Karyawan terdampak pemutusan hubungan kerja (PHK) tercatat sebesar satu juta sepanjang 2022. Hal tersebut disampaikan oleh Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo).
Ketua Umum Apindo Hariyadi Sukamdani mengatakan faktor yang menyebabkan PHK tak hanya karena dampak pandemi COVID-19. Penyebab lainnya adalah kinerja ekspor menurun, efisiensi perusahaan, serta kenaikan upah minimum.
PHK tak hanya terjadi dari sisi perusahaan kepada karyawan. Namun, karyawan juga dapat melakukan secara sukarela.
Baik PHK yang berasal dari perusahaan maupun karyawan, keduanya perlu perhatian teman-teman HRD. Anda dapat memberikan informasi dengan jelas berdasarkan regulasi terkini.
Praktik Perusahaan Melakukan PHK
Berdasarkan Undang-undang Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003, yang telah diperbarui, terdapat ketentuan tentang PHK.
Pasal 151
(1) Pengusaha, pekerja/buruh, serikat pekerja/serikat buruh, dan pemerintah,
dengan segala upaya harus mengusahakan agar jangan terjadi pemutusan
hubungan kerja.
(2) Dalam hal segala upaya telah dilakukan, tetapi pemutusan hubungan kerja
tidak dapat dihindari, maka maksud pemutusan hubungan kerja wajib
dirundingkan oleh pengusaha dan serikat pekerja/serikat buruh atau dengan
pekerja/buruh apabila pekerja/buruh yang bersangkutan tidak menjadi
anggota serikat pekerja/serikat buruh.
(3) Dalam hal perundingan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) benar-benar
tidak menghasilkan persetu-juan, pengusaha hanya dapat memutuskan
hubungan kerja dengan pekerja/buruh setelah memperoleh penetapan dari
lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial.
Pasal 152
(1) Permohonan penetapan pemutusan hubungan kerja diajukan secara tertulis
kepada lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial disertai
alasan yang menjadi dasarnya.
(2) Permohonan penetapan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat
diterima oleh lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial
apabila telah dirundangkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 151 ayat
(2).
(3) Penetapan atas permohonan pemutusan hubungan kerja hanya dapat
diberikan oleh lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrialjika
ternyata maksud untuk memutuskan hubungan kerja telah dirundingkan,
tetapi perundingan tersebut tidak menghasilkan kesepakatan.
Larangan Perusahaan Melakukan PHK
Ada beberapa kondisi perusahaan dilarang untuk melakukan PHK kepada karyawan. Hal tersebut tertulis dalam pasal 153.
(1) Pengusaha dilarang melakukan pemutusan hubungan kerja dengan alasan:
a. pekerja/buruh berhalangan masuk kerja karena sakit menurut keterangan dokter selama waktu tidak melampaui 12 (dua belas) bulan secara terus-menerus;
b. pekerja/buruh berhalangan menjalankan pekerjaannya karena memenuhi kewajiban terhadap negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
c. pekerja/buruh menjalankan ibadah yang diperintahkan agamanya;
d. pekerja/buruh menikah;
e.pekerja/buruh perempuan hamil, melahirkan, gugur kandungan, atau
menyusui bayinya;
f. pekerja/buruh mempunyai pertalian darah dan/atau ikatan perkawinan dengan pekerja/buruh lainnya di dalam satu perusahaan, kecuali telah diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahan, atau perjanjian kerja bersama;
g. pekerja/buruh mendirikan, menjadi anggota dan/atau pengurus serikat pekerja/serikat buruh, pekerja/buruh melakukan kegiatan serikat pekerja/serikat buruh di luar jam kerja, atau di dalam jam kerja atas kesepakatan pengusaha, atau berdasarkan ketentuan yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama;
h. pekerja/buruh yang mengadukan pengusaha kepada yang berwajib mengenai perbuatan pengusaha yang melakukan tindak pidana kejahatan;
i. karena perbedaan paham, agama, aliran politik, suku, warna kulit, golongan, jenis kelamin, kondisi fisik, atau status perkawinan;
j. pekerja/buruh dalam keadaan cacat tetap, sakit akibat kecelakaan kerja,
atau sakit karena hubungan kerja yang menurut surat keterangan dokter
yang jangka waktu penyembuhannya belum dapat dipastikan.
(2) Pemutusan hubungan kerja yang dilakukan dengan alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) batal demi hukum dan pengusaha wajib mempekerjakan kembali pekerja/buruh yang bersangkutan.
Dalam pasal 156, UU Ketenagakerjaan juga menyebutkan bahwa pengusaha wajib membayar uang pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak yang harus diterima oleh karyawan.
Jika Karyawan Menerima Atau Menolak PHK, Bagaimana Aturannya?
Ketika perusahaan melaksanakan PHK, karyawan bisa menerima dan menolaknya.
Jika mereka menerima, maka perusahaan harus melaporkan PHK tersebut ke kementerian atau dinas ketenagakerjaan setempat.
Bagaimana jika karyawan menolak untuk di-PHK?
Mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja pasal 39 adalah:
(1) Pekerja/Buruh yang telah mendapatkan surat pemberitahuan Pemutusan Hubungan Kerja dan menyatakan menolak, harus membuat surat penolakan disertai alasan paling lama 7 (tujuh) hari kerja setelah diterimanya surat pemberitahuan
(2) Dalam hal terjadi perbedaan pendapat mengenai Pemutusan Hubungan Kerja, penyelesaian Pemutusan Hubungan Kerja harus dilakukan melalui perundingan bipartit antara Pengusaha dengan Pekerja/Buruh dan/atau Serikat Pekerja/ Serikat Buruh
(3) Dalam hal perundingan bipartit sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak mencapai kesepakatan, penyelesaian Pemutusan Hubungan Kerja tahap berikutnya dilakukan melalui mekanisme penyelesaian perselisihan hubungan industrial sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
Perhatikan 4 Poin Dalam Menjalankan Proses PHK
Ketika perusahaan melakukan pemutusan hubungan kerja, mereka harus memenuhi regulasi tentang ketenagakerjaan.
Biasanya, perusahaan memerlukan peran HRD dan tim legal. HRD, pemimpin, dan manajemen akan menyampaikan informasi PHK kepada karyawan.
Setelah itu, HRD menjalankan proses PHK sesuai regulasi. Beberapa poin yang perlu Anda perhatikan adalah:
#1 Berikan informasi yang jelas
Menginformasikan tentang PHK tidaklah menyenangkan. Namun, Anda harus menyampaikan dan memberikan informasi yang jelas kepada karyawan yang terdampak.
Jika ada karyawan belum memahami informasi detail tentang PHK, berikan nomor telepon atau email HRD untuk menjawab pertanyaan mereka. Tak ada salahnya, untuk membuat jadwal diskusi dengan mereka.
#2 Selesaikan administrasi
HRD wajib menyiapkan data pendukung untuk menyelesaikan administrasi karyawan. Data-data yang harus Anda siapkan adalah:
- Data karyawan dan perjanjian kerja
- Hitung uang pesangon, uang masa penghargaan masa kerja, dan uang penggantian hak (uang transportasi, uang makan, subsidi perumahan, hingga tunjangan)
- Hitung ketiga komponen di atas dan sesuaikan dengan alasan perusahaan melakukan PHK
- Beritahukan karyawan untuk menggunakan hak cuti yang tersisa dan mengembalikan alat kerja milik perusahaan
- Berikan surat keterangan kerja sebagai referensi serta pencairan JHT BPJS
#3 Mediasi atau musyawarah
Jika terjadi perselisihan antara karyawan dan perusahaan, HRD perlu melakukan mediasi atau musyawarah antara kedua belah pihak.
Musyawarah bertujuan untuk mendapatkan permufakatan atau bipartit.
Musyawarah ini untuk memberikan solusi terbaik bagi kedua belah pihak. Jika keduanya tidak mencapai kesepakatan, Anda bisa membuat perjanjian bersama.
#4 Bantuan pihak ketiga
Perusahaan dapat menggunakan bantuan law firm dan/atau dinas tenaga kerja dan transmigrasi (Disnakertrans) setempat.
Hal ini adalah untuk menemukan penyelesaian yang adil bagi kedua belah pihak. Jika upaya tersebut tidak berhasil, kasus perselisihan PHK dapat diajukan ke Pengadilan Hubungan Industrial (PHI).
Penutup
Tak ada karyawan dan perusahaan yang menginginkan PHK.
Jika karyawan menumpahkan kekecewaan atau kemarahan, pahamilah kondisi yang terjadi karena mereka sedang menghadapi situasi sulit.
Sebagai HRD, Anda dapat berempati dan mendukung agar mereka mendapatkan hak-haknya. Jika perusahaan memiliki program outplacement, ajak mereka untuk bergabung di dalamnya.
Leave a Reply