Talent management tak sekadar bersifat administratif. Ini juga bukan tanggung jawab tim HR.
Seorang pemimpin juga harus memahami talent management, sehingga ia tak sekadar memerintah anggota timnya. Namun, ia mampu memberikan bimbingan dan inspirasi kepada semua orang di sekitarnya.
Ia juga bersikap positif untuk mengembangkan kualitas karyawan dan menciptakan lingkungan kerja yang terbuka, produktif, dan sehat. Adakah kriteria pemimpin tersebut saat ini? Ada.
Salah satunya, Christin Fronika yang menjabat sebagai Director of Sales and Marketing di The Ritz-Carlton Jakarta Pacific Place. Ia memincarakan tentang kepemimpinan, budaya perusahaan, hingga proses rekrutmen, Selasa (04/10/2022), di Jakarta.
Memberikan Kesempatan Kepada Karyawan
In terms of my leadership, saya lebih kasih opportunity ke tim. Saya juga memberikan support dan banyak berdiskusi dengan mereka.
Begitu juga dalam hal pengambilan keputusan. Saya bisa mengambil keputusan, tetapi saya lebih sering ajak mereka duduk bareng dan tanya pendapat mereka. Bagaimana menurut mereka dan apa yang lebih bagus untuk dilakukan.
Anggota tim saya ini banyak anak muda yang punya daya pikir kreatif. Mereka lebih mengerti apa yang kekinian saat ini dibandingkan kita yang orang-orang lama.
Kebetulan, The Ritz-Carlton menerapkan open door policy. Ini penting sekali, karena kita memberikan mereka kesempatan untuk involve dalam work planning.
Dengan begitu, mereka merasa lebih dihargai dan ada kepuasan tersendiri. It’s not only boss saya maunya begini, tetapi mereka berkontribusi di dalamnya. Misalnya, strategi aktivasi di media sosial dirancang oleh tim marketing yang tergolong milenial dan gen z.
Kalau ditanya, kenapa saya bisa begitu? Ya, karena memang mulai karier di sini. Saya lahir dan besar di The Ritz-Carlton.
Menjaga Hubungan Dengan Karyawan
Mengedepankan employee journey
Ada beberapa leader yang ingin mempromosikan anggota timnya. Dia merasa anak-anak ini baik dan berpotensi.
Kalau saya lebih senang, kita gambar journey-nya. Ke mana rencana mereka untuk short term hingga long term.
Misalnya, ada salah satu anggota tim saya yang berpacaran dengan orang luar. Pacarnya tinggal di Dubai. Mereka sudah serius dan berencana menikah. Ketika menikah, dia harus ikut suaminya ke negara tersebut, tapi ingin tetap bekerja.
I cannot promise, but let me do one thing. Saya memfasilitasi perkembangan kariernya dengan menghubungi HR di The Ritz-Carlton Dubai dan menghubungkan pihak Dubai dengan anggota saya.
Contoh lain, ada member yang ingin menjadi manajer. Kami membuat growing plan dan saya bilang ada area apa saja yang harus kamu improve dan jangan lupa target yang harus dicapai.
Langkah ini dilakukan oleh leader saya dulu. Jadi, saya ingin menularkan hal sama kepada anggota tim saya.
Mendamping karyawan berproses
Mempromosikan atau mengembangkan karier karyawan itu ada proses. Saya lakukan itu dari beberapa bulan sebelumnya. Karena yang bertanda tangan bukan hanya saya, tetapi ada General Manager dan HR.
I also need to ‘sell’ my team. Bahwa they deserve untuk dapat promosi dalam waktu yang sudah kita agree bersama.
Di luar mereka layak menerima promosi, ada beberapa hal juga seperti apakah kondisi bisnis baik atau tidak. Karena at the end of the day it’s also related to hotel expenses.
Jadi, saya beri pengertian ke anggota tim. Saya ajak ngobrol mereka dari sisi manajemen, bukan dari sisi dia saja. Ada kemungkinan promosi lebih cepat, bisa juga lebih lambat.
Budaya perusahaan yang mendarah daging
Saya adalah product development dari The Ritz-Carlton. Saya sudah 17 tahun bekerja di sini, dari The Ritz-Carlton Jakarta ke Bali, lalu kembali lagi ke Jakarta.
Jadi, the way I develop the team, the way I recruit the team, pastinya kurang lebih sejalan dengan company philosophy and company direction.
Saya belajar dari nol. Dan, perusahaan pun memberikan space karyawan untuk beraktualisasi diri. At the end of the day, it’s payback. Karena pada saat kita sudah siap, perusahaan akan memberi harga yang sesuai.
Along the way 17 tahun, jujur, ada banyak perubahan yang terjadi. Kalau mau survive, bisnis harus melakukan some adjustments.
Bahkan banyak perusahaan yang mau merekrut ladies and gentlemen kami. Karena mereka punya best practice yang dapat dibagikan saat bekerja dalam tim.
Kita adakan appreciate program sekiranya memang mereka mau berencana pindah ke tempat lain. Namun, kami pastikan mereka dapat sesuatu lebih baik.
Saya akan tanya ke mereka bagaimana dengan karier ke depan di perusahaan itu, dan apakah perusahaan tersebut dapat memberi kesempatan untuk berkembang lagi. Jika perusahaan itu punya segala hal di atas, then, go for it.
Talent Management Dalam Proses Rekrutmen
Nah, karena bisnis peaking up, of course we need more people. Even pada saat pandemic, kami hire karyawan untuk beberapa posisi.
Ketika melihat di satu section sudah butuh tambahan manpower, kami hire walaupun butuh waktu untuk negosiasi antara division head, general manager, dan lain-lain. Yang terpenting, keputusan itu masih masuk dalam business plan yang kami hitung dengan teliti.
Di The Ritz-Carlton, selecting people atau rekrutmen, dilakukan hanya melalui situs perusahaan. Sistem seperti itu untuk meminimalisir KKN (korupsi, kolusi, dan nepotisme).
The right person
Dalam memilih the right person, kami tak hanya melihat the technical things. Tapi juga melihat secara psychology, kecocokan karakter, kelebihan dan kekurangan, sampai cultural fit.
Jadi, kami tidak terburu-buru dalam proses selecting people. Untuk tim saya, saya lebih hati-hati memilih karakter. Sometimes karakter terlalu strong, tapi tidak suitable untuk tim.
Pengalaman saya saat selecting untuk marketing manager, saya memilih orang yang tidak punya latar belakang ilmu perhotelan karena keterampilannya berguna bagi perusahaan. Saya juga membutuhkan pandangan lain dari orang di luar bidang perhotelan.
Pertimbangan lain, market sekarang berubah. Pemasukan hotel tak lagi dari marketing channel tradisional, tetapi juga melalui digital channel yang sangat berpotensi.
Dari total revenue, digital channel berkontribusi sekian persen. Angka itu sekarang melebihi KPI yang saya tetapkan.
Proses interview kerja
Ada beberapa tahap interview kerja di sini.
Bahkan user yang interview bisa dari berbagai departemen. Misalnya, apply untuk marketing bisa di-interview oleh kepala departemen roomservice atau housekeeping.
Di proses ini, pertanyaannya sangat unik, terutama di CTT (classical test theory). Tidak semua company punya.
Di CTT, kami akan tahu kandidat suitable atau tidak dengan posisi ini. So again, bukan hanya kompetensi secara teknis, tapi banyak aspek yang dilihat.
Saat interview, kebetulan saya ada beberapa pertanyaan yang langsung kena ke poin yang saya cari. Puji Tuhan, 80-90 persen insting saya dalam menilai orang itu benar sampai sekarang ini.
Ketika saya pilih orang yang tidak mengerti sistem perhotelan, tapi dia mengerti industri lain yang bisa diaplikasikan, tentu ada pengorbanan yang harus dilakukan di sana.
I need to fulfill it in the beginning. Saya tetap turun juga dalam hal eksekusi atau cek operation sehari-hari untuk membimbingnya dalam bekerja bersama tim.
Memiliki winning team
Saya selalu punya pemikiran bahwa memilih orang yang tepat untuk memiliki the winning team.
Winning team itu tidak harus semua anggota tim menjadi expert di segala hal. Saya hanya perlu komposisi team yang baik. Kecocokan antar anggota tim.
Kebanyakan, orang yang jago itu punya ego. Jadi, we need to balance. Karena jika semua orang berjalan dengan ego masing-masing, tim tidak akan dapat menjadi winning team.
Di room sales, misalnya. Ada satu anggota yang sangat baik di public speaking, ada yang baik dalam menganalisis tapi tidak pandai public speaking. Ada karyawan berpengalaman menghadapi orang high profile, ada juga yang lebih pintar menghadapi government people.
Itu the way saya melihat tim yang bagus seperti apa. Saat ini, tim kami cukup beragam.
Saya juga melihat, bagaimana pemimpin meng-combine kekurangan dan kelebihan masing-masing anggota timnya. Karena karakter kandidat wajib fit dengan tim.
Employee experience dalam onboarding karyawan
Setelah kandidat diterima, mereka harus melalui proses onboarding karyawan baru. Di The Ritz-Carlton, kami punya Day One dan Day Two.
Di dua hari itu, mereka tidak boleh bekerja dulu. Kami memperkenalkan filosofi perusahaan. Hal itu terlihat basic, tetapi sangat penting.
Kami mengharapkan, semua ladies and gentlemen meng-infuse filosofi dan berubah darahnya menjadi “darah” The Ritz-Carlton. Contohnya:
- The way you talk
- The way you respect your colleague or team member
- Pengalaman makan di restoran, agar mereka tahu apa yang dirasakan oleh para tamu
- Bertemu dan orientasi dengan department head
- Berkenalan dengan General Manager, jajaran director, sampai ke kitchen dan ruangan back office lainnya
Selanjutnya, ada probation tiga bulan. Review enam bulan, lalu review satu tahun. Memang, proses selecting people di The Ritz-Carlton sangat panjang dan sangat selektif.
Talent bank
Di sisi lain, kami punya talent bank.
Talent bank ini berisikan karyawan moving ke other property, karyawan yang resign ketika pandemi karena alasan keluarga, dan kandidat potensial yang pernah mengikuti proses seleksi.
Talent bank adalah salah satu strategi kami ketika harus mengisi posisi yang lowong dan menyiapkan regenerasi.
Sesuatu yang amazing adalah inisiasi mempertemukan alumni Marriott.
Jadi, ketika hotel sudah kembali berbisnis dan membutuhkan manpower, kami membuka kesempatan pertama ke alumni sebelum hire untuk umum.
Mereka tahu kami dan kami juga tahu mereka. It’s going to be easier.
Kami sempat membuat gathering. Kami undang mereka belum bekerja atau bekerja di tempat lain. Itu sesuatu yang membanggakan buat kami di The Ritz-Carlton.
Dan, saya adalah produk seperti itu. Dari The Ritz-Carlton Jakarta ke Bali.
Leadership Mendukung Kinerja Karyawan
As a leader, saya memberikan motivasi anggota tim untuk melakukan yang terbaik. I just need to make sure anak-anak tahu I care about them.
I’ll take care of your wellbeing, walaupun mereka juga harus tetap achieve target. Of course saya tidak selalu perfect, ada waktunya up and down.
Karena mulai dari nol, saya tahu bagaimana karyawan cari celah. Saya tahu apa yang mereka lakukan. Saya tidak marah, tapi lebih memberi pengertian yang tepat buat mereka.
Dengan begitu, tanggung jawab mereka bisa ter-deliver dengan baik. Dari pengalaman, justru mereka ini deliver above my expectation.
Bagi saya, leadership itu mendukung karyawan dengan not being selfish dan memberikan space to grow. Misalnya, memberikan masukan yang terbaik ke tim, agar mereka bisa meningkatkan kinerjanya.
Leader saya sebelumnya memberikan space to grow. Beliau mendorong saya buat menampilkan bakat bernyanyi di town hall. Kebetulan saya bisa hobi bernyanyi.
Setelah itu, karyawan lain jadi mengenal saya. “Oh dia dulu dari lobby lounge, yah.” Dorongan untuk berkembang dan recognition ini penting sekali dalam dunia kerja.
Memetik Hasil Kerja Di Lingkungan Yang Suportif
Privilege saya bekerja di sini, terutama saat menangani acara pernikahan, adalah bertemu dengan orang-orang besar, tetapi dalam hal ini, mereka bukan datang sebagai businessman. Mereka sebagai orang tua pengantin.
Saya banyak belajar dari beliau-beliau ini. Termasuk bagaimana mereka membangun bisnis menjadi sukses saat ini.
Salah satu yang paling saya ingat soal mengelola pendapatan. Jadi, how you manage your income, sisihkan untuk expenses, ditabung untuk investasi. Investasi enggak harus besar, kok.
Tetapi, bukan berarti tidak punya hidup baik ke depannya. Karena manusia harus belajar mencukupkan dirinya dan menggali potensi diri untuk lebih baik ke depan.
Bahkan 17 tahun di sini, selain The Ritz-Carlton banyak memfasilitasi saya, klien-klien juga memberikan apresiasinya.
Bahkan ketika saya pindah ke Bali, mereka mendukung saya dengan mengadakan pernikahan anaknya di sana. Padahal waktu itu, Bali adalah market baru buat wedding.
Beliau dan wedding organizer bilang, “Tin, kita akan support kamu kok.”
Dengan kata lain, saya banyak belajar pengalaman hidup di sini. Bagaimana masa depan itu bagus atau tidak, lihat effort kita di masa sekarang. Masa sekarang bagus karena effort di masa lalu.
Leave a Reply