Proses memberikan feedback dari pemimpin, sering membuat karyawan atau anggota tim tidak nyaman.
Tak sedikit yang menganggap bahwa ketika pemimpin memberikan feedback kepada anggota tim seperti menyerang atau memojokkan atas kinerja mereka yang lampau.
Hal itu terjadi karena berbagai hal. Mulai dari pemimpin kurang memahami karyawannya, pemimpin tidak mengetahui cara memberikan feedback secara efektif, atau komunikasi antara pemimpin dan karyawan tidak baik.
L’Oreal Indonesia memiliki cara memberikan feedback kepada karyawan serta menjaga pemimpin yang selaras dengan budaya perusahaan.
Chief Human Resource Officer L’Oréal Indonesia Yenita Oktora menceritakan pengalaman dalam memberikan feedback pada Jumat (09/12/2022) melalui telekonferensi.
Tip Memberikan Feedback Kepada Karyawan
Memberikan feedback dan kritik itu berbeda. tidak ada orang yang suka dikritik, berbeda dengan feedback.
Salah satu tip yang paling mudah memberikan feedback adalah Anda meminta consent terlebih dahulu dulu ke lawan bicara.
Misalnya, katakan ke karyawan, “Saya boleh tidak pakai waktu ini buat kasih kamu feedback?” Dengan begitu, karyawan akan menyiapkan diri secara mental. “Oh, aku mau menerima feedback, nih.”
Terkadang, seseorang tanpa sadar mengatakan ke karyawan secara tiba-tiba, “Kamu kemarin kayak gitu banget, kamu kenapa ngomong dengan pertanyaan seperti itu.” Kondisi itu membuat penerima feedback kaget.
Memberikan feedback adalah budaya kami.
Kami mempunyai teknik memberikan feedback. Mulai dari bagaimana memberikan feedback yang tepat, spesifik, relevan, dan time bound.
Dengan feedback yang berkualitas, karyawan menjadi lebih open untuk mengetahui bahwa this is nothing personal. Mereka sadar bahwa memberikan feedback adalah perilaku yang harus dilakukan dan tidak ada intensi.
Feedback adalah sebuah hadiah, it’s a gift. Tanpa ada feedback, mereka tidak tahu hal-hal yang harus diperbaiki dan tidak bisa berkembang.
Kami ada 360 survey setiap tahun. Di survei ini, pemimpin memberikan feedback ke karyawan, begitu juga sebaliknya.
Misalnya, menurut tim, saya harus improve di listening skill, karena selama ini saya terlalu banyak berbicara saat meeting.
Kalau mau berkembang, seseorang harus bisa menerima feedback. Bahkan dia pun bisa menyanggahnya.
“Saya tidak setuju dengan feedback Anda. Kalau menurut Anda begitu, saya terima. Tapi, saya tidak punya intensi. Di kesempatan lain, hopefully Anda akan lihat kalau saya tidak seperti itu.”
Memastikan Karyawan Memiliki Leadership Quality
Tidak semua karyawan masuk ke L’Oreal Indonesia langsung menjadi leader.
Namun, kami memastikan karyawan memiliki leadership quality yang dibutuhkan oleh perusahaan. Karyawan dan perusahaan pun belajar bersama-sama.
Dalam mempersiapkan seseorang menjadi leader, kami akan menganalisis apakah yang bersangkutan siap menduduki posisi lebih tinggi atau belum siap.
Kami sebagai HR kadang-kadang berfungsi sebagai match maker. Kami akan merekomendasikan, “Ini bisa di-promote, dia harus diberikan mentor” dan lainnya.
Buat L’Oreal, kami memastikan pemimpin mampu menjadi pelopor dan membawa company culture turun ke bawah.
Cara perusahaan mendukung pemimpin
Pastinya, kami selalu memiliki beberapa touch point dengan leaders.
Training buat leader pasti sudah ada. Di sana, mereka akan mengetahui value sebagai leader, apa saja yang harus dilakukan, bagaimana leading tim, bagaimana enable people, dan masih banyak lagi.
Leadership training kami lumayan rigorous dari sisi modulnya.
Di sisi lain, kami mendorong karyawan senior untuk mengobrol dan bertemu dengan juniornya sebulan sekali. Dari mulai mentoring antar divisi, external mentoring, sampai dengan executive coaching.
Ilmu leadership ini sampai kapan pun harus terus-menerus kami pelajari. Karena kami selalu ada batch angkatan kerja baru.
Misalnya, Gen Z. Pemimpin semua level harus mengetahui cara leading-nya, apa yang mereka sukai, cara ngomong ke mereka, dan mengetahui cara tetap relevan.
Kami make sure selalu equipped our leaders dengan right tools and right development track.
Itu pasti selalu challenging di semua company. Dan, kami tidak bisa mengubah manusia 100 persen.
Training dan development bagi karyawan
Jadi, kami memiliki program training and development.
Training itu terkadang belajar materi di dalam atau luar kelas. Sedangkan, development dilakukan setiap hari. Caranya bagaimana?
Pertama, saya bertemu dengan tim HRPods adalah bagian dari development. Saya dan HRPods bisa saling belajar. Ini adalah mindset yang harus kami terapkan.
Kedua, kami membudidayakan self learning culture.
Contohnya, kami punya library learning seperti Coursera dan LinkedIn Learning. Semua topik bisa dicari di sana. Jadi karyawan bisa menjadi actor of development.
Ketiga, belajar bersama. Orang Indonesia itu sukanya belajar bersama, yah. Nah, kalau ada atasan, belajarnya semakin semangat.
Misalnya, belajar setiap hari Jumat, sebulan sekali, kami booking ruang meeting selama satu jam atau 90 menit, dan materinya tentang data.
Jadi, saya dan tim akan belajar bareng mengulas tentang data melalui learning platform.
Keempat, learning analysis. Kami siapkan checkpoints bagi karyawan tentang kebutuhan dan aspirasi kariernya. Dengan hal itu, kami bisa customize untuk program development-nya.
Misalnya, Si A sudah bekerja di sini selama enam bulan, tapi dia masih malu-malu dan kurang asertif.
Jadi, Si A akan dipasangkan dengan Si B, karyawan yang sudah bekerja selama lima tahun, yang exuberant dan extrovert. Ini adalah part of development, agar Si A berkembang dari sisi culture.
Jadi, proses mengidentifikasi kebutuhan karyawan tentang training and development itu ada. Karyawan pun tahu kalau dirinya sedang diberikan program tersebut.
Menciptakan Budaya Managing Relationship
Selain itu, kami memiliki budaya managing relationship.
Ini adalah proses membangun relasi dengan karyawan hingga stakeholder. Proses ini termasuk memberikan feedback dan membangun trust.
Trust ini penting sekali. Pemimpin harus bisa membuat karyawannya trust ke dia, hal itu berlaku sebaliknya.
Kalau kamu tidak trust ke atasan, sampai sekarang kamu akan merasa atasan itu pemalas karena sering memberikan pekerjaan.
Dalam managing relationship, kami mengajarkan teman-teman tentang growth mindset.
Semua pekerjaan yang datang selalu dipikirkan dengan matang. Ini bukan soal pemalas dan rajin, tapi ini tentang pengembangan diri.
Ketika sulit untuk melakukan sesuatu, orang selalu berpikir bahwa ini adalah proses pengembangan diri. Tak perlu menyalahkan ini itu.
Dengan seperti itu, kami mudah meng-absorb semua ilmu dan pengalaman. Jadi, kami percaya dengan company, boss, dan feedback.
Managing relationship juga penting dalam performance appraisal. Di perusahaan lain, performance appraisal dilakukan setahun sekali.
Kami mengatakan kepada leader, “Minimal Anda bertemu dengan karyawan empat kali dalam setahun.”
Mereka tidak harus meeting formal bahas KPI. Mereka bisa connect heart to heart, tanya tentang kabar, apa yang menantang, hingga hambatan dari pekerjaan.
Ini connect conversation. Orang Indonesia suka malu-malu kalau ditanya.
Kalau tidak ada slot conversation, mereka tidak mau bilang sama atasannya tentang kendalanya, karena takut hasil performance appraisal akan jelek.
Rahasia Happy Employee Ala L’Oreal Indonesia
Selama dua tahun terakhir, kami selalu mendengarkan dan memenuhi kebutuhan karyawan melalui channel komunikasi yang tepat.
Kami tidak ada mass firing, THR diberikan, benefit tersedia, cuti dan bonus tetap ada, life insurance bertambah, hingga memberikan channel psikologi untuk berdiskusi mental health dan physical wellbeing.
L’Oreal Indonesia juga menjadi salah satu company pertama yang berhasil mendapatkan vaksin bagi karyawan.
I think one of the greatest achievements that we strive for during COVID-19 itu we continue to take care of employees during difficult times.
Sampai sekarang kami bounce back and bring back the employees back to work, engagement, dan sebagainya.
Bagaimana cara kami melakukannya? Kami menciptakan lingkungan kerja positif, agar karyawan betah dan tetap tinggal serta emosi mereka stabil.
Pada akhirnya, mereka dapat produktif bekerja. Happy employee, happy productivity.
Jadi, resesi atau tidak di tahun ini, yang jelas kami selalu mendengarkan karyawan and there’s something to celebrate. Karena kami doing well di market and thankfully kami tidak terkena dampaknya.
So, people feel safe, they are secure, and continue to be productive. Kami tetap ambitious in our goals. Jadi, vibe-nya everything is okay.
Dunia bisa krisis, people could be difficult, tetapi ketika orang produk kami, they feel good. I think our product can impact people.
Personally, saya senang sekali terhadap misi L’Oreal, yakni creating beauty through the world.
Saya pernah bekerja di Shanghai, Singapore, Hong Kong, Indonesia, dan sampai di posisi ini, saya masih bersama L’Oreal.
I’m very blessed to be found by L’Oreal dan nilai saya sebagai HR sangat dihargai.
Leave a Reply