Struggling. Ini adalah kata terlontar dari Asih Widya Utami, Head of Human Capital Development PT Amerta Indah Otsuka (Factory Sukabumi) saat bercerita kepada HRPods Indonesia pada Rabu (16/11/2022) melalui telekonferensi.
Namun, pihaknya merasa beruntung karena pemerintah mengizinkan industri makanan dan minuman untuk tetap beroperasi. Dengan syarat, perusahaan wajib menjalankan protokol kesehatan.
Karyawan di pabrik tetap bekerja seperti biasa. Sementara itu, karyawan di back dan head office harus work from home (WFH).
Keadaan ini tidaklah mudah bagi tim human capital. Perusahaan banyak melakukan penyesuaian terhadap kondisi terkini. Hasilnya, pandemi mendorong perusahaan melakukan transformasi digital.
Disiplin Menerapkan Protokol Kesehatan
Awal pandemi, kami sempat turun, tetapi bounce back cepat.
Itu karena produk Otsuka menunjang kesehatan masyarakat. Banyak pula masyarakat yang membutuhkan produk kami.
Factory kami terus beroperasi dengan banyak protokol kesehatan. Termasuk melakukan vaksinasi terhadap seluruh karyawan.
Protokol kesehatan yang kami lakukan, di antaranya melarang karyawan di kantin. Jadi, kami membuat ruang makan dan berjarak. Kami tidak memperbolehkan karyawan untuk makan siang berkerumun.
Membuat zona kerja
Di factory, kami membuat zona kerja. Misalnya, Si X kerja di Zona A, jadi dia hanya berada di zona tersebut, tidak boleh ke mana-mana.
Jadi, dia datang langsung ke zonanya dan tidak boleh main ke zona lain buat bertemu teman.
Kami melakukan langkah ini untuk menjaga kesehatan semua karyawan. Kalau ada satu orang yang positif, kami harus tutup.
Hal itu akan berpengaruh terhadap rekan kerja dan kegiatan bisnis. Alhamdulillah, semua karyawan sehat.
Menerapkan self assessment
Kami menerapkan self assessment kepada karyawan. Tujuannya, agar kami bisa mengetahui kondisi karyawan sebenarnya.
Mereka harus update, bagaimana kondisi hari ini, apakah sehat, apakah ada demam atau batuk, dan apakah ada keluarga yang sakit.
Jadi setiap pagi, karyawan akan terima notifikasi melalui handphone. Notifikasi tertulis bahwa mereka harus lapor kondisi kesehatan.
Sebelum berangkat kerja, karyawan harus mengisi self assessment dulu. Tidak boleh skip.
Kalau mereka skip, kami akan tanya ke atasan, lalu atasan yang mengonfirmasi ke karyawan.
Kami beritahukan ke karyawan, “Kalau kamu sakit, jangan masuk” dan dia harus menghubungi atasannya.
Kalau ada karyawan sudah tiga hari tidak masuk karena demam, kami akan turunkan Satgas COVID-19 untuk pemeriksaan lebih lanjut, seperti swab test dan obat-obatan.
Kami juga perlu memastikan, kalau dia sakit, harus istirahat. Jangan malah nongkrong sama teman, lalu tertular penyakit dari temannya.
Hal-hal seperti ini harus kami ingatkan terus-menerus ke mereka.
Pandemi COVID-19 Bangun Kepercayaan
Impact pandemi itu besar sekali. Hari ini saya bisa ngobrol sambil bekerja dari rumah. Kalau dulu, mana bisa kerja dari rumah.
Sebelum pandemi, Otsuka sudah ada program WFH tetapi buat ibu bekerja. Itu hanya diterapkan sebatas tingkat manajerial.
Itu pun belum banyak yang memanfaatkannya. Karena para manajer masih mempertanyakan, “Bisa enggak ya kerja di rumah? Efektif enggak sih?”, jadi belum diterapkan ke bawahannya.
Ketika pandemi, kami tidak punya pilihan. Kami harus WFH.
Kondisi ini membangun cakrawala bapak-bapak dan ibu-ibu. Tadinya, mereka kurang percaya tetapi pandemi justru membuat mereka membangun kepercayaan dengan karyawan.
Membangun kepercayaan adalah challenge di awal pandemi. Apalagi ketika manajer telepon anggota tim dan tidak diangkat, dia akan berpikir Si A kerja atau tidak. Sekarang sudah berjalan baik dan banyak sisi positifnya.
Mereka tetap bisa bekerja, berkomunikasi, dan tetap bisa mencapai target walaupun WFH. Kami banyak belajar dalam hal ini.
WFH ini masih untuk teman-teman sales, marketing, dan mereka yang berada di head office. Kalau yang berhubungan dengan produksi atau teman-teman di factory, mereka belum bisa.
Pandemi Ikut Mendorong Transformasi Digital
Selain WFH, perbedaan yang yang sangat signifikan adalah transformasi digital. Kebetulan mulai 2019, kami di Otsuka mulai merancang industri 4.0 transformasi digitalisasi.
Jadi, kami sudah ada persiapan sebelum pandemi dan program sudah berjalan. Strategi itu salah satu yang membantu transformasi digital berjalan lancar.
Begitu pandemi, ternyata ini waktu yang tepat untuk merealisasikan hal lain. Strategi human capital dalam transformasi digital saat pandemi adalah:
Infrastruktur IT
Sebelum pandemi, kami masih memakai PC (personal computer). Kebayang, kan, bagaimana kerja di rumah? Awalnya, kami memboyong dokumen agar bisa kerja dari rumah.
Untungnya, tim IT gerak cepat banget. Mereka langsung menyewa laptop, membangun infrastruktur, dan menghubungkan laptop ke server perusahaan walaupun karyawan sedang di luar kantor.
Tak lama setelah itu, semua PC diganti dengan laptop.
Online meeting
Dulu kalau meeting, karena lokasi Otsuka ada di beberapa kota, kami harus menuju meeting langsung di tempat.
Misalnya, meeting ke head office dan kalau ada meeting di factory Kejayan, Pasuruan, Jawa Timur, kami harus terbang ke sana.
Tim sales yang terpencar dari Sabang sampai Merauke, mereka paling sering melakukan perjalanan dinas ke berbagai kota.
Saat pandemi, justru meeting lebih efektif. Kami tidak perlu jalan ke mana-mana. Tinggal buka aplikasi teleconference, kami sudah bisa online meeting.
Digitalisasi administrasi
Kami sudah lama merencanakan LMS (learning management system), tapi belum dieksekusi. Saat pandemi, mau tidak mau kami harus merealisasikannya dan berjalan baik.
Selain itu, sistem presensi kami beralih ke digital. Dulu kami masih fingerprint. Ketika pandemi, cara itu sudah tidak mungkin dilakukan lagi.
Kita develop aplikasi presensi sendiri. Data-data karyawan di human capital terhubung ke aplikasi.
Bukan Cuma Transformasi Digital, Kesehatan Mental & Fisik Penting
Kepedulian terhadap kesehatan mental
Sejak pandemi, isu kesehatan mental mulai santer, karena banyak orang stres.
Kami meng-capture bahwa karyawan perlu peduli dengan kesehatan mental mereka. Mereka perlu pendampingan di tengah situasi tidak menentu ini.
Jadi, perusahaan peduli dengan kesehatan mental karyawan.
Kami membuat employee assistance program dan bekerja sama dengan pihak ketiga. Mereka adalah vendor penyedia psikolog.
Kami menyampaikan ke teman-teman, kalau mereka merasa tidak baik-baik atau perlu ngobrol dengan seseorang tetapi bingung, ada tenaga profesional yang akan membantu.
Mereka bisa konsultasi langsung ke psikolog buat konseling atau ngobrol-ngobrol saja.
Awalnya, ngobrol dengan psikolog terkesan gimana gitu. Seiring waktu berjalan, mereka merasakan manfaatnya.
Tahun ini, kami tetap lanjutkan kerja sama dengan vendor. Jadi, teman-teman yang mau konsultasi, silakan saja. Mereka bisa konsultasi melalui by chat, video call, atau tatap muka.
Wellness program dukung kesehatan fisik
Selain fokus terhadap kesehatan mental, kami juga mendukung kesehatan fisik karyawan.
Kami memiliki wellness program. Program ini dibuat untuk meningkatkan awareness tentang gaya hidup sehat dan sebagai bonus bisa menurunkan berat badan.
Waktu pandemi, orang-orang lebih banyak diam di rumah. Mereka kurang gerak dan dimanjakan belanja makanan online.
Nah, kondisi itu bisa menambah berat badan. Waktu medical check up, hasil tes gula darah naik.
Kami kerja sama dengan IPB (Institut Pertanian Bogor) dan Universitas Brawijaya dari jurusan gizi untuk melaksanakan program ini.
Dietitian memberitahu kami tentang makanan dan minuman sehat. Mereka membuat meal plan dan cara menghitung kalori.
Karyawan yang ikut program tetap dipantau oleh dietitian. Mereka belajar tentang pola hidup sehat, termasuk mengikuti olahraga.
Sampai sekarang wellness program masih berlanjut. Jadi, kami yang ingin punya berat badan ideal masih ada bantu dietitian, cuma butuh komitmen saja.
Leave a Reply