Learning Culture HRPods

Strategi DANA Terapkan Learning Culture Secara Komprehensif

Laporan Deloitte pada 2022, learning culture atau budaya belajar berperan penting bagi organisasi. Hal tersebut menyumbang 46 persen dari keseluruhan peningkatan hasil bisnis, termasuk inovasi, waktu pemasaran, pangsa pasar, dan produktivitas karyawan.

Memang, setiap karyawan bertanggung jawab dalam proses belajar mereka. Namun, organisasi pun berperan untuk menciptakan sistem learning culture, mulai dari iklim hingga orientasi pembelajaran.

DANA Indonesia, perusahaan financial technology (fintech) telah menjalankan budaya belajar tersebut. Agustina Samara, Chief People and Corporate Strategy Officer DANA, membeberkan proses pembelajaran karyawan di lingkungan kerja, Selasa (17/10/2023), Capital Place, Jakarta.

Learning Culture Terintegrasi Di DANA

Dalam konsep learning and development, banyak orang yang kurang memahaminya secara komprehensif. Mereka beranggapan bahwa kalau learning atau training harus berada di kelas.

Di DANA, kami menumbuhkan learning culture yang terintegrasi dan menganut prinsip 70/20/10.

Jadi, 70% pembelajaran terjadi melalui job shadow, secondment, rotasi kerja, hingga mentoring dan coaching. Sebesar 20%, kami meminta karyawan untuk menjadi pembicara mewakili DANA dan hanya 10% untuk training.

Metodologi training kami terbagi menjadi dua, yaitu mandatory dan custom.

Mandatory training yang berkaitan dengan compliance dan legal, seperti QRIS, anti money laundering, risk management, hingga information security. Kami memastikan bahwa karyawan DANA memahami financial literacy dan perusahaan mengikuti regulasi Bank Indonesia.

Custom training atau personal development memperbolehkan karyawan mengikuti pelatihan di luar fungsi atau perannya. Misalnya, karyawan di tim keuangan ingin mengikuti digital marketing training atau karyawan dengan fungsi payroll yang kurang bisa berkomunikasi akan kami kirim ke communication training.

Kami memiliki DANA Space. Ini adalah indicator learning dashboard yang memuat modul dan target.

Jadi, karyawan dapat belajar sendiri mempelajari modul training, termasuk materi presentasi dari CEO. Karyawan pun bisa memantau target training mereka.

Kami menargetkan setiap karyawan memperoleh 40 jam belajar dalam satu tahun.

Mentoring Dan Coaching

Mentoring untuk karyawan A-list

Sebagai startup, mentoring itu penting dan ini masuk ke dalam our culture.

Mentoring culture artinya bagaimana perusahaan punya hati ketika karyawan berkonflik, masalah di lingkungan kerja, atau dinamika lain untuk memberikan arahan dan umpan balik kepada mereka.

Kami membuat program mentoring ini untuk karyawan hipo atau high potential. Kalau kami menamakannya A-list.

Setelah karyawan kerja di DANA selama satu tahun, kami akan mengidentifikasi kinerja mereka. Kami akan mengurasi karyawan dengan kinerja bagus dan masuk A-list. Di mentoring, kami membagi dua jenis, yaitu one-on-one dan group.

Untuk one-on-one, kami memilih 20% dari populasi hipo, lalu mereka diberikan mentor. Mentor adalah karyawan senior dari lintas divisi.

Sedangkan, mentoring group meminta karyawan untuk registrasi. Kami akan membuat support system berisi lima sampai tujuh orang serta ada mentor yang sudah disiapkan dan terlatih.

Tema mentoring group beragam. Mulai dari leadership hingga permasalahan yang banyak dihadapi oleh perusahaan. Bagaimanapun juga dinamika di startup itu cepat sekali, jadi sering kali seorang karyawan merasa kesulitan sendiri.

Ketika di grup, dia akan mendengarkan cerita rekan kerja di divisi lain. Dengan begitu, dia tidak merasa sendirian dan berempati satu sama lain.

Kami sengaja membuat mentoring group itu cross division. Misalnya, karyawan di finance yang tadinya sebal melihat HR dan HR melihat finance itu kaku, ketika mereka dikumpulkan dan saling cerita masalah masing-masing, mereka akan mengerti kendala satu sama lain.

Baik one-on-one maupun group mentoring, kami memonitor karyawan untuk bertemu dengan mentor. Setidaknya, mereka melakukannya satu kali dalam sebulan.

Coaching untuk level eksekutif

Untuk coaching, kami menggunakannya untuk level eksekutif atau board of directors. Even our CEO pun mengikuti coaching.

Kenapa mereka tidak mengikuti mentoring? Karena pengalaman mereka sudah banyak, maka mereka membutuhkan coach. Kami menggunakan jasa coach dari vendor atau third party.

Hasil coaching akan berdampak langsung terhadap leadership skill dan kinerja perusahaan. Pada proses coaching, sang coach akan memilih satu hingga dua orang board member untuk menjadi next coach.

Saya setuju bahwa tidak semua orang memiliki panggilan dari dalam diri untuk menjadi seorang coach.

Menjadi coach itu tidak mudah. Seorang coach harus memiliki ketenangan pikiran dan perilaku, mampu menjadi pendengar yang baik, no judging, dan tidak terburu-buru.

Orang yang berada di posisi pemimpin, mereka cenderung memberikan instruksi untuk melakukan ini itu. Untuk menjadi coach, dia wajib belajar untuk tidak berbicara atau cepat menanggapi. Ini proses cukup rumit.

Memang, mentoring dan coaching merupakan dua hal yang memiliki irisan sama. Oleh karena itu, kami memberikan training tentang pengenalan prinsip coaching kepada level manajer. Tujuannya, agar mereka dapat menjadi pemimpin yang sabar dan memberikan motivasi ke anggota timnya.

Tantangan Menjalankan Program L&D

Dalam menjalankan program learning, kami menghadapi setidaknya tiga tantangan. Pertama, membagi waktu. Kedua, anggaran. Dan, ketiga adalah internal drivers-nya.

learning culture

Waktu

Kami menghadapi kendala waktu dari sisi trainer dan karyawan.

In-house trainer kami bisa memberikan training dari pagi hingga sore. Kalau dalam sehari, dia melakukan training, itu artinya dia tidak menjalankan tugas lain. Padahal dia harus memperbarui atau meningkatkan ilmunya.

Selain itu, karyawan pun kesulitan untuk menjalani training. Mereka sibuk dengan pekerjaan, sehingga HRBP harus mengonfirmasi kepada manajer alasan anggota timnya belum menyelesaikan training, apakah mereka banyak tugas, sedang sakit, atau burnout.

Tim HRBP bisa meminta manajer untuk mengurangi tugas anggotanya, agar mereka mengikuti training. Kalau mandatory training, itu tidak bisa ditawar. Karyawan harus mengikutinya.

Anggaran

Anggaran ini berkaitan dengan trainer atau fasilitator dari luar dan biaya training.

Kami ingin mengirimkan karyawan ke training yang berkualitas dan terkadang lokasinya ada di luar negeri, tetapi biayanya cukup mahal.

Kalau kami sudah mengirimkan mereka ke luar, kami juga memikirkan strategi agar mereka tidak resign setelah itu. Kondisi ini ibarat investasi.

Ketika kami sudah investasi, apakah harus mengikat karyawan sebagai upaya retensi? Apakah mereka mau terikat setelah training?

Platform

Tantangan berikutnya adalah internal drivers. Maksudnya, tools untuk learning saat ini sudah banyak perubahan dibandingkan 10 atau 20 tahun yang lalu.

Tim learning harus memikirkan bagaimana membentuk training yang menarik, menggunakan tools terkini, hingga menerapkan gamification dalam prosesnya. Rencana kami selanjutnya adalah berinvestasi terhadap learning management system.

Jalan Keluar Agar Karyawan Mengikuti Pelatihan

Tim People terus mengampanyekan bahwa kita tidak bisa berhenti belajar di dunia digital dan era VUCA ini. Saya encourage juga bahwa belajar tidak selalu di classroom, even adu argumen termasuk proses belajar.

Kami berada di financial industry, di mana industri ini harus patuh dan taat terhadap compliance.

Spirit tim People adalah melihat learning secara keseluruhan. Baik dari organisasi maupun culture. Learning culture encourage karyawan agar lebih semangat belajar.

That’s why, kami memiliki reward Agen Dolar. Dolar itu singkatan dari doyan belajar.

Setiap quarter, kami tracking berapa hari karyawan habiskan untuk training. Idealnya, lima hari dalam satu tahun, tetapi jika ada karyawan menjalankan training melebihi jumlah hari tersebut, sehingga kami recognize mereka sebagai Agen Dolar.

Kami panggil nama mereka dan memberikan Rp500 ribu hingga Rp1 juta untuk membeli program training lain. Jadi, ujung-ujungnya reward atau sweetener-nya untuk belajar, sehingga hal ini menumbuhkan semangat continuous learning and improvement.

Di samping itu, kami menganut wellbeing culture. Itu melibatkan mind, body, and soul. Mind artinya mengoptimalkan knowledge, body berarti memiliki tubuh prima agar bisa bekerja, dan soul bermakna seseorang harus mempunyai mental sehat.

Kalau ada karyawan yang terus-menerus bekerja sampai tidak menggunakan cuti, maka manajer harus mewaspadainya. Apakah yang bersangkutan burnout atau tidak?

Kalau dia sakit fisik, hal itu masih kelihatan. Kalau karyawan mempunyai mental issues dan tidak peka dengan kondisinya, lalu manajer tidak peduli, itu bakal menjadi masalah.

Kami mendorong karyawan untuk mengecek kondisi fisik dan mentalnya. Cek kondisi mental itu seperti medical check up.

Oleh karena itu, kami bekerja sama dengan vendor psikolog, agar karyawan yang memiliki masalah bisa berkonsultasi ke ahlinya. Nothing wrong untuk berbicara ke psikolog sebelum terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.


Posted

in

by

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *