Perusahaan komunikasi marketing JWT Worldwide–saat ini bernama Wunderman Thompson–pernah merilis 100 Things to Watch for in 2014.
Dalam daftar tersebut, JWT menuliskan mindfulness adalah salah satu tren yang membentuk dunia pada 2014 dan seterusnya. Mungkinkan mindfulness dapat diterapkan di lingkungan bisnis yang bergerak cepat?
Putra Wiramuda, praktisi mindfulness lulusan Universitas Gadjah Mada berbagi informasi tentang hal tersebut, Kamis (02/06/2022), melalui telekonferensi.
Tantangan Dunia Kerja Saat Ini
Dari sudut pandang kesehatan mental, ada tiga tantangan dunia kerja saat ini.
Work-life balance
Pertama, tantangan yang berkembangan belakangan dan banyak dibahas adalah work-life balance. Artinya, kita tidak cuma memenuhi pekerjaan, tetapi juga ada aspek-aspek kehidupan lain yang perlu dipenuhi.
Permasalahannya, yang perlu dipenuhi dalam hidup itu banyak. Ada aspek relasi, kesehatan fisik, kesehatan mental, dan lain sebagainya. Sering kali dunia kerja sudah menyita waktu dan energi.
Kondisi itu semakin parah dengan adanya pandemi COVID-19. Mungkin dulu, kita bisa fokus bekerja di kantor dari pukul 08.00-17.00. Sampai rumah, kita fokus pada kesejahteraan diri, seperti olahraga atau menikmati waktu bersama keluarga.
Ketika pandemi datang, banyak karyawan yang work from home (WFH). Kegiatan WFH bercampur antara urusan kantor dan rumah. Waktu kita sedang family time, tiba-tiba dapat tugas dari kantor, sehingga kita mengerjakan tugas sambil momong anak.
Makanya, ada istilah work-life integration, yah. Jadi, kehidupan pribadi dan pekerjaan saling terintegrasi.
Bagaimana cara menyeimbangkannya? Ini adalah PR-nya.
Kita berusaha mengharmonisasi satu sama lain supaya tidak saling mengganggu, tetapi justru hal itu saling berhubungan. Di situ lah, skill kita untuk tetap mindful dan managing time saling berhubungan.
Pemutusan hubungan kerja
Kedua, pemutusan hubungan kerja. Belakangan ada PHK, baik karyawan yang mengajukan atau dari perusahaannya.
Kalau dari perusahaan, sepertinya saya tidak bisa banyak berpendapat. Karena itu bagian strategi bisnis perusahaan.
Kalau dari karyawan, beberapa cerita teman ada yang memutuskan undurkan diri atau resign. Kondisi itu menjadi tantangan bagi perusahaan.
Saya mendengar cerita salah satu karyawan di perusahaan besar di Jakarta. Perusahaan tersebut memiliki KPI ke HR untuk mengurangi atau membatasi karyawan resign. Terutama untuk karyawan dengan kompetensi yang baik dan tingkat tertentu.
Padahal kondisinya, sering kali, karyawan yang datang ke HR, berkonsultasi, dan sharing bahwa ia ingin rehat sejenak. Ia ingin jeda dan liburan dulu dari urusan pekerjaan dan personal.
Saat mengajukan resign, HR malah melarang yang bersangkutan. HR menahannya supaya turnover tidak tinggi, tetapi tidak ada strategi retensi karyawan.
Gen z rentan stres
Ketiga, gen z. Generasi ini dipandang memiliki performa oke, tetapi rentan stres dan membuat turnover perusahaan tinggi.
Dari sudut pandang mindfulness, itu bukan salah mereka. Karena setiap generasi punya tantangan masing-masing, sehingga cara mendekatinya pun harus berbeda. Kita tidak bisa memakai cara lama.
Perusahaan Adopsi Praktik Mindfulness

Di luar negeri dan Indonesia sudah mulai banyak yang mengadopsi mindfulness. Seminggu atau sebulan sekali, perusahaan memiliki pertemuan rutin untuk berkumpul sambil berlatih mindfulness.
Diharapkan setelah sesi latihan, karyawan mempunyai keterampilan mindfulness. Mereka bisa berlatih sendiri, baik di rumah atau di sela-sela jam kantor.
Menurut Jon Kabat-Zinn, mindfulness adalah kesadaran yang muncul dengan mengarahkan perhatian pada satu tujuan di momen saat ini.
Siapa yang menginisiasi mindfulness di tempat kerja?
Beragam, ada yang dari divisi HR. Karena mostly orang HR lulusan psikologi atau manajemen sumber daya manusia yang sudah pernah bersentuhan sebelumnya.
Mereka juga familiar dengan mindfulness dan caranya relaksasi. Maka merasa penting untuk menyebarkan ini ke rekan kerja lainnya.
Ada karyawan tingkat tertentu, misalnya, dia pernah ikut kelas mindfulness dan merasakan manfaatnya. Akhirnya, dia ingin membawa ini ke kantornya.
Bahkan staf pun ada yang ikut kelas mindfulness atau baca buku saya. Kemudian dia mengajukan proposal mindfulness workshop ke atasannya, karena dia merasa perlu mempraktikkan di lingkungan kerja. Dan, atasannya menerima proposal itu.
Praktik mindfulness di tempat kerja
Banyak karyawan yang tidak dibekali latihan mindfulness atau tidak diberi tahu untuk mindful.
Ada orang yang berpikir kalau mindfulness itu hanya duduk diam, padahal tidak demikian. Mindfulness bisa dipraktikkan di tempat kerja.
Anda dapat memberitahu karyawan ketika mereka sedang sibuk, overthinking, atau overwhelmed. Minta mereka untuk mengambil jeda dengan cara menyadari napas.
Katakan, ‘Ayo, sadar napas, tenang dulu. Tidak usah terburu-buru.’ Dengan menyadari napas, seseorang lebih bijak mengambil keputusan.
Memang, berlatih mindfulness tidak semudah yang saya jelaskan. Kita harus rutin melatihnya.
Dimulai dari diri sendiri
Praktik mindfulness dapat dimulai dari diri sendiri. Terlebih tubuh selalu memberikan sinyal bahwa Anda memerlukan jeda dan sadar napas.
Walaupun ritme bekerja pasti naik turun. Terkadang kita sangat menikmati, tetapi ada kalanya tidak.
Cara paling mudah untuk mengidentifikasi apakah saya butuh mindfulness atau tidak adalah dengan mengecek diri sendiri dulu, seperti:
- Apakah kita nyaman dalam bekerja sehari-hari?
- Apakah kita bisa menikmati kegiatan bekerja?
- Apakah pekerjaan membuat kita menjadi sensitif?
- Apakah kita membawa masalah pekerjaan ke rumah?
- Apakah tekanan kerja membuat kita marah ke anak-anak?
- Apakah tuntutan pekerjaan semakin tidak masuk akal?
- Apakah kita sering sekali susah tidur dan tengkuk belakang sering sakit?
Itu sinyal sederhana dari diri kita untuk memberi tahu kalau memaksakan bekerja dengan ritme hidup seperti itu bisa membuat burnout.
Kondisi itu dapat menjadi bom yang meledak sewaktu-waktu. Dan, ujung-ujungnya produktivitas menurun.
Leave a Reply