Hak Perempuan 02 HRPods

Hak Perempuan Di Tempat Kerja Ini Perlu HR Ketahui

Hak perempuan di tempat kerja di Indonesia masih terabaikan. Terutama pekerja perempuan di sektor perkebunan sawit dan perikanan.

Hal itu dicatat oleh International Labour Organization (ILO) pada bulan ini. ILO mencatat terdapat 38 juta pekerja di kedua sektor tersebut dan pekerja perempuan mencapai 13,8 juta atau 35 persen.

5 Hak Perempuan Di Tempat Kerja

Di sektor perkebunan dan perikanan, perempuan masih dipandang sebagai pekerja “tambahan” untuk melengkapi pekerjaan suami. Mereka juga mengalami upah rendah dan lingkungan kerja tidak aman.

Padahal di PP Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan menyebutkan:

Pasal 5

Ayat (1)

Kebijakan pengupahan ditetapkan sebagai salah satu upaya mewujudkan hak pekerja/buruh atas penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.

Ayat (2)

Kebijakan pengupahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

  1. Upah minimum
  2. Struktur dan skala upah
  3. Upah kerja lembur
  4. Upah tidak masuk kerja dan/atau tidak melakukan pekerjaan karena alasan tertentu
  5. Bentuk dan cara pembayaran upah
  6. Hal-hal yang dapat diperhitungkan dengan upah
  7. Upah sebagai dasar perhitungan atau pembayaran hak dan kewajiban lainnya

Di sisi lain, UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan juga telah mengatur hak pekerja perempuan, antara lain:

#1 Cuti haid

Bagi sebagian perempuan, haid adalah periode melelahkan karena mereka merasa sakit dan kesulitan menjalankan tugas harian. Jika mereka membicarakan hal ini kepada Anda, berikan cuti haid kepada mereka.

Menurut UU Ketenagakerjaan, pekerja perempuan berhak atas dua hari cuti ketika mereka mengalami haid dan pengusaha dilarang memotong gaji mereka.

Ada pula perusahaan yang memperbolehkan pekerja perempuan untuk mengajukan izin saat haid, tetapi harus disertai dengan surat keterang sakit dari dokter.

Pasal 81

(1) Pekerja/buruh perempuan yang dalam masa haid merasakan sakit dan memberitahukan kepada pengusaha, tidak wajib bekerja pada hari pertama dan kedua pada waktu haid.

#2 Cuti melahirkan

Biasanya, HR dan karyawan telah mengerti tentang cuti melahirkan selama tiga bulan.

Bahkan, tak sedikit perusahaan yang menyerahkan jadwal cuti ini ke pekerja perempuan. Misalnya, mengambil cuti melahirkan seminggu atau dua minggu jelang jadwal persalinan.

Selain cuti melahirkan, UU Ketenagakerjaan juga memiliki peraturan tentang keguguran. Pekerja perempuan yang keguguran dapat mengambil cuti selama 1,5 bulan atau sesuai rekomendasi dokter kandungan.

Pasal 82

(1) Pekerja/buruh perempuan berhak memperoleh istirahat selama 1,5 (satu setengah) bulan sebelum saatnya melahirkan anak dan 1,5 (satu setengah) bulan sesudah melahirkan menurut perhitungan dokter kandungan atau bidan.

(2) Pekerja/buruh perempuan yang mengalami keguguran kandungan berhak memperoleh istirahat 1,5 (satu setengah) bulan atau sesuai dengan surat keterangan dokter kandungan atau bidan.

#3 Waktu menyusui

UU Ketenagakerjaan juga mendorong pemberi kerja untuk mendukung karyawan mengasuh anaknya, termasuk yang masih memerlukan ASI. UU menuliskan agar pengusaha memberikan waktu karyawan untuk menyusui buah hatinya di tengah jam kerja.

Pasal 83

Pekerja/buruh perempuan yang anaknya masih menyusu harus diberi kesempatan sepatutnya untuk menyusui anaknya jika hal itu harus dilakukan selama waktu kerja.

#4 Pekerja hamil tidak di-PHK

PHK bisa terjadi kapan saja, apalagi ketika pandemi COVID-19 yang memaksa dunia bisnis mengubah cara kerja dan operasional. Namun di luar alasan finansial atau kondisi organisasi, pemberi kerja dilarang melakukan PHK kepada pekerja perempuan yang hamil, melahirkan, keguguran, atau menyusui anaknya.

Pasal 153

(1) Pengusaha dilarang melakukan pemutusan hubungan kerja dengan alasan:

            e. pekerja/buruh perempuan hamil, melahirkan, gugur kandungan, atau menyusui bayinya.

#5 Jam kerja dan fasilitas

Selain itu, UU berupaya melindungi pekerja perempuan dengan pengaturan jam dan fasilitas kerja. Khususnya jika mereka harus bekerja pada malam hari.

Pasal 76

(1) Pekerja/buruh perempuan yang berumur kurang dari 18 (delapan belas) tahun dilarang dipekerjakan antara pukul 23.00 sampai dengan pukul 07.00.

(2) Pengusaha dilarang mempekerjakan pekerja/buruh perempuan hamil yang menurut keterangan dokter berbahaya bagi kesehatan dan keselamatan kandungannya maupun dirinya apabila bekerja antara pukul 23.00 sampai dengan pukul 07.00.

(3) Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh perempuan antara pukul 23.00 sampai dengan pukul 07.00 wajib:

  1. Memberikan makanan dan minuman bergizi; dan
  2. Menjaga kesusilaan dan keamanan selama di tempat kerja.

(4) Pengusaha wajib menyediakan angkutan antar jemput bagi pekerja/buruh perempuan yang

berangkat dan pulang bekerja antara pukul 23.00 sampai dengan pukul 05.00.

3 Pihak Yang Berperan Melindungi Hak Pekerja

Semua pekerja berhak hidup layak. Mereka juga berhak mendapatkan kenyamanan, keamanan, dan perlindungan ketika bekerja.

Hak tersebut tak hanya dibebankan oleh perusahaan atau pemberi kerja. Semua pihak berperan dalam perlindungan hak pekerja, seperti yang dijelaskan oleh Amnesty.id:

1) Negara

Kovenan International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights (ICESCR) mengatur kewajiban negara untuk menghormati, melindungi, dan menjamin hak-hak pekerja dan pekerja berhak untuk membentuk dan bergabung dengan serikat pekerja pilihan mereka.

United Nations Guiding Principles on Business and Human Rights pun berpendapat sama. Negara bertanggung jawab memiliki undang-undang atau kebijakan yang memenuhi syarat untuk memberikan panduan kepada pelaku bisnis. Panduan berupa tanggung jawab mereka dalam melindungi hak pekerja dan memastikan penegakan hukum yang memadai.

2) Bisnis

Bisnis, dalam hal ini pelaku bisnis, bertanggung jawab menghormati hak pekerja dengan mengacu pada standar HAM internasional. Sebut saja, Universal Declaration of Human Rights (DUHAM) dan deklarasi ILO tentang prinsip dan hak mendasar di tempat kerja.

3) Serikat pekerja

Serikat pekerja juga berperan melindungi hak rekan-rekannya. Selama ini, serikat pekerja berkolaborasi memperjuangkan hak mereka, seperti upah layak, keamanan kerja, kesempatan yang sama, jam kerja sesuai ketentuan, dan lainnya.

Serikat pekerja dapat menjadi tempat untuk mencari perlindungan dan dukungan, bantuan dan konsultasi hukum tentang ketenagakerjaan, mediasi bersama, dan ruang advokasi bagi pekerja.


Posted

in

,

by

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *