Union busting HRPods

Union Busting: Ancaman Memperjuangkan Hak Karyawan

Akhir Agustus lalu, salah satu perusahaan media diduga melakukan union busting kepada karyawan yang membentuk serikat pekerja. Kabar tersebut dibantah oleh perwakilan perusahaan karena pihaknya tengah menjalankan restrukturisasi organisasi, dengan pemutusan hubungan kerja (PHK). 

Apa hubungannya dengan union busting? Beberapa hari setelah sembilan karyawan yang baru mendirikan serikat pekerja, perusahaan mem-PHK dan memutus semua akses pekerjaan mereka. Tak sedikit pihak yang mengatakan perilaku perusahaan tersebut adalah union busting

Memahami Union Busting

Union busting merupakan upaya memberangus serikat buruh yang dilakukan oleh pemberi kerja atau perusahaan yang bertujuan untuk menyetop aktivitas serikat di perusahaan tersebut. Hal ini dapat dilakukan beragam cara, antara lain mengakhiri hubungan kerja karyawan yang bergabung dalam serikat dan menaikkan gaji karyawan yang tidak berserikat. 

Dalam pasal 28 UU Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Buruh disebutkan bahwa: 

Siapa pun dilarang menghalang-halangi atau memaksa pekerja/buruh untuk membentuk atau tidak membentuk, menjadi pengurus atau tidak menjadi pengurus, menjadi anggota atau tidak menjadi anggota, dan/atau menjalankan atau tidak menjalankan kegiatan serikat pekerja/serikat buruh dengan cara:

  1. melakukan pemutusan hubungan kerja, memberhentikan sementara, menurunkan jabatan, atau melakukan mutasi
  2. tidak membayar atau mengurangi upah
  3. melakukan intimidasi dalam bentuk apa pun
  4. melakukan kampanye anti pembentukan serikat pekerja/buruh

Ada dua bentuk tindakan pelarangan serikat buruh, yakni:

1) Perusahaan atau pengusaha yang berusaha mencegah karyawan untuk membangun dan bergabung dengan serikat pekerja/serikat buruh

2) Perusahaan atau pengusaha berupaya melemahkan kekuatan serikat buruh yang telah ada dengan intimidasi serta sanksi bagi pengurus dan anggota, dan tindakan diskriminatif lain yang bertujuan melemahkan serikat pekerja/serikat buruh

Mengapa perusahaan melakukan tindakan itu? Perusahaan beranggapan bahwa serikat buruh akan berpengaruh buruk terhadap kelangsungan usaha, di mana tujuan mereka berbisnis adalah meraup keuntungan sebesar-besarnya.

Baca juga: Inilah Kunci Industrial Relation Harmonis

Aksi Union Bustion Di Berbagai Negara

Amerika Serikat

Union busting di Negeri Paman Sam terjadi sekitar abad ke-19. Saat itu, terdapat perluasan pabrik yang menyebabkan migrasi tenaga kerja dari industri pertanian ke pertambangan, manufaktur, dan transportasi. Kondisi kerja itu sering kali tidak aman, mengupah pekerja perempuan lebih rendah daripada laki-laki, serta banyak mempekerjakan anak-anak.

Pemerintah tidak berbuat banyak untuk mengatasi masalah tersebut, sehingga mendorong gerakan buruh untuk mencari keadilan. Baik keadilan dalam segi upah, jam kerja, dan kondisi kerja yang lebih baik. Bentrokan antara buruh dan manajemen pun tak bisa dihindari. Bahkan kondisi tersebut dipengaruhi oleh perang, kebijakan pemerintah, dan proses pengadilan.

Dalam National Labor Relations Act (NLRA), pemerintah AS memberikan hak kepada karyawan sektor swasta untuk mogok kerja guna memperoleh upah, tunjangan, atau kondisi kerja yang lebih baik tanpa ancaman pemutusan hubungan kerja. 

Namun, mogok kerja karena alasan ekonomi, seperti memprotes kondisi tempat kerja atau mendukung tuntutan perundingan serikat pekerja, memungkinkan perusahaan mempekerjakan staf pengganti. Pekerja yang mogok harus menunggu lowongan dan mengikuti rekrutmen berikutnya. Jika pemogokan karena praktik perburuhan yang tidak adil, para pemogok yang digantikan dapat menuntut pemulihan segera setelah pemogokan berakhir.

Bila perjanjian kerja bersama memiliki klausul karyawan ‘tidak boleh mogok’ maka pemogokan selama masa berlaku kontrak dapat mengakibatkan pemecatan kepada karyawan yang mogok dan pembubaran serikat pekerja. Meski upaya itu sah secara hukum, tetapi dipandang oleh organisasi buruh sebagai union busting.

Artikel terkait: Serikat Pekerja, Antara Hak Dan Kewajiban

Inggris

Setelah pencabutan Combination Laws pada 1824, karyawan tidak lagi dilarang membentuk serikat buruh atau perundingan kolektif, meskipun terdapat pembatasan signifikan. Saat ini, UU Ketenagakerjaan Inggris dalam Employment Relations Act 1999 (ERA) dan Trade Union and Labour Relations (Consolidation) Act 1992 tak mempunyai hak hukum positif tentang pemogokan kerja.

Artinya, aksi mogok kerja yang diselenggarakan oleh serikat pekerja adalah sah jika beberapa persyaratan ketat terpenuhi. Misalnya, serikat buruh telah menjalankan pemungutan suara terhadap semua anggota yang akan diminta untuk ikut serta dalam aksi pemogokan.

Pada 2005, Gate Gourmet–penyedia makanan dalam penerbangan di Bandara Heathrow–mem-PHK 600 pekerja. Alasannya, perusahaan ingin menekan biaya operasional dengan mempekerjakan staf musiman dengan upah yang lebih rendah daripada karyawan tetap. Ini berdampak terhadap sekelompok karyawan menolak untuk kembali bekerja yang dianggap sebagai aksi mogok tidak resmi.

Trade Union Congress (TUC) melaporkan bahwa perselisihan tersebut telah direkayasa oleh perusahaan. Mereka mengganti karyawan tetap dengan staf musiman tetapi kontrak kerjanya lebih buruk. Bahkan PHK tersebut memicu aksi mogok kerja karyawan British Airways yang melumpuhkan penerbangan dan membuat ribuan pelancong terlantar di Inggris. Penyelesaian masalah selesai pada September 2005. 

Turki  

Belum lama ini, Petrol-İş yang berafiliasi dengan IndustriALL Global Union melaporkan manajemen YKK yang telah melakukan union busting terhadap karyawan, seperti mengancaman dan memaksa anggota serikat mengundurkan diri dan menolak berdialog dengan serikat buruh. Tindakan manajemen itu mengabaikan undang-undang serta kode etik perusahaan, yakni menghormati hak-hak dasar karyawan, yang mencakup kebebasan berserikat dan hak untuk berunding bersama

Sri Lanka

Ketika karyawan Lanka Leather Fashion–produsen busana kulit kelas atas–membentuk serikat buruh pada 2020, perusahaan justru melakukan union busting kepada mereka. Pendirian serikat dilatarbelakangi oleh kondisi kerja pabrik yang buruk, seperti pemenuhan target produksi tidak realistis, waktu istirahat tidak cukup (bahkan untuk pergi ke kamar mandi), dan tidak ada makanan gratis yang telah diamanatkan oleh undang-undang. Akhirnya, pada Maret 2021, perusahaan tidak mengakui serikat buruh dan tidak mau bertemu dengan perwakilannya serta beberapa pekerja yang berkaitan dengan serikat telah dipecat.

Bacaan selanjutnya: Anak Legal Sebutkan 5 Masalah Hukum Tentang Ketenagakerjaan

Selalu Ada Alasan Dari Perusahaan

Menurut Bivitri Susanti, aktivis dan pengajar di Sekolah Tinggi Hukum (STH) Indonesia Jentera, seseorang yang berserikat untuk memperjuangkan hak-haknya tidak boleh di-PHK. Ketika perusahaan memecat karyawan yang berserikat, maka tindakan tersebut adalah union busting

Dari sisi perusahaan, lanjut Bivitri, mereka akan mengelak bahwa pihaknya tidak melakukannya karena menghindari konsekuensi pidana. Tindakan union busting juga dapat dilakukan secara “legal” walaupun saat ditelusuri itu menjadi pemberangusan karyawan yang berserikat.

Ia mencontohkan program golden handshake dari perusahaan kepada sejumlah karyawan. Jika diteliti lebih mendalam, orang-orang yang dibebastugaskan–atau dipecat–ada kaitannya dengan serikat pekerja. Ada pula, siasat perusahaan dengan memecah belah karyawan yang tergabung di serikat buruh.


Posted

in

by

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *