Tempat kerja toxic HRPods

Kiat Jobseeker Melihat Tempat Kerja Toxic Dari Alinne Rosida

Jika Anda merasa terjebak dalam tempat kerja toxic dan berencana resign, tolong pikirkan ulang. Apakah kondisi itu toxic atau tidak cocok dengan cara kerja atasan Anda?

Donald Sull, dosen senior di MIT Sloan School of Management, Massachusetts, Amerika Serikat, mengatakan ketika segala sesuatu yang tidak Anda sukai dianggap toksik, istilah itu kehilangan kekuatan retorikanya. Hal itu akan berbahaya ketika atasan mendengar karyawan mengatakan, “Lingkungan kerja di sini toxic,” tetapi ia segera mengabaikannya. Ia beranggapan bahwa toksik adalah kata kunci semua orang, sehingga ia enggan untuk menyelesaikan masalah di tempat kerja.

Jika kata toxic kerap digunakan oleh orang-orang ketika setiap kali mereka tidak merasa nyaman bekerja dengan rekan setim atau ekspektasi tidak sesuai kenyataan, maka hal itu dapat meminimalisasi atau menutupi masalah nyata yang menciptakan serangkaian masalah. 

Tempat Kerja Toxic Vs. Ketidaknyamanan

Multitafsir terhadap tempat kerja beracun

Menurut Alinne Rosida Djumhana, CEO Better & Co, terdapat multitafsir dalam definisi tempat kerja toxic. Tak heran, jika setiap orang memiliki tafsir berbeda ketika merespons hal tersebut. 

“Saya lihat sekarang segala sesuatu yang tidak disukai oleh seseorang akan dilabeli dengan kata toxic, padahal tidak semua hal yang di luar zona nyaman mereka bisa menjadi toxic, kan? Itu sama seperti rasa obat yang pahit, tapi kita harus minum kalau ingin sembuh. Jadi, jangan sampai kita misleading dengan kondisi yang benar-benar toxic,” ujar Alinne kepada HRPods, Jumat (17/06), di Jakarta. 

Tempat kerja toxic atau beracun adalah kondisi yang mematikan atau merugikan karyawan secara karakter dan nilai kehidupan. 

Alinne mencontohkan, jika seorang jobseeker dari universitas terkemuka, pintar dan religius, lalu masuk ke lingkungan kerja yang mengharuskannya untuk melobi calon klien di bar dan menyuap dengan sejumlah fasilitas, itu berarti kondisi toksik baginya. Contoh lain, karyawan yang memiliki balita harus bekerja lembur setiap hari, di mana hal itu tidak menyeimbangkan perannya sebagai ibu dan profesional. Jika hal itu membuatnya berhasil dalam karier, tetapi ia menjadi beracun kepada anak dan pasangannya. Kondisi ini juga dapat disebut toksik.

Dengan demikian, ruang lingkup lingkungan kerja beracun atau tempat kerja positif akan kembali pada nilai seseorang. Namun, yang perlu dipertimbangkan oleh pekerja adalah apakah tugas dan perilaku rekan dan atasan akan merusak nilai kelaziman dan kesusilaan atau tidak. 

Hadapi ketidaknyamanan untuk berkembang

Pada dasarnya, seseorang cenderung menginginkan kehidupan menyenangkan. Ia juga menginginkan hidup tanpa hambatan dan hal-hal terjadi sesuai dengan ekspektasi. Namun, manusia adalah makhluk sosial yang bertalian dengan orang lain. 

Alinne menekankan bahwa hal-hal yang membuat kita tidak nyaman di kantor bukan berarti selalu toksik. Saat karyawan menghadapi ketidaknyamanan, mereka akan mempelajari sesuatu, menyesuaikan diri, mengasah keterampilan, sekaligus membentuk mental tangguh. 

Kondisi itu dapat kita lihat pada pelatih sepak bola yang tak segan menyuruh atlet untuk melakukan beragam jenis latihan fisik dalam kurun waktu tertentu. Meski latihan tersebut tidak langsung cara menendang bola, tetapi latihan ini bermanfaat baginya untuk menjadi pesepakbola andal, baik dari sisi keterampilan maupun mental. 

“Coach olahraga, pelatih musik, chef itu tidak ada yang lembek. Mereka tegas, lantang, dan menetapkan disiplin tinggi. Langkah mereka itu untuk meng-stretch kemampuan si atlet agar punya daya juang tinggi. Dari hal ini kita belajar bahwa tidak semua yang tidak nyaman itu toxic,” tambah alumni Teknik Elektro Institut Teknologi Bandung ini.

Oleh karena itu, kita perlu mengidentifikasi kondisi beracun dan tidak nyaman karena perbedaan cara bekerja. Jika memungkinkan, kita akan keluar dari zona nyaman atau melebarkan zona nyaman agar mampu beradaptasi pada segala situasi sekaligus bertumbuh. 

Bagi Alinne, bila ada perbedaan cara kerja atau pola pikir dari teman maupun atasan, kita harus menghadapinya karena itu bukan kondisi toksik. Kita juga harus menemukan solusi agar dapat bekerja sama sehingga mendukung tujuan perusahaan. Sebaliknya, percakapan melecehkan perempuan, merendahkan kondisi tertentu, menilai kinerja berdasarkan like and dislike, dan mendorong karyawan melakukan korupsi atau kecurangan adalah tindakan toksik.

Sementara itu, Sull menjelaskan tempat kerja yang inovatif dan kompetitif sering kali memiliki konsekuensi tersendiri. Sebut saja, konflik kepribadian yang sering disebut beracun oleh karyawan tetapi justru dapat menciptakan kesuksesan bagi mereka.

Solusi yang ditawarkan oleh Sull adalah pemimpin perlu bersikap transparan kepada pencari kerja. Alih-alih mengatakan, “Kami adalah perusahaan rintisan yang inovatif dan keren yang mampu mengubah dunia” ganti kalimat tersebut dengan, “Jika ingin bekerja di sini, Anda tidak akan memiliki work-life balance.”

Kiat Jobseeker Investigasi Toksisitas

toxic productivity
Ilustrasi

Wawas diri terhadap toksisitas di tempat kerja bukan hanya untuk karyawan. Jobseeker pun perlu mengetahui tempat kerja toksik sebelum bergabung ke sebuah perusahaan. Langkah tersebut untuk mengantisipasi agar jobseeker tidak merasa terperangkap di lingkungan beracun.

“Di mana pun kita berada pasti akan bertemu orang yang bikin kita enggak merasa nyaman, enggak senang, atau ada orang yang enggak suka dengan keberadaan kita,” jelas Alinne. 

Bagaimana cara jobseeker menginvestigasi bahwa perusahaan tujuan berikutnya adalah tempat kerja toksik? Mantan senior consultant di Korn Ferry ini memiliki kiatnya.

1) Cek informasi di media sosial

Pencari kerja perlu mengecek informasi perusahaan di media sosial. Bukan hanya memeriksa di akun employer branding perusahaan, tetapi juga cek di utas (thread) atau percakapan warganet. Jika perlu, Anda dapat ikut serta dalam percakapan mereka. Cek pula profil hiring manager atau user. 

2) Baca reviu di platform pencarian kerja

Anda dapat membaca reviu karyawan atau mantan karyawan perusahaan tersebut di platform lowongan kerja. Baca saksama reviu mereka tentang pro dan kontra selama bekerja. Dan, catat hal-hal yang perlu Anda pertimbangkan. 

3) Periksa reputasi perusahaan di media

Selain itu, Anda dapat memeriksa reputasi perusahaan melalui pemberitaan di media daring tentang aksi korporasi, masalah yang pernah dihadapi oleh perusahaan, dan adakah pemimpin utama atau karyawan yang terlibat kejahatan.

4) Bertanya ke HR

Pelajari nilai dan budaya perusahaan serta deskripsi pekerjaan, lalu tanyakan hal itu kepada HR ketika sesi wawancara. Tanyakan pula mengenai ekspektasi peran yang Anda lamar dan praktik kerja yang tak tercantum di lembar deskripsi pekerjaan. Semua itu adalah hak jobseeker untuk menyelidiki tempat kerja dan atasan di masa mendatang. 

“Di sesi interview, saya senang kalau kandidat bertanya, itu berarti dia interest dengan pekerjaan dan perusahaannya. Bukan sekedar dia ingin kerja dan terima gaji. Kalau enggak cocok, tiga atau enam bulan ke depan bakal cari pekerjaan baru,” tutup Alinne.

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *