusahaan. Hal ini disebabkan pengetahuan dan keterampilan tim HR yang kurang memahami AI, sehingga menunjukkan kesenjangan eksekusi pekerjaan. 

Peluang

Philby menyarankan kepada pemimpin HR untuk mendorong adopsi AI yang terarah agar mencapai kesuksesan. Untuk mendapatkan manfaat penuh dari AI, Anda harus: 

  • Meningkatkan teknologi agar dapat mendukung alat AI
  • Membersihkan dan menyatukan data 
  • Menilai bagaimana AI akan membentuk kembali pekerjaan dan peran 
  • Mengidentifikasi skill gap dan membangunnya secara sistematis 

4) Pembelajaran yang dipersonalisasi 

Kemajuan platform learning and development (L&D) berbasis AI memungkinkan perusahaan menyediakan jalur pertumbuhan yang disesuaikan bagi setiap karyawan. Mereka dapat menyesuaikan keterampilan, tujuan karier, dan kebutuhan bisnis yang sukar dilakukan beberapa tahun lalu.   

Dalam survei Workforce 2025, lebih dari 60% responden mengatakan akan bertahan di pekerjaan yang mereka benci, jika pekerjaan tersebut memberikan kesempatan untuk meningkatkan keterampilan dengan cepat. Bahkan AI memungkinkan coaching dalam skala besar dan memperluas dukungan kepada lebih banyak karyawan, sehingga semakin baik upaya perusahaan dalam meretensi karyawan.

Peluang

Philby memperingatkan tentang hambatan yang menghalangi pencapaian pemimpin HR. Data yang buruk, sistem manajemen pembelajaran yang rumit, dan pustaka konten yang generik dan ketinggalan zaman dapat mengarahkan karyawan ke jalur yang tidak mendukung tujuan bisnis.

Untuk memanfaatkan tren HR 2026 dalam bidang L&D berbasis AI, tim HR perlu: 

  • Membersihkan data dan memperbarui pustaka konten 
  • Membuat sistem komunikasi satu sama lain 
  • Mintalah bantuan perusahaan L&D berpengalaman 
  • Melibatkan manusia sebagai pengawasan 
  • Mengulangi guna perbaikan berkelanjutan 
Artikel selanjutnya: Panduan HR: Menghadapi Percakapan Sulit dengan Karyawan

5) Pemimpin HR mengambil alih kendali 

Pada 2026, pemimpin HR atau CHRO tidak hanya menyelaraskan strategi SDM dengan tujuan bisnis, juga turut merancang tujuan tersebut. Dalam survei CHRO 2025, sebanyak 61% pemimpin HR mengatakan CEO sering mengandalkan mereka untuk memberikan nasihat strategis mengenai isu bisnis utama. 

Keterbatasan karyawan, gangguan digital, dan adopsi AI saat ini menjadi hal yang sangat penting bagi daya saing perusahaan, sehingga tidak ada keputusan bisnis besar yang boleh dibuat tanpa mempertimbangkan karyawan. Di sisi lain, CHRO dapat merancang kapabilitas tenaga kerja berbekal data analitik HR. 

Peluang

CHRO perlu membangun kemitraan lintas fungsi, seperti penengah antara tim keuangan dan tim produk. “Posisikan ulang diri Anda sebagai penggerak kapabilitas organisasi,” saran Philby. 

Ini bukan hanya tentang mengidentifikasi dan mengisi skill gap pada tenaga kerja masa depan. CHRO perlu menciptakan kumpulan data yang memungkinkan tim HR memprediksi cara mencapai tujuan strategis serta menjelaskan kembali kepada pemimpin dari sudut pandang CFO. 

Pada akhirnya, mereka memimpin perubahan internal sekaligus membentuk kemampuan perusahaan untuk bersaing dalam tiga hingga lima tahun ke depan.


Posted

in

by

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *