Putra Wiramuda HRPods

Praktik Mindful STOP Dari Putra Wiramuda

Ketika dunia memasuki pandemi COVID-19, banyak pihak yang mendengungkan work-life balance, mental health awareness, hingga mindfulness.

Tak jarang, perusahaan maupun instansi mengundang praktisi mindfulness untuk memberikan insight melalui kegiatan daring atau luring. Ada insight tentang pengembangan karier dan personal hingga kesejahteraan fisik dan mental dari sudut pandang mindfulness.

Salah satu praktisi yang sering berbagi ilmu mindfulness adalah Putra Wiramuda.

Putra kerap menjadi pembicara lokakarya dan fasilitator mindfulness di perusahaan, universitas, dan komunitas. Buku perdananya adalah Di Sini & Saat Ini.

Perbincangan kali ini, ia membahas praktik mindfulness lebih spesifik, yakni mindful STOP pada Kamis (02/06/2022), melalui telekonferensi.

Mindful STOP: Apa Dan Bagaimana Caranya?

Jika merasa perlu berlatih mindfulness di tempat kerja, kita bisa mempraktikkan mindful STOP.

Ini adalah salah satu praktik mindfulness yang saya ajarkan dan sangat bisa dilakukan pada waktu jeda.

Praktik ini bisa dilakukan saat kewalahan dalam persoalan kehidupan, termasuk ketika ada tekanan pekerjaan. Kalau ada tempat duduk untuk diam bermeditasi itu jauh lebih baik.

Kalau tidak ada, tidak perlu cari ruang hening. Kita bisa duduk di kursi kerja atau di toilet yang biasanya hening.

Di awal latihan, terkadang seseorang sulit fokus, awkward, atau takut terdistraksi, tempat hening membantu yang bersangkutan untuk memusatkan perhatiannya.

S: Stop

S adalah stop atau berhenti.

Ketika kita mulai overwhelmed, panik, emosional, yang pertama kita lakukan berhenti dulu. Kita jeda dulu, tidak perlu terburu-buru mengambil keputusan.

Kenapa? Karena saat kita sedang di kondisi itu, sering kali keputusan yang kita ambil, tanpa disadari, akan merugikan di kemudian hari. Kita juga tidak bisa berpikir jernih menemukan solusi yang baik.

T: Take a deep breath

Kedua, kita sadari napas masuk dan keluar selama beberapa saat. Sekilas, menyadari napas adalah hal remeh karena sepanjang waktu kita melakukannya.

Namun kondisi itu justru melatih otot-otot mental mindfulness paling sederhana. Untuk durasi napas, kalau pemula sekitar 15 atau 20 menit. Kalau sudah terlatih, sekitar lima sampai 10 menit.

Pastikan diri kita sudah lebih tenang dan pelan-pelan akan lebih rileks. Enggak perlu ditenang-tenangin, sadari napas saja. Nanti, napas akan lebih stabil.

O: Observe

Ketiga, observasi atau amati apa yang sebenarnya terjadi saat ini. Kalau Anda panik, observasi apa yang membuat panik, emosi apa yang hadir, atau overthinking apa yang muncul dan mengganggu.

Yakinkan diri, ketika observasi, kita sudah tenang dulu. Kalau kita belum tenang, observasinya masih pakai kacamata emosi. Kondisi emosi ini sering bikin bias dalam mengambil sikap atau keputusan.

Harapannya, ketika kita observasi, pikiran menjadi lebih jernih dan sudut pandang lebih luas.

Ibarat teh tubruk, kalau air diaduk malah menjadi keruh. Jika ingin meminumnya, kita perlu menunggu daun teh mengendap ke bawah dan tidak keruh.

P: Proceed

Proceed atau perlakukan diri kita dengan penuh kasih. Di tahap observasi, saat kita melihat segala sesuatu lebih jernih dan lebih bijak, solusi akan muncul.

Misalnya, kita kerja sampai malam dan merasa ide enggak keluar, tetapi begitu kita jeda, latihan sadar napas, observe, ternyata masalahnya mengantuk.

Solusinya, tidur dulu, dan lanjutkan pekerjaan esok hari. Toh, kalau kita paksakan hasilnya enggak optimal dan menyiksa diri karena bisa bikin sakit.

Meski penjelasan saya tentang Mindful STOP terdengar mudah, tetapi ini bukan skill yang hanya dijelaskan sekali, lalu mengerti selamanya. Ini skill yang harus dilatih secara rutin.

Praktik Mindfulness Melatih Otot Mental

Mindful STOP HRPods

Selain mindful STOP, kita juga perlu berlatih meditasi atau mindul breath.

Ini adalah cara untuk menuntun kesadaran kita di momen saat ini. Bagaimana caranya? Mengamati napas masuk dan keluar. Lakukan setiap hari sekitar lima hingga 10 menit.

Mindful breath menunjang mindful STOP dan melatih otot-otot mental.

Kondisi itu berkaitan dengan pikiran manusia yang sering ke mana-mana. Pikiran bisa pergi ke masa depan, mencemaskan hal-hal yang belum terjadi–seperti galau, stress, bingung, sedih–, dan mengkhawatirkan sesuatu yang sudah terjadi di masa lampau.

Hal di masa depan atau di masa lalu, dua-duanya tidak nyata. Masa depan belum tentu terjadi dan masa lalu sudah terjadi dan tidak bisa diubah. Ironisnya, energi dan perhatian kita habis untuk hal itu.

Mindfulness dapat melatih dan mengarahkan kesadaran kita kembali ke momen di sini dan saat ini. Upaya ini dapat tercapai dengan menyadari napas.

Makanya ketika pikiran kita ruwet, pelan-pelan arahkan kembali kesadaran ke napas. Kembali ada saat ini dan di sini. Waktu sudah sadar napas, kita akan tenang.

Daripada energi kita habis untuk mencemaskan masa lalu, lebih baik energi dipakai untuk momen saat ini. Sesederhana itu sebenarnya, tetapi terkadang orang bingung bagaimana cara melakukannya.

Tentu saja, untuk memiliki kemampuan itu, kita butuh berlatih mindfulness. Kemampuan tersebut bisa menjadi otot mental di diri kita.

Sama seperti seseorang yang berencana mengikuti maraton. Dia akan berlatih lari dan mempelajari tekniknya untuk mencapai finish dengan lancar.

Kalau maraton, kita melatih otot fisik. Kalau mindfulness, kita melatih otot kesadaran atau mental. Semakin sering berlatih, kita akan semakin luwes dan lancar.

Selain itu, mindfulness melatih kita agar fokus dan tenang. Bukan fokus lalu tegang atau tenang kemudian kebablasan terlalu santai. Namun, fokus dan tenang di sini merujuk pada kondisi stabil.

Mindfulness Bukan Obat Penyelesaian Masalah

Mindfulness itu bukan obat mujarab yang bisa menyelesaikan semua masalah.

Misalnya, untuk mengatasi konflik antar karyawan. Kita tidak bisa latihan meditasi, lalu masalah mereka hilang.

HR bisa meminta masing-masing karyawan untuk menenangkan diri dengan menyadari napas dulu.

Bilang ke mereka, “Kalau sekarang mau diam-diaman, tidak masalah. Tenangkan diri dulu. Besok siang, kalau sudah tenang, pelan-pelan ngobrol buat cerita masalahnya.”

Ketika bercerita, nada salah satu karyawan mulai tinggi, minta dia untuk sadar napas pelan-pelan.

Kalau perlu, tunda obrolannya dan buat rules, seperti hanya akan mengobrol jika sudah kalem. Karena percuma berkomunikasi dengan orang marah.

Nanti lama dong? Ya, memang. Karena di dunia ini ga ada yang instan.

Di dunia ini, adakah yang baik dari hal instan? Hampir tidak ada. Kasus binomo, misalnya, yang menawarkan kekayaan dalam waktu cepat tetapi ujungnya bermasalah.

Saya sering bilang, “Jangan pernah berharap dengan ikut kelas mindfulness dan berlatih selama dua jam, tiba-tiba segala permasalahan di perusahaan Anda selesai dengan sendirinya.” Justru Anda harus rutin melatihnya.

Dengan praktik mindfulness, kita terlatih untuk tidak terburu-buru. Terlatih untuk menyelesaikan masalah satu per satu. Mindfulness itu soal single-tasking bukan multitasking.

Kadang saya bingung dengan lowongan kerja yang harus bisa multitasking.

Penelitian menjelaskan multitasking meningkatkan eror hingga 50 persen dan menurunkan produktivitas hingga 40 persen.

Jika demikian, berarti perusahaan mencari karyawan yang siap menurunkan produktivitas hingga 40 persen. Daripada multitasking, kenapa tidak membuat management system untuk karyawan?

Basically, sebenarnya tidak ada yang namanya multitasking. Yang ada namanya switch-task. Kita berpindah-pindah konsentrasi.

Dalam switch-task, kita memerlukan otak butuh beradaptasi. Di waktu otak mempersiapkan diri untuk mengerjakan tugas baru, it takes time. Kondisi itu sudah menurunkan produktivitas.

Misalnya, kita sedang mempersiapkan proposal marketing campaign, lalu harus membalas email klien. Kalau karyawan mampu menyelesaikan dua tugas di saat bersamaan, kemungkinan hasilnya tidak optimal.

Melakukan kedua tugas tersebut membutuhkan waktu dan konsentrasi. Sebaiknya, kita membagi tugas, seperti dua jam untuk membuat proposal dan satu jam membalas email.

Kalaupun terpaksa harus multitasking, be mindful dengan hal itu. Sadari kalau Anda sedang multitasking, mungkin peluang kesalahan jadi lebih tinggi. Kadang orang enggak sadar kalau dirinya sedang multitasking.


Posted

in

by

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *