Kepemimpinan perempuan HRPods

CCL: Ubah Sistem, Dukung Kepemimpinan Perempuan

Penelitian terbaru dari Center for Creative Leadership (CCL) menunjukkan bahwa masih terdapat kesenjangan kepemimpinan perempuan di jabatan tertinggi pada sektor swasta dan publik. Hal ini bukan disebabkan oleh jumlah perempuan yang memasuki jalur karier, melainkan masalah kesetaraan.

Selain itu, ada pula bias yang tidak disadari oleh organisasi akan menciptakan hambatan tersembunyi yang menghalangi kemajuan perempuan. Akibatnya, organisasi kehilangan talenta yang berharga serta peningkatan potensi tenaga kerja permanen.

Organisasi Perlu Mengubah Sistem

Berdasarkan keterangan pers pada Rabu (03/07), Tingkatkan Sistem (Elevate the System) merupakan laporan CCL bersama dengan mitra penelitiannya, yaitu Institute for Human Resource Professionals, Prasetiya Mulya Executive Learning Institute (Prasmul-ELI), Society for Human Resource Management, Slingshot Group, dan XEd Space.

Laporan yang menyurvei 894 responden dan 71 orang yang diwawancarai di seluruh Asia Pasifik (APAC) membahas tantangan yang menghambat perempuan untuk mencapai peran senior dan memeriksa kesenjangan persepsi antara laki-laki dan perempuan sejak penelitian Mengatasi Hambatan Dalam Kepemimpinan Perempuan pada 2020.

Data dari laporan tersebut menyoroti area yang perlu peningkatan secara signifikan guna menciptakan lingkungan kerja yang adil. Hasilnya adalah:

  • 68% pemimpin percaya terdapat kesempatan pengembangan yang setara bagi laki-laki dan perempuan
  • 55% pemimpin mengakui ada kesenjangan gaji berdasarkan gender di banyak tempat kerja
  • 42% pemimpin mengakui terdapat pelecehan gender

Seiring jumlah perempuan yang keluar dari pekerjaan semakin bertambah karena sistem ketidakadilan di tempat kerja, organisasi harus mengubah sistem agar tidak ada kesenjangan bagi perempuan. Organisasi juga perlu menilai faktor yang menghambat kemajuan pemimpin perempuan. Faktor utama yang menghambat adalah harapan masyarakat terhadap perempuan untuk mengambil tanggung jawab keluarga, yaitu 66% laki-laki dan 78% perempuan.

“Laporan terbaru kami mengungkapkan ada kesenjangan yang signifikan. Kurang keterwakilan perempuan di tingkat puncak menunjukkan hambatan dalam kemajuan karier mereka. Hambatan ini sering kali berasal dari bias, mencakup ekspektasi masyarakat yang sudah dalam dan hambatan sistemik yang tidak kita sadari dan tidak terlihat secara langsung. Mengatasi kesenjangan gender dalam kepemimpinan membutuhkan kolaborasi dari laki-laki, perempuan, dan organisasi untuk menghadapi ketidakadilan. Ini tidak hanya tentang keadilan, tetapi juga tentang mengoptimalkan potensi penuh dari semua sumber daya manusia untuk menciptakan masa depan yang lebih kuat dan berkelanjutan bagi semua orang,” ujar Elisa Mallis, Managing Director dan Vice President APAC, CCL.

BACA JUGA: Perusahaan Yang Mendukung Kinerja Ibu Bekerja

Super Feminin Membuat Pemimpin Perempuan Terjebak

Perempuan sering dinilai menggunakan standar kepemimpinan yang cenderung maskulin, yang mengakibatkan pilihan mereka terbatas dan kurang menguntungkan, meskipun kinerja mereka sebagai pemimpin sudah sesuai. Selain itu, perempuan kerap merasa terjebak dalam peran ganda (double-bind).

Ketika mereka mematuhi peran tradisional yang dikaitkan dengan gender, mereka sering dianggap tidak cocok sebagai pemimpin. Sebaliknya, jika mereka menyesuaikan diri dengan peran kepemimpinan, mereka dianggap tidak menjalankan peran perempuan dengan baik.

Akibatnya, banyak perempuan cenderung melakukan fleksibilitas ganda (double-flex), yaitu mengkompensasi peran dengan mengambil terlalu banyak tanggung jawab di tempat kerja dan di rumah. Namun, langkah tersebut dapat menyebabkan mereka kelelahan. Ini berujung membuat mereka untuk tidak mengambil satu peran kunci.

Sebagian besar fenomena double-bind dan double-flex dipengaruhi oleh persepsi masyarakat. Di Indonesia, 73% perempuan setuju bahwa harapan sosial menghambat mereka untuk menjadi pemimpin senior, dengan 60% pria yang setuju. Di Singapura, 80% perempuan setuju bahwa harapan sosial merupakan penghalang, hanya 35% pria yang merasakan hal yang sama.

ARTIKEL BERIKUTNYA: Kepemimpinan Perempuan Bisa Didukung Manajemen

Implementasi Kepemimpinan Perempuan

Untuk mempersiapkan kepemimpinan perempuan, organisasi perlu melibatkan perempuan maupun laki-laki dengan strategi holistik. Sebut saja, menciptakan budaya yang merangkul keragaman, memberikan program pengembangan bagi perempuan, dan menerapkan proses SDM yang netral gender.

Laporan CCL dkk. merekomendasikan langkah implementasi kepemimpinan perempuan, yaitu:

  • Organisasi perlu menargetkan kuota dengan mengukur partisipasi perempuan secara holistik, melibatkan laki-laki, dan merayakan pendukung kesetaraan gender
  • Memberdayakan perempuan untuk mengambil kendali atas karier mereka dengan memperjuangkan otonomi dan peluang pertumbuhan
  • Membangun jaringan yang lebih kuat
  • Mengatasi hambatan sistemis

Upaya bersama dari organisasi dan individu akan membuka jalan bagi lanskap kepemimpinan yang lebih inklusif dan mendukung pengembangan kepemimpinan perempuan. Pada akhirnya, organisasi mendukung kesuksesan mereka dalam posisi kepemimpinan.


Posted

in

by

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *