Simulation Culture HRPods

Simulation Culture: Optimalkan Potensi Karyawan Dan Bisnis

Simulation culture bukan hal baru bagi sebagian organisasi bisnis besar di dunia. Pendekatan ini dipilih oleh organisasi berbasis teknologi sebagai katalis untuk pertumbuhan bisnis. Tak hanya itu, kultur simulasi juga membantu meningkatkan keterampilan teknis maupun nonteknis karyawan dalam lingkungan yang aman.

Praktik simulation culture akan memasukkan pemimpin dan karyawan ke dalam skenario masa depan dengan mempelajari studi kasus dan/atau memerankan peran lebih tinggi dibandingkan posisinya saat ini. Upaya tersebut memberikan mereka ruang untuk bereksperimen dan mengeluarkan potensi terbaik, meski harus mengalami kegagalan dan belajar menemukan solusinya dalam lingkungan yang bebas risiko.

Mengenal Simulation Culture

Simulasi merupakan metode di mana pemimpin maupun karyawan diberikan kesempatan untuk berlatih dan bereksperimen menghadapi berbagai skenario di masa mendatang. Ini akan memungkinkan mereka mengalami perubahan pola pikir yang mendukung perubahan perilaku, bukan hanya sekedar peningkatan pengetahuan. Hasilnya, mereka lebih mudah menyelaraskan pola pikir dan meningkatkan kapabilitas.

Dengan kata lain, simulasi adalah test-drive untuk pemimpin dan karyawan untuk menghadapi ketidakpastian. Ketika melakukan kesalahan, mereka dapat melakukan koreksi dan mencari solusi atas hal tersebut dalam lingkungan yang aman. Mereka juga memahami langkah yang harus diambil ketika terjadi masalah di dunia nyata. Dan, yang tak kalah penting, kecenderungan gagal saat menjalankan tugas pun berkurang.

Ada beberapa sektor mengadopsi simulation culture guna meningkatkan kapabilitas sumber daya manusia. Sebut saja, sektor kesehatan dan penerbangan. Untuk memastikan para calon dokter dan calon pilot sukses dalam pekerjaan, mereka perlu mendapatkan pengalaman belajar melalui simulasi untuk berlatih dan bereksperimen. 

Beberapa tahun terakhir ini, perusahaan besar Indonesia di sektor keuangan, energi, dan konglomerasi sudah menggunakan metode simulasi untuk melatih pimpinannya tentang kepemimpinan dan pengambilan keputusan bisnis strategis.

Waktu yang tepat untuk simulasi

Menurut Mario Montino, Director BTS Indonesia kepada HRPods pada Kamis (02/05/24) di Pondok Indah Office Tower 3, Jakarta Selatan, terdapat tiga momen perusahaan perlu menerapkan simulation culture. Pertama, perusahaan memiliki strategi baru. Kedua, perusahaan mengalami perubahan organisasi, seperti akuisisi, merger, atau perubahan company value. Ketiga, perusahaan mengalami situasi yang penuh ketidakpastian.

“Dengan simulasi, perusahaan perlu memastikan karyawan memahami dan mengimplementasikan strategi baru melalui workshop. Di sini, kami bisa membantu memodelkan strategi dan menciptakan simulasi dengan beragam skenario berbeda secara bisnis maupun kepemimpinan, di mana pimpinan maupun karyawan bisa bereksperimen dengan berbagai opsi keputusan, mengevaluasi berbagai konsekuensi yang berbeda, dan menetapkan action plan yang selaras dengan strategi perusahaan ketika kembali ke dunia nyata,” ujar Mario yang kerap membantu perusahaan dengan penerapan simulasi.

Perusahaan di Indonesia paling banyak menggunakan simulasi saat mereka mengalami perubahan strategi. Sedangkan di luar negeri, selain strategi, perusahaan menggunakan pendekatan ini ketika terjadi perubahan maupun transformasi yang berdampak terhadap company culture atau karyawan saat menavigasi perubahan.

Memilih metode simulasi

Secara pengelompokan besar, lanjut Mario, terdapat dua metode simulasi, yaitu simulasi untuk bisnis dan strategi serta simulasi berbasis momen critical atau crucial.

Simulasi bisnis dan strategi mencakup keputusan yang terkait data bisnis berupa angka serta memerlukan programming dan algoritma untuk memodelkan bisnis perusahaan dan keputusan yang perlu diambil berdasarkan data customer dan market model. Sedangkan, simulasi berbasis momen akan memodelkan leadership atau culture moment.

Menurut alumnus Universitas Katolik Parahyangan ini, poin penting dalam simulasi adalah pemimpin dan karyawan diberikan kesempatan untuk mengambil keputusan bagi organisasi dalam situasi aman. Simulasi juga dapat memastikan mereka memahami strategi atau tujuan organisasi.

Contohnya, siswa di sekolah penerbangan yang berlatih menerbangkan pesawat di ruang simulator dalam kurun waktu tertentu. Dalam flight simulator, mereka belajar tentang cara mengemudikan pesawat dengan benar, mengalami risiko selama penerbangan (seperti pesawat jatuh tetapi tidak ada korban jiwa di dunia nyata), serta berpikir cepat untuk mengambil keputusan.

Penggunaan Simulasi Dalam Workshop

Employee Relationship 02 HRPods
Ilustrasi

Perancangan simulasi

Biasanya, persiapan custom simulation membutuhkan waktu sekitar dua hingga tiga bulan, karena tim harus memodelkan bisnis dan strategi perusahaan. Untuk beberapa kasus dengan cakupan tertentu, firma konsultan asal Swedia ini dapat mempercepat persiapan hanya 1,5 bulan dengan berfokus pada aspek penting, terutama ketika klien membutuhkan implementasi hasil bisnis secepatnya di tengah kompetisi ketat.

Diperlukan riset dan interview untuk mempersiapkan tool simulasi yang relevan dan sesuai kebutuhan perusahaan dan peserta workshop.

Lazimnya, fasilitator akan meminta peserta workshop untuk melakukan persiapan sebelum mengikuti workshop simulasi. Untuk simulasi bisnis, peserta perlu membaca case study yang berisi informasi tentang data market, kompetitor, laporan keuangan, dan informasi lain sesuai kebutuhan.

Semua persiapan tersebut akan disimulasikan pada saat workshop dan pelaksanaannya dikemas dengan cara yang fun dan impactful, sehingga peserta engaged dan berpartisipasi aktif di dalamnya. Persiapan juga membantu mereka mengubah pola pikir baru yang diharapkan oleh perusahaan.

Pelaksanaan workshop

Pada umumnya, dalam workshop, peserta akan dibagi menjadi beberapa kelompok yang mewakili topik atau tema simulasi.

Diskusi kelompok dalam setiap sesi mendorong peserta untuk saling belajar, bekerjasama mengambil peran tim eksekutif, melakukan forecasting bisnis, dan merumuskan special project atau inisiatif strategis. Peserta juga diminta untuk mengimplementasikan strategi beberapa tahun ke depan melalui berbagai skenario tak terduga, seperti menghadapi krisis ekonomi, kenaikan harga bahan baku, terjadi bencana, atau disrupsi teknologi.

Ada berbagai level keputusan sesuai tingkatan peserta. Misalnya, untuk first-line leader, mereka melakukan simulasi dengan 20 keputusan dan senior leader bisa melakukan hingga 70 keputusan. Metode simulasi sudah teruji dalam peningkatan capability, karena peserta belajar sesuatu yang aplikatif dan bukan teori.

Biasanya, kami memberikan tools tambahan yang dapat diaplikasikan di dunia nyata untuk mendukung penerapan pembelajaran mereka yang berkelanjutan.

Semua kelompok akan bersaing membuat strategi hingga pelaksanaannya. Sementara itu, setiap kelompok akan berkolaborasi dan berfokus pada strategi baru perusahaan, termasuk memastikan implementasi secara holistik, mempertimbangkan karyawan dan pelanggan, serta mengatasi situasi yang tidak pasti.

Selama proses ini, tak sedikit peserta mendapatkan AHA moment, yang mengubahkan pola pikir, terutama ketika mereka merasa silap dalam bekerja, seperti bersikap salah terhadap karyawan atau keliru mengambil keputusan.

Selain itu, simulasi dapat digunakan untuk keperluan assessment, melalui observasi kelompok dan menambahkan presentasi tugas kelompok. Dengan cara tersebut, peserta mendapatkan umpan balik dari fasilitator atau coach sehingga memahami aspek yang sudah baik dan gap yang perlu mereka perbaiki.

Pengukuran Dampak Simulasi

Kunci keberhasilan pengukuran dampak simulasi terletak pada perancangannya. Langkah ini perlu dilakukan sejak awal bersama desain simulasi guna memastikan kesesuaian dengan business objectives dan mengakomodasi pengukuran data.

Setelah mengikuti workshop simulasi, peserta akan mengisi survei, menjalani assessment, atau metode pengukuran lain untuk mengetahui dampaknya terhadap kinerja mereka. Biasanya, pengukuran yang dilakukan oleh BTS mengadaptasi Kirkpatrick’s Four Levels of Training Evaluation yang memiliki empat level evaluasi.

Level 1

Mengukur tingkat kepuasan peserta melalui survei, seperti seberapa suka mereka dengan materi simulasi dan fasilitator atau apakah mereka akan merekomendasikan workshop tersebut ke orang lain.

Level 2

Mengetahui peningkatan kemampuan atau pengetahuan mereka tentang materi workshop simulasi, melalui pre and post test. Jika hasil post test naik, maka ada peningkatan dari sisi pengetahuan.

Level 3

Mengetahui perubahan perilaku peserta. Level ini memiliki tiga langkah. Pertama, action setelah workshop, dilakukan dengan tracking menggunakan teknologi untuk mengetahui sejauh mana mereka mengaplikasikan pembelajaran. Kedua, survei 360° atau 180° agar atasan, peer, dan bawahan menilai perubahan perilaku peserta. Ketiga, observasi peserta secara menyeluruh di lingkungan kerja.

Level 4

Perubahan key performance indicators (KPI) yang relevan pada unit bisnis. Pengukuran ini dilakukan dengan melihat hasil bisnis dari penerapan project atau tools yang dipelajari saat workshop. Pengukuran lain dengan menggunakan control group, yakni membandingkan performance antara kelompok yang mengikuti workshop dan kelompok yang belum mendapatkan intervensi.

Ketika BTS mempersiapkan workshop simulasi, kami tidak hanya mendesain tool simulasi, tetapi sejak awal menggunakan impact map untuk memetakan hubungan antara workshop objective dengan knowledge dan skill serta pola pikir dan perilaku yang berdampak langsung terhadap KPI perusahaan.

“Sejumlah klien kami merasakan peningkatan hasil bisnis, khususnya untuk initiative yang terkait dengan bisnis. Bahkan, ada yang bisa mendapatkan hasil puluhan kali lipat jika dibandingkan investasi terhadap simulasi,” tambah Mario.

Pada akhirnya, keefektifan simulasi mendukung implementasi strategi melalui alignment, perubahan mindset sekaligus perilaku, serta peningkatan kapabilitas pemimpin dan karyawan.

Penerapan simulasi di berbagai tingkatan dapat menciptakan keselarasan dan peningkatan kinerja yang berkelanjutan. Upaya ini perlu diikuti oleh coaching, self-paced learning, action atau project setelah workshop, serta peer group sharing.


Posted

in

by

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *