Future of Work Summit 2025 HRPods

Future of Work Summit 2025: Menjalani Masa Depan Kerja di Tengah Disrupsi AI

Untuk kali kedua, Apiary Academy menggelar Future of Work Summit (FOWS) pada Kamis (24/07) di Kuningan City Ballroom, Jakarta Selatan. Tahun ini, FOWS 2025 bertema Transforming Work, Empowering People, yang menyoroti perubahan dunia kerja akibat teknologi, pergeseran ekonomi global, serta dinamika demografi yang menuntut organisasi beradaptasi. 

Dengan menggandeng 21 pembicara, FOWS 2025 menjadi wadah bagi para praktisi HR hingga pemimpin bisnis untuk berbagi wawasan dan strategi dalam membentuk masa depan dunia kerja yang lebih adaptif. 

“Selama ini, HR mengurus orang lain, tetapi jarang yang bertanya siapa yang mengurus HR? Ini adalah tempat yang aman bagi HR,” Garaisya Azizulita Aroha, General Manager Apiary Academy dan EPIQ Events dalam sambutannya. 

Oleh karena itu, lanjut Garaisya, HR perlu mengetahui perkembangan yang terjadi akhir-akhir ini plus memastikan kesiapan menghadapi tantangan dunia kerja.

Future of Work Summit: Disrupsi dan Keterampilan Masa Depan

Dudi Arisandi, Chief of People Officer Tiket.com, menggarisbawahi meskipun ada pekerjaan yang hilang akibat perubahan teknologi, tetapi banyak pula pekerjaan baru muncul atas respons tersebut. Ia menyoroti empat pendorong disrupsi utama, yaitu perubahan teknologi, fragmentasi geoekonomi, transisi hijau, dan pergeseran demografi. Poin terakhir tak hanya tentang usia, tetapi juga kolaborasi, coaching, dan mentoring yang tepat. 

Pria lulusan Universitas Padjajaran ini membuat metafora bahwa HR harus bisa mengendalikan cuaca seperti Aang di Avatar. Dengan kata lain, ini menjadi pengingat peran strategis HR, termasuk ketika disrupsi terjadi di dunia kerja. 

“Apakah kita akan dimakan oleh disrupsi atau menjadi pengendali dari disrupsi itu sendiri.”

Dudi menekankan bahwa HR harus memiliki tiga keterampilan teratas yang paling dibutuhkan pada masa ini serta masa mendatang. Ketermapilan itu ialah menguasai artificial intelligence (AI) AI dan big data, cybersecurity, plus strategic thinking dan decision making.

Tugas HR pada masa kini ialah mempersiapkan diri dan organisasi menghadapi dua implikasi besar dari adopsi AI.

– Steven Yudiyantho, SEVP Human Capital BRI

Steven Yudiyantho, SEVP Human Capital BRI, menambahkan perspektif tentang penggantian manusia oleh teknologi. Ia menyebutkan riset MIT yang memprediksi bahwa satu dari tiga pekerja akan digantikan oleh mesin pada 2003. Hal ini menunjukkan bahwa kehadiran teknologi akan menggantikan karyawan bukan fenomena baru. 

Artikel selanjutnya: 5 Tantangan HR yang Datang Dari Internal dan Eksternal

Peran AI dan Data dalam Praktik HR

Kolaborasi AI dalam pengelolaan SDM

Pembahasan tentang AI dan data menjadi benang merah di sepanjang acara. Hal ini juga dikemukakan oleh Vicario Reinaldo, leadership coach dan penulis SOLID Skills. Dalam pemaparan materi Supercharging with AI, Vicario mendorong praktisi HR untuk memanfaatkan teknologi AI generatif dan memadukannya dengan keterampilan komunikasi. Keduanya sangat penting dalam pengelolaan sumber daya manusia (SDM). 

Di lain sesi, Senior VP People Analytics & HR Operations Indosat Ooredoo Hutchison Erwin Muniruzaman menjelaskan peran HR untuk memahami tujuan teknologi. Terutama saat HR berurusan dengan pengelolaan data. Ia mengingatkan agar tidak terjebak pada “kekerenan” teknologi terbaru, melainkan fokus pada tujuan dasar, yakni membuat keputusan SDM yang tepat.

Erwin berbagi pengalaman membuat predictive analytics untuk memprediksi pengunduran diri karyawan. Dengan alat dan data sederhana, ia dan tim mampu membuktikan kepada manajemen bahwa data yang mereka himpun benar-benar terjadi di lapangan. Upaya tersebut memunculkan kredibilitas tim HR di mata manajemen.

Ia juga menekankan kepada praktisi HR untuk mempunyai learning agility, karena perubahan kondisi dan tren bisnis bergerak sangat cepat. Jadi, HR harus selalu cepat belajar dan mengimplementasikannya ke dalam tugas sehari-hari.

Artikel terkait: Kiat L’Oreal Indonesia Mengelola Talent Management

Adopsi AI dorong produktivitas

AI juga telah diadopsi oleh L’Oréal Indonesia. Poin ini disampaikan oleh Yanuar Kurniawan, Head of People Development and Learning Director L’Oréal Indonesia, di mana perusahaan memiliki learning management system (LMS) yang intuitif, personal, dan dilengkapi rekomendasi pelatihan berbasis peran dan keterampilan. 

Perusahaan juga sedang mengembangkan AI sebagai coach yang bertindak seperti chatbot dan merekomendasikan pelatihan yang relevan. Ada pula L’Oréal GPT atau in-house GPT menunjukkan bagaimana karyawan menciptakan prompt yang relevan dengan peran dan bisnis. 

CEO Better&Co. Alinne Rosida Djumhana pun mendorong praktisi HR untuk menjadi early adopter dari AI. Ia memperkenalkan konsep agentic AI yang dikembangkan oleh perusahaannya yang mampu melacak produktivitas hingga memahami perasaan karyawan. Dengan agentic AI, HR dapat mengembangkan tools serta menarik data yang relevan untuk mendukung pertumbuhan karyawan dari berbagai perspektif. Dengan langkah ini, perusahaan memastikan karyawan aktif terlibat dalam pekerjaannya. 

Baca pula: 4 Peran HR Menurut Dave Ulrich, Masihkah Relevan?

Membangun Budaya dan Kredibilitas HR

HR harus mengembangkan diri

Di sisi lain, topik budaya perusahaan dan kepemimpinan juga muncul dalam kegiatan ini. Pambudi Sunarsihanto sebagai Director Corporate Transformation & Human Capital Management MIND ID menguraikan empat tugas HR dari Dave Ulrich, yaitu strategic partner, administrative expert, change agent, dan employee champion.

Bapak tiga anak ini menyebutkan peran HR yang perlu memahami teknologi, meski Anda tak harus menggunakan yang paling canggih. Pasalnya, dalam konteks pengembangan bisnis, HR harus terlebih dahulu mengembangkan diri sendiri sebelum mengembangkan SDM terhadap teknologi guna mendorong peningkatan bisnis. 

Untuk memastikan budaya pengembangan berjalan berkelanjutan, Pambudi menekankan tiga fase. “Fase pertama, saya belajar sebanyak-banyaknya, learning and absorption. Fase kedua, saya harus perform atas apa yang telah saya pelajari. Dan, fase ketiga, saya developing tim saya.”

Implementasi budaya organisasi

Ada pula Vice President People Analytics & Enabler Management Telkomsel Maulidin Pamur Dhani yang membahas tentang kesulitan mengukur dan mengeksekusi budaya organisasi. Ia menyarankan gamifikasi untuk membuat aktivasi budaya terukur dan menekankan bahwa budaya adalah agenda BOD.

Gemini Aryanto, Group Chief People & Culture Kopi Kenangan, berbagi tentang budaya organisasi yang telah mengalami perubahan beberapa kali agar nilai inti mudah dipahami oleh karyawan, termasuk ribuan barista. Budaya tersebut juga diukur oleh tim Gemini untuk melihat respons karyawan terhadap perusahaan. 

Serving with heart adalah inti dari culture kita. Budaya ini berlandaskan pada humility, excellent, agility, respect, and teamwork,” jelasnya.

Dalam sesi penutup, Future of Work Summit 2025 menghadirkan Mulyadi Oey selaku pendiri Product Narrative, yang menyoroti konsep total learning system atau human system. Ini memiliki lima hal, yaitu aspiration (purpose), work (justice), safety (fitting in), healing (belonging), dan power and politics (change) yang memengaruhi kecemasan, frustrasi, dan kebencian karyawan terhadap lingkungan kerjanya.

Dalam era adopsi AI yang kian masif, HR berkesempatan untuk melakukan transformasi dari fungsi pendukung menjadi mitra strategis yang proaktif bagi perusahaan. Kunci keberhasilan terletak pada kemampuan HR untuk terus belajar, beradaptasi dengan tren, memahami kebutuhan karyawan dan SDM masa depan, serta membangun kredibilitas melalui solusi berbasis data. 

Kegiatan ini menjadi pengingat bahwa di tengah disrupsi, HR berperan penting memastikan perusahaan tak hanya bertahan, juga berkembang dan memberdayakan setiap individu di dalamnya.

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *