Perusahaan dapat menjalankan program coaching, tanpa melibatkan pihak lain.
Dengan catatan, perusahaan memiliki karyawan yang telah mendapatkan sertifikasi coach dari institusi coaching terpercaya. Sebut saja sertifikasi dari International Coaching Federation.
Biasanya, coach internal akan memberikan coaching kepada anggota tim atau karyawan dari departemen lain. Apakah cara tersebut efektif? Apakah coachee akan terbuka kepada coach eksternal atau internal?
Flavia Sungkit, pendiri Ikigai Consulting, membahas tantangan yang dihadapi oleh perusahaan dalam program coaching kepada HRPods pada Rabu (07/06/2023) melalui telekonferensi.
Membangun Komunikasi Antara Perusahaan Dan Coach
Sebelum memberikan coaching, sebaiknya perusahaan berkomunikasi dengan coach atau konsultan coaching.
Biasanya, coach atau konsultan bertanya kepada penanggung jawab perusahaan tentang tujuan coaching. Setelah itu, mereka mengumpulkan informasi potensi, kinerja, pencapaian, hingga aspirasi karier karyawan.
Ada seorang klien saya yang mengirimkan 10 karyawan untuk coaching. Namun, beliau mengatakan kalau ada satu orang yang tidak memiliki potensi seperti rekan kerjanya.
Ketika coaching, ternyata benar. Progres satu orang berbeda, ia belum siap untuk coaching tetapi lebih cocok mengikuti mentoring.
Di coaching, coach akan banyak bertanya ke coachee, materinya akan disesuaikan dengan tujuan yang telah ditentukan oleh perusahaan.
Dalam kasus ini, ia justru step back dibandingkan rekan lainnya. Jadi, ia harus diberikan materi dan dijelaskan lagi.
Jadi, kami menyarankan kepada perusahaan untuk menggunakan assessment. Ini untuk mengetahui kesiapan karyawan sebelum coaching.
Bagaimanapun coaching adalah salah satu investasi perusahaan kepada karyawan. Jadi, jangan sampai investasi ini sia-sia apalagi menggunakan pihak eksternal.
Pemilihan tipe coaching

Ada berbagai macam tipe coaching. Bagi perusahaan yang akan mengirimkan karyawan untuk coaching, konsultan akan merekomendasikan pemilihan tipe berdasarkan tujuan mereka.
- Development coaching untuk pengembangan potensi atau kompetensi individu
- Life coaching untuk membuat kemajuan dalam kehidupan personal
- Executive coaching untuk memaksimalkan dampak dan kinerja level manajer ke atas
- Career coaching untuk membicarakan aspirasi karier bagi karyawan baru dan sampai batas mana perusahaan membantu pengembangan kariernya
- Individual coaching untuk pengembangan profesional dan pertumbuhan personal
- Team coaching untuk menyelaraskan tim yang berisi orang hebat dapat bekerja sama
Durasi coaching yang ideal
Durasi coaching akan disesuaikan dengan tipenya. Bisanya, sekitar 60-90 menit untuk individual coaching dan tiga jam untuk team coaching yang berisikan empat hingga lima orang.
Idealnya, coaching dilakukan satu kali dalam sebulan. Kalau jedanya di atas 1,5 bulan, coachee terkadang sudah lupa tentang materi atau motivasinya menurun.
Menurut pengalaman saya, coaching akan efektif jika dilakukan paling sedikit tiga kali.
Ada klien yang sudah coaching sekitar enam kali dalam enam bulan di Ikigai Consulting. Saya melihat, fondasinya sudah mantap, sehingga ia hanya perlu coaching maintenance sekali dalam dua bulan.
Penunjukan coach
Dalam penunjukan coach, perusahaan dan konsultan akan melihat tujuan dan kebutuhan coaching. Namun, coach memiliki rate yang berbeda.
Coach dengan jam terbang tinggi dan keterampilannya mumpuni akan mempunyai rate yang tinggi. Di sini dapat dikatakan bahwa rate seorang coach menentukan biaya coaching.
Saya menyadari bahwa Ikigai Consulting berada di pasar business to business. Jadi, kami menetapkan biaya coaching berdasarkan bujet perusahaan, tetapi tetap ada rate untuk coach. Tidak mungkin, kan, coach berpengalaman dihargai rendah?
Tantangan Coaching Yang Perlu Diperhatikan Oleh Perusahaan
Tak sedikit perusahaan yang mengirimkan team leaders-nya untuk menjadi coach. Setelah program selesai, atasan meminta mereka untuk coaching anggota tim setiap bulan.
Masalahnya, tujuan coaching tidak ditentukan terlebih dahulu. Objektifnya tidak jelas, maka sesi coaching bisa ke mana-mana.
Team leader pun bingung apa yang harus dibahas, sehingga ia sebagai coach hanya mengobrol dengan karyawan. Bahkan tak jarang, kondisi itu seperti feedback session.
Dari pengalaman saya, alasan perusahaan lebih baik menggunakan pihak eksternal daripada internal untuk coaching adalah masalah kepercayaan.
Karyawan sebagai coachee tidak percaya kepada coach, karena takut pernyataannya menjadi gosip dan bias informasi. Oleh karena itu, coach harus mengetahui teknik bertanya yang tepat.
Di luar pemilihan coach internal atau eksternal, tantangan coaching lebih banyak berasal dari perusahaan.
Ekspektasi perusahaan
Banyak perusahaan yang ingin hasil coaching instan. Misalnya, karyawannya baru dua kali mengikuti coaching.
Sang atasan mengatakan kalau kinerja mereka belum memperlihatkan progres. Padahal ada kemungkinan karyawan tersebut sedang memperbaiki diri.
Jadi, coach atau konsultan perlu me-manage ekspektasi dari klien atau atasan. Mereka harus memberikan pengertian kalau setiap orang memiliki progres berbeda.
Proses action plan
Terkadang atasan kurang jeli melihat karyawan dalam menjalankan assignment atau action plan.
Misalnya, seorang karyawan kurang percaya diri dan dianggap pasif oleh atasannya. Di sesi coaching, coach mendorongnya untuk berani berkomunikasi dengan lebih efektif.
Ketika di kantor, ia mempraktikkan cara berkomunikasi tetapi justru diprotes oleh atasannya, “Kok dia jadi blak-blakan banget, ngomongnya enggak ada filter.”
Kalau kami melihat, si karyawan ini sedang berproses memperbaiki caranya berkomunikasi dan membuka diri untuk berani berbicara di depan umum.
Mengajak perusahaan terlibat
Terkadang ada perusahaan yang menginginkan hasil coaching instan. Maksudnya, ketika mengirimkan karyawan untuk coaching, perusahaan ingin mereka memperlihatkan hasil signifikan dalam kinerja.
Anggapan itu bukan berarti perusahaan jahat atau buruk, tetapi kami harus mengedukasi bahwa proses coaching memerlukan berbagai pihak. Coach atau konsultan, coachee, dan perusahaan.
Perusahaan juga perlu membangun komunikasi dengan karyawan, setelah mereka mengikuti coaching.
Atasan tidak harus menggunakan teknik coaching untuk hal itu. Setidaknya, ia mengobrol atau bertanya dengan empati tentang proses pembelajaran karyawan.
Proses ini seperti orang tua yang menyekolahkan anaknya. Meski si anak belajar di sekolah, tetapi orang tua juga berperan aktif mendidiknya di rumah.
Kalau mereka tidak terlibat untuk mengajarkan sesuatu ke anak, ya, jangan berharap lebih.
Investasi Manusia Tidak Seperti Barang
Mengingat coaching adalah investasi, maka perusahaan perlu memahami bahwa investasi kepada manusia tidak seperti barang. Manusia itu bukan robot.
Saya sering menjumpai perusahaan yang masih very practical menginginkan return on investment dari program pengembangan karyawan. Mereka mengevaluasi project yang diberikan kepada karyawan berbentuk angka.
Kalau perusahaan sudah mengerti tentang HR dan memahami bahwa manusia harus dikembangkan dan memerlukan proses, proses coaching atau training tidak membebani karyawan.
Dalam pengembangan karyawan, ada individu yang cepat belajarnya, tetapi ada juga yang membutuhkan proses.
Jadi, perusahaan harus melihat potensi karyawan secara komprehensif. Jika berpotensi, apakah mereka memiliki kemauan dan keterbukaan untuk menjalani program pengembangan atau tidak.
Peluang perempuan atau laki-laki dalam mengikuti coaching pun sama, selama mereka berpotensi. Hal ini tergantung industri dan kebijakan pemimpin.
Misalnya, salah satu klien Ikigai Consulting memiliki bisnis dengan target market perempuan, jadi level pemimpinnya kebanyakan perempuan. Klien manufaktur mempunyai lebih banyak pemimpin laki-laki.
Bagi perusahaan yang berencana menawarkan coaching sebagai pengembangan karyawan, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan.
Pertama, perusahaan harus menentukan coach. Pastikan coach–internal, eksternal, atau kombinasi keduanya–harus sudah tersertifikasi institusi coaching.
Seseorang yang tidak belajar how to be a good coach, ia cenderung menjadi mentoring atau giving advice, bukan menjalankan teknik coaching. Penunjukan coach tidak boleh sembarangan.
Kedua, memiliki design program. Program berisikan tujuan, kick-off meeting, assessment, tools yang digunakan, durasi, pengukuran, assignment, hingga evaluasi coaching.
Ketiga, kejelasan jenjang karier. Ada karyawan yang mengikuti coaching mengharap jenjang karier yang bagus.
Di sini, perusahaan atau atasan harus memaparkan tujuan coaching dengan jelas. Anda dapat menjelaskan apakah coaching bagian dari kenaikan karier atau sebagai pengembangan individu.
Leave a Reply