Rendhy Ardya-Keterampilan Wajib-HRPods

2 Keterampilan Wajib Dikuasai Oleh Pemimpin 

Bagi praktisi HR Rendhy Ardya Pradhita, ada dua keterampilan wajib yang harus dikuasai oleh pemimpin. Tanpa keterampilan tersebut, ia tidak mampu mendorong keterlibatan tim secara efektif.

Bukan hanya keterampilan, CEO Menebar Kebaikan Bersama ini juga mengatakan pemimpin harus bisa merumuskan company values sekaligus menjadi role model dalam implementasinya kepada karyawan. Jika kinerjanya tidak sejalan dengan nilai perusahaan, pemimpin harus bersedia menerima masukan dari tim HR hingga karyawan.

Cek pembahasan selengkapnya tentang keterampilan wajib pemimpin HRPods bersama salah satu Top HR Voice di LinkedIn, Senin (11/04), Depok, Jawa Barat.

Keterampilan Wajib Dikuasai Oleh Pemimpin 

Berbicara mengenai leader, saya mempunyai opini yang Anda boleh setuju atau tidak, bahwa terkadang kita melihat seorang pemimpin hanya memperhatikan soal bisnis. Hal yang bersifat people management atau improvement karyawan diserahkan ke tim HR. 

Kalau bisnis berhasil dan kinerja tim bagus, sering kali leader yang akan maju untuk menerima apresiasi tersebut. Sebaliknya, jika harus berurusan dengan hal pahit terutama yang menyangkut pengelolaan karyawan, kerap kali tim HR yang disuruh untuk maju dan menyelesaikannya.

Menurut saya, pendekatan itu terlihat agak jadul. Sekarang, leader juga berperan penting untuk mengelola timnya. HR berkewajiban menangani people management di organisasi, yang memang merupakan tanggung jawab dari fungsi human resources atau human capital. Mereka akan membuat kebijakan, anggaran kompensasi dan benefits, hingga agenda tahunan.

Namun, dalam keseharian, pemimpin yang lebih sering berinteraksi langsung dengan anggota tim atau bawahannya. Pemimpin adalah people leader atau perpanjangan tangan dari HR di setiap divisi. Jadi, mereka bertanggung jawab pada peningkatan people management di tim masing-masing. 

Saya dapat mengatakan bahwa pemimpin yang komplit itu memiliki dua skill utama, yaitu: (1) business skill berdasarkan fungsinya masing-masing dan (2) people management skill terkait cara dia mengelola timnya. 

Kalau kita menilik pada kasus karyawan resign, terkadang alasan seseorang mengundurkan diri bukan karena perusahaan, tetapi karena ia tidak cocok dengan atasan langsungnya. Alasan lain adalah pekerjaan yang diberikan oleh atasan tidak sesuai job description yang awalnya dijanjikan.

Dalam situasi tersebut, pemimpin berperan penting untuk menjembatani permasalahan karyawan dengan hal-hal yang mempengaruhi proses keterlibatan mereka. Seandainya, ada karyawan yang bermasalah dengan rekan kerja, leader jangan langsung menyerahkan hal itu ke HR, tetapi bermitra dengan HR untuk mencari solusi dengan tetap memiliki tanggung jawab utama untuk menjadi penengah dan membantu anggota timnya untuk menyelesaikan masalah. 

Pemimpin Harus Menjadi Teladan

Menjadi pemimpin tidak berhenti sebatas title atau jabatan saja. Berdasarkan pengalaman saya, pemimpin yang efektif adalah ia yang memberikan teladan dan menjadikan contoh kepada karyawannya. Untuk menggambarkan keefektifan pemimpin, kita dapat melihat dari pembuatan company values

Contohnya, ketika sebuah perusahaan ingin membangun company values, sebagai HR, saya akan bertanya kepada masing-masing direksi atau founder tentang nilai-nilai yang merepresentasikan diri mereka. Dengan demikian, company values yang muncul bukan sesuatu yang mengawang entah dari mana atau sekadar mencomot kalimat positif biar terlihat keren. 

Namun, penetapan values merupakan sesuatu yang alamiah muncul dan ada pada diri mereka selaku pemimpin tertinggi di perusahaan. Dari sana, kita akan mengeset seperangkat company values. Ini adalah rujukan buat HR dalam pembuatan agenda perusahaan. 

Values mereka akan mencerminkan harapan mereka ke karyawan. Values juga menggambarkan ekspektasi serta acuan dalam menjalankan operasional bisnis sehari-hari. 

keterampilan wajib

Contoh bagi karyawan

Tentu, peran direksi, founder, atau pemimpin harus sejalan dengan company values. Mereka harus menjadi contoh teladan bagi karyawan. Dalam praktiknya, jika manajer dan karyawan tidak menerapkan values itu dalam menjalankan tugas, atau melakukan hal-hal berbeda dengan itu, bukan cuma tim HR yang bisa menegur, tapi juga top management.

Pembisik top management

Tim HR punya kekuatan untuk membantu top management dalam penerapan company values dan memberikan contoh juga. Sesekali, HR menjelaskan lagi tujuan dan hasil yang ingin perusahaan capai dari penerapan itu. 

Di sisi lain, saya sering melihat beberapa direksi atau co-founder yang dasarnya adalah orang bisnis dan tidak memiliki people management skill yang mature. Ketika HR menangkap insight dari karyawan karena direksi tidak sejalan dengan values, kita akan menjadi pembisik mereka. Oleh karena itu, HR tidak hanya menjadi perpanjangan tangan bagi perusahaan untuk menjalankan kebijakan perusahaan, tetapi juga menjadi perpanjangan tangan karyawan dalam penyampaian aspirasi dan masukan kepada perusahaan.

Pertemuan direksi dan karyawan

Ada kalanya, karyawan kurang mengetahui apa yang dilakukan oleh direksi atau direksi kurang mengenal karyawannya. Tugas HR adalah memberikan pemahaman kepada kedua belah pihak, seperti:

  • HR menyarankan kepada dewan direksi untuk berbicara di town hall dan menyampaikan update terkait perusahaan. HR juga akan membantu pembuatan presentasi, jika ada direksi yang merasa bingung ketika membuat materi atau bingung harus menyampaikan apa. 
  • HR mengatur pertemuan antara level eksekutif dan karyawan yang membawa keresahannya tentang pekerjaan, dalam ranah yang lebih khusus dan privat, karena berbincang dengan pemimpin level eksekutif akan memberikan insight berbeda dibandingkan mengobrol dengan atasan langsung mereka.
  • HR membuat kegiatan lunch with management, di mana salah satu top management akan bertemu dengan lima atau sepuluh karyawan, entah dari satu maupun beda divisi. Tujuannya supaya karyawan bisa lebih dekat dengan top management dan penerimaan pesan kedua belah pihak pun tersampaikan.
  • Mendengarkan keluh kesah karyawan. Kalau yang mengeluh hanya satu orang, HR akan menggali masalah yang sedang ia hadapi, apakah masalah pekerjaan atau personal. Kalau mayoritas karyawan curhat masalah yang sama, kemungkinan ini adalah organizational issues, maka kita akan mencatat dan menyampaikannya ke top management
  • HR perlu memiliki sesi one-on-one dengan masing-masing direksi. Di sini, kita dapat membicarakan tentang pekerjaan, personal, saling memberikan feedback, atau memperbaiki strategi sehingga HR memahami point of view direksi dan menjaga perannya yang seimbang antara sisi perusahaan maupun karyawan.

Top management harus mendukung upaya tim HR, karena program yang kita rancang mendorong mereka memberikan contoh ke karyawan. 

Membangun Kepercayaan Pemimpin & Karyawan

Membangun hubungan pemimpin dan karyawan yang telah kita bahas sebelumnya tidak terjadi dalam semalam. Itu memerlukan proses dan salah satu yang berkontribusi dalam proses tersebut adalah trust atau kepercayaan. 

Kalau membahas tentang kepercayaan, kita harus melihat dua sisi, yakni pemimpin dan karyawan. Pertama, dari sisi pemimpin. Ada teori bernama situational leadership dari Paul Hersey dan Ken Blanchard. 

Singkatnya, teori ini menjelaskan bahwa pemimpin harus bersikap situasional. Pemimpin dapat memberikan arahan secara detail dan memberikan perintah jelas bagi karyawan yang masih junior atau entry level yang belum paham. 

Bila karyawan sudah berpengalaman dan menguasai bidangnya, pemimpin cukup mendelegasikan tugas saja. Ia tidak perlu memberikan arahan detail. Sesekali ia akan mengajak karyawan buat ngobrol, sedikit mengarahkan, dan mempercayakannya untuk menyelesaikan tugas sesuai caranya. 

Kedua, dari sisi karyawan. Untuk menyelesaikan sebuah pekerjaan, karyawan harus mengukur upaya dan waktu yang harus mereka keluarkan. Ini adalah perwujudan dari under promise, over deliver

Misalnya, atasan menugaskan karyawan untuk menyelesaikan suatu pekerjaan dan karyawan berkata sanggup menyelesaikannya dalam tiga hari, ternyata ia mampu menyelesaikannya dan melapor kembali ke atasan dalam dua hari. 

Bagi atasan, kondisi itu over expectation, karena awalnya dijanjikan tiga hari ternyata bisa selesai lebih cepat. Buat karyawan, usahanya itu untuk mendapatkan kepercayaan dari atasan karena mampu menyelesaikan pekerjaan lebih cepat dari yang ia janjikan. 

Ketika pemimpin menganggap karyawan berhasil menuntaskan suatu pekerjaan, ia sudah bisa menjadi seseorang untuk dipercaya dan diandalkan. Mungkin, yang awalnya ia masih ragu-ragu atau memonitor karyawan secara ketat, ketika karyawan menyelesaikan tugas dengan cepat dan tepat, berangsur-angsur ia hanya mendelegasikan tugas saja.

Sebagai karyawan, mereka harus spend extra effort ketika menerima tanggung jawab atau amanah pekerjaan sehingga mereka memperoleh kepercayaan dari atasan. Bukan tidak mungkin, mereka mendapatkan tugas dan pengalaman baru.

Simak obrolan bersama Rendhy mengenai employee engagement di sini.


Posted

in

by

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *