Mengelola kinerja tim bukan perkara mudah bagi manajer. Survei pada 2019 menunjukkan bahwa 57% karyawan di dunia mengundurkan diri karena atasan, sedangkan pada 2022, 82% karyawan Amerika mempertimbangkan untuk berhenti bekerja bukan lantaran pekerjaan atau perusahaan, melainkan pemimpinnya.
Kondisi ini kemungkinan besar dialami oleh sejumlah perusahaan di Indonesia. Ketika mendengar alasan pengunduran diri, ada karyawan yang berhenti dari pekerjaannya karena lokasi, tetapi ada pula yang merasa tidak cocok dengan atasannya–mencakup team leader, supervisor, atau manajer. Walaupun keputusan pengunduran diri adalah hak karyawan, tetapi jika kondisi tersebut diabaikan oleh organisasi, maka level turnover pun meningkat dalam jangka panjang. Ini akan berdampak terhadap produktivitas dan kinerja bisnis.
Mario Montino, Director BTS Indonesia, berbagi pandangan tentang peran manajer dalam pengelolaan kinerja dan komunikasi karyawan, kepada HRPods, Kamis (15/08), di Jakarta. Simak perbincangan kami mengenai inisiatif yang dapat membantu manajer meningkatkan kemampuan guna mengelola kinerja timnya.
Membangun Keselarasan Antara Manajer Dan Anggota Tim
Hubungan yang selaras antara manajer dan anggota tim menjadi salah satu kunci kesuksesan organisasi. Pasalnya, kondisi tersebut dapat memotivasi karyawan sehingga mereka bekerja lebih efektif sekaligus terlibat dalam pekerjaannya.
Bahkan hubungan kedua pihak yang harmonis akan menghasilkan lingkungan kerja yang produktif. Terlebih jika manajer memahami kebutuhan, aspirasi, tantangan, dan bantuan yang perlu diberikan kepada timnya. Meski terdapat kendala dalam prosesnya, mereka dapat menyelesaikan masalah dengan baik, melalui pemberian umpan balik yang konstruktif.
Namun, membangun hubungan dengan tim bukan hanya tanggung jawab manajer saja. Perusahaan pun mempunyai andil dalam hal tersebut.
Gallup menyarankan, jika perusahaan ingin meningkatkan employee engagement, mereka harus memprioritaskan keterampilan manajer. Selain itu, perusahaan perlu merumuskan tanggung jawab secara jelas dan membekali manajer dengan coaching.
Bekal Manajer Untuk Mengelola Kinerja Tim
Berbicara mengenai pengelolaan tim, kita tak bisa mengabaikan tentang mengelola kinerja karyawan. Berdasarkan AIHR, pengelolaan kinerja merupakan proses berkelanjutan di mana manajer dan anggota timnya saling berkomunikasi secara teratur guna menilai dan meninjau tanggung jawab pekerjaan, harapan, kinerja, dan strategi pengembangan.
Hal ini bertujuan untuk kebaikan perusahaan sekaligus karyawan, yakni:
- Memberdayakan karyawan agar mereka memiliki kinerja optimal
- Menyelaraskan upaya mereka dengan tujuan perusahaan
- Menciptakan lingkungan kerja yang positif sehingga meningkatkan kepuasan kerja karyawan
Ada beragam cara yang dapat ditempuh oleh perusahaan untuk meningkatkan kemampuan manajer dalam mengelola kinerja tim. Salah satunya dengan model Symphony. Ini adalah capability building untuk pemimpin, termasuk manajer, yang mencakup enam komponen dan terdiri dari tiga hal dari sisi pemimpin serta tiga hal dari sisi karyawan.
“Ide ini berasal dari konsep musik orkestra, di mana konduktor akan mengorkestrasi pemain biola, cello, flute, horn, dan lainnya sehingga instrumen terdengar selaras dan merdu. Pendekatan seperti ini cocok untuk perusahaan yang sudah berjalan yang ingin meningkatkan kinerjanya,” ujar Mario.
Sisi pemimpin
Dari sisi pemimpin, Symphony mendorong orang-orang yang memimpin tim–semua level pemimpin–untuk berfokus tiga hal, yaitu:
Mengelola ekspektasi
Pemimpin perlu mengelola ekspektasi anggota timnya, seperti memahami aspirasi karyawan yang ingin berkembang; memahami strategi, misi, dan visi perusahaan; hingga mengomunikasikan ekspektasi perusahaan terhadap karyawan. Ia juga harus memastikan kesesuaian ekspektasi karyawan maupun manajemen.
Coaching dan umpan balik
Pemimpin yang telah mengantongi keterampilan coaching wajib memberikan umpan balik kepada karyawan dan berlaku juga sebaliknya. Menurut Mario, “Terkadang pemimpin yang posisinya sudah tinggi kurang menyentuh lapangan, padahal akar masalah kinerja bisa terjadi di lapangan. Jadi, pemimpin harus open for feedback dan berdialog dua arah.”
Menyediakan sumber daya
Fokus terakhir adalah pemimpin menyediakan sumber daya untuk mendukung karyawan yang berbentuk seperti dana, waktu, tenaga, atau sumber daya lain. Misalnya, perusahaan yang sukses dalam segmen business-to-business ingin merambah ke business-to-customer. Jadi, mereka perlu menambah karyawan di beberapa kantor cabang yang memiliki kemampuan riset dan layanan konsumen guna menindaklanjuti kebutuhan pelanggan dengan dengan sistem digital.
Sisi karyawan
Dari contoh di atas, kita melihat seakan-akan mengelola kinerja tim hanya dilihat dari sudut pandang manajer. Namun, model Symphony menekankan sudut pandang karyawan untuk mempertimbangkan dan memastikan keselarasan. Hal itu meliputi tiga hal, yaitu:
Memastikan kecocokan pekerjaan
Alumnus Universitas Katolik Parahyangan ini menjelaskan bahwa perusahaan perlu melakukan asesmen kepada karyawan untuk memahami kecocokannya terhadap pekerjaan dan kemungkinan ia dipindah ke fungsi atau peran lain yang lebih sesuai dengan kelebihannya.
“Salah satu contoh di klien kami, perusahaan memindahkan karyawan dari fungsi bisnis ke fungsi learning, yang terkesan berbeda jauh. Namun, berdasarkan hasil asesmen, orang tersebut memiliki karakteristik senang belajar dan mengajar, yang lebih diperkuat dengan pengalaman lapangan. Ketika melakukan pelatihan, ia mengajarkan cara yang applicable untuk karyawan di lapangan.”
Memberikan pelatihan dan pengembangan
Jika perusahaan ingin menugaskan karyawan ke level lebih tinggi atau rotasi ke fungsi berbeda, sebaiknya berikan ia pelatihan dan pengembangan guna meningkatkan kapabilitas untuk menjalankan pekerjaannya.
Poin yang perlu diingat oleh manajemen adalah jangan memindahkan karyawan ke bagian baru atau divisi lain, lalu memintanya untuk mencapai target. Padahal perusahaan belum memberikan asesmen, pelatihan, dan peluang memperlihatkan kinerj kepada yang bersangkutan.
Membangun koneksi
Poin yang tak kalah penting adalah manajemen perlu membangun koneksi antara pemimpin dengan karyawan serta perusahaan dengan karyawan. Pemimpin yang berhubungan baik dengan timnya, kemungkinan anggota tim akan berupaya maksimal dan lebih engaged ketika diminta untuk meningkatkan kemampuan, apalagi jika peran mereka sejalan dengan aspirasi karier.
Tantangan Pengelolaan Kinerja Karyawan

Jika manajer menerapkan metode pengelolaan kinerja dengan tepat, seharusnya produktivitas akan tercapai, tetapi terkadang tidak selalu demikian. Meski telah berupaya maksimal, ada kemungkinan kinerja perusahaan secara keseluruhan tidak tercapai. Biasanya, hal ini disebabkan oleh beberapa tantangan yang berada di luar kendali karyawan maupun perusahaan.
Tantangan eksternal
Tantangan eksternal adalah berbagai dinamika yang terjadi di luar kendali perusahaan sehingga berpengaruh terhadap kinerja bisnis, seperti kondisi politik, ekonomi, sosial, lingkungan, hingga kebijakan pemerintah.
Contohnya, kehadiran AI dapat menggantikan beberapa pekerjaan seperti membuat narasi dan desain promosi, sehingga tim marketing tidak membutuhkan advertising agency. Tak ada hal keliru dengan AI, karena itu ialah tantangan eksternal yang berada di luar kendali agency.
Tantangan internal
Tantangan internal ialah dinamika yang berada di dalam perusahaan, seperti kemampuan kepemimpinan manajer, kesesuaian keterampilan karyawan terhadap pekerjaan dan industri, atau apakah budaya perusahaan mendorong karyawan baru menjadi high performer.
Misalnya, Si A adalah market analyst dan selalu berkinerja di atas rata-rata saat bekerja di perusahaan lama, karena tim dan pemimpinnya sangat suportif dalam berkolaborasi. Di tempat kerja baru, ia sulit mempunyai prestasi karena semua tim bekerja secara silo dan tidak ada kolaborasi. Ketika membutuhkan beragam data untuk analisis pasar, ia harus meminta izin belasan pihak di luar bagiannya dan proses tersebut berlangsung lama. Situasi itu berada di luar kendali karyawan maupun manajer, tetapi seharusnya masih dalam kendali pimpinan tertinggi di perusahaan.
3 Kiat Mengatasi Karyawan Underperforming
Kesuksesan manajer bukan hanya dilihat dari kontribusi individual, juga kemampuannya mendorong kinerja anggota tim. Sering kali, manajer menangani karyawan berkinerja rendah hanya dengan monitoring dan evaluasi saat pertemuan one-on-one setiap minggu. Namun, itu tidaklah cukup, terlebih ketika manajer harus mengatasi karyawan underperforming.
1) Cek skill set
Pria yang sebelumnya berpengalaman mengeksekusi 17 proyek Balanced Scorecard di berbagai negara Asia Tenggara ini menyarankan kepada manajer untuk mengecek skill set dan job role karyawan underperforming.
“Kalau sebelumnya, dia menjalankan role di bagian administrasi lalu diminta menjalankan tugas marketing, apakah dia mau pindah ke bagian baru atau terpaksa? Apakah dia sudah ditraining?”
Bagi Mario, hampir tidak ada orang yang menjadi high performer, jika ia terpaksa pindah ke bagian baru di luar kemampuannya. Pasalnya, karyawan berkinerja tinggi perlu memiliki kemauan, kemampuan, dan aspirasi personal sesuai dengan pekerjaan.
2) Lihat attitude
Manajer perlu melihat attitude karyawan. Dalam beberapa kasus underperforming, akar permasalahannya bukan pada kemampuan, tetapi lebih kepada sikap karyawan terhadap diri sendiri, sesama rekan kerja, maupun pihak lain.
Bicara mengenai attitude, hal ini agak sulit untuk diubah karena berkaitan dengan sikap mental seseorang yang sudah lama terbentuk. Sebut saja, ia berpola pikir negatif, sering menolak berkolaborasi dengan divisi lain, atau sibuk dengan ponselnya jika mengikuti pelatihan karena beranggapan bahwa aktivitas tersebut membuang waktunya.
3) Cek enam komponen
Manajer dapat mengevaluasi situasi berdasarkan enam komponen Symphony:
- Apakah karyawan sudah memahami ekspektasi dari manajer?
- Apakah proses coaching telah dilakukan? Apa saja umpan balik yang diberikan dari kedua belah pihak?
- Bagaimana dengan dukungan atau penyediaan sumber daya dari sisi perusahaan untuk mendukung karyawan melakukan pekerjaannya?
- Apakah ada kecocokan antara aspirasi, keterampilan, dan pengalaman karyawan dengan peran yang diembannya?
- Apakah perusahaan telah memberikan pelatihan memadai untuk karyawan?
- Bagaimana hubungan manajer dengan karyawan?
Ketika hasil evaluasi menunjukkan tidak ada masalah dalam keenam komponen tersebut, manajer bisa mengevaluasi sikap karyawan dan menggali akar masalah lebih lanjut melalui dialog. Jika tidak ada perubahan, manajer dan tim HR perlu memasukkan karyawan ke dalam PIP (performance improvement plan).
Bila perusahaan mempertahankan karyawan underperforming dan bersikap buruk–walaupun telah melalui PIP–akan menjadi contoh buruk serta menimbulkan ketidakadilan bagi karyawan lain. Solusinya, perusahaan dapat memutuskan hubungan kerja yang sesuai dengan undang-undang.
Jika masalah berasal dari keterampilan, maka perusahaan perlu memberikan karyawan untuk mengikuti pelatihan dan mempraktikkan keterampilan yang dipelajari guna meningkatkan kinerjanya.
“Kalau attitude karyawan kurang pas dengan company values, perusahaan bisa memberikan umpan balik dan batas waktu agar karyawan bisa berubah. Namun, jika akar penyebab masalah kinerja adalah hubungan karyawan dan atasan yang tidak baik, kemungkinan atasan juga perlu berkaca diri,” imbuh Mario.
Leave a Reply